Berita
#MaknaHaji: Tetap Tinggal di Mina
Sebelumnya #MaknaHaji: Mina [1] dan 2
Ada dua hari lagi tinggal di Mina untuk merenungkan tentang ideologimu dan apa yang telah engkau lakukan. Pada hari Id dan setelah berkurban maka segala bentuk ritus haji pun usai. Jika sanggup engkau masih harus tinggal dua atau bahkan tiga hari lagi di Mina. Engkau diharapkan untuk tidak meninggalkan Mina dalam hari-hari ini, sekalipun ke Makkah. Mengapa? Setan sudah dikalahkan, kurban sudah dilaksanakan, pakaian ihram sudah ditanggalkan, dan Id sudah dirayakan.
Mengapa lebih dari sejuta orang harus tetap berada di lembah ini selama dua atau tiga hari lagi?
Karena dalam waktu-waktu ini mereka diharapkan untuk merenungkan tentang haji dan memahami apa yang telah mereka lakukan. Mereka dapat mendiskusikan berbagai persoalan mereka dengan orang-orang dari belahan dunia lainnya yang memiliki kemungkinan cinta, dan ideologi yang sama. Para pemikir dan intelektual Muslim yang berkumpul di sini dan para pejuang kemerdekaan yang bertempur melawan kolonialisme, penindasan, kemiskinan, kebodohan, dan korupsi di negeri-negeri mereka, saling berkenalan satu sama lain mendiskusikan problem masing-masing, menemukan berbagai solusi, dan saling meminta bantuan. Kaum Muslim dari seluruh dunia diharuskan mempelajari berbagai ancaman dan konspirasi negara-negara superpower dan agen-agennya yang telah menyusup ke negeri-negeri Muslim. Mereka harus membuat resolusi-resolusi untuk menentang upaya indoktrinasi, propaganda, pemecahbelahan, bid’ah, agama-agama palsu dan banyak lagi penyakit lainnya yang mengancam ‘kesatuan’ negeri-negeri Muslim.
Mereka harus berjuang bersama-sama secara global untuk menunjukkan fakta-fakta Islam dan mendukung gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa terjajah dan kaum Muslim minoritas yang teraniaya di bawah rezim kaum fasis dan juga golongan-golongan politik yang penuh prasangka. Melalui sebuah sistem yang kooperatif dan dapat dipahami serta saling bertukar pandangan dan perasaan, komunitas-komunitas Muslim akan bertambah kuat dalam pcrjuangannya melawan musuh bersama mereka. Pemahaman yang lebih baik mengenai doktrin Islam yang sejati dapat dilakukan dengan cara memecahkan beberapa perbedaan teologis yang muncul di tengah kelompok-kelompok keagamaan Muslim.
Lebih dari sejuta Muslim dari seluruh dunia tinggal selama tiga hari lagi di Mina, lembah yang gersang, di mana tidak ada tempat yang menarik untuk dilihat, tidak ada apa-apa untuk dikerjakan, tidak ada tempat untuk belanja, dan bahkan tidak ada taman untuk sekadar berjalan-jalan. Tempat ini tidak cocok untuk tempat tinggal sehingga Nabi saw berkata, “jangan mendirikan bangunan di Mina.” Pada saat ini, melalui manasik haji, siapa pun bebas dan segala ketergantungan dan memiliki kemauan yang kuat serta kepribadian seperti Ibrahim. Semua rasa takut, kebutuhan, dan ketamakan dikalahkan di puncak tekad yang kuat dan rasa tanggung jawab. Hati dipenuhi dengan kemenangan di Miqat, ketika Tawaf, Sa’i, di Arafah, Masy’ar, dan Mina melempar jumrah, berkurban dan merayakan Id dengan hati yang tulus. Ya, pada waktu ini dan di negeri ini, jutaan Muslim tidak mengakhiri hajinya untuk kemudian bubar dan melanjutkan kehidupan pribadi masing-masing. Tidak, mereka harus duduk dan mendiskusikan berbagai problem mereka.
Haji adalah datang ke sini tepat pada waktunya dan melaksanakan aksi-aksi ibadah haji bersama umat Islam lainnya. Kalau tidak, engkau boleh pergi ke Miqat, dari sana lalu ke Mina, Arafah, Masy’ar, dan Mina di setiap waktu atau sendirian saja. Aktivitas seperti itu bukanlah haji, tapi merupakan kegiatan tak berguna atau bisa dianggap sebagai tour. Pada saat inilah engkau hanyut dalam suasana spiritual; esok ketika semua orang pergi, Mina seperti negeri lainnya dengan kekecualian bahwa ia adalah daerah yang tandus dan tidak cocok untuk didiami.
Engkau berada di sini untuk mengetahui bahwa tanpa disertai orang lain maka usaha mencari surga adalah seperti sikap bodoh dari seorang pendeta yang suka mementingkan diri sendiri. Materialisme yang dijanjikan (sebagai utang) adalah lebih buruk daripada yang ada sekarang! Sikap tamak ini menangguhkan kesenangannya hingga hari kiamat. Dengan kata lain, seperti seorang borjuis yang lebih suka membeli secara kredit ketimbang kontan.
Seorang yang taat beribadah juga suka mementingkan diri sendirinya dengan seorang materialis; bedanya, seorang materialis menggunakan teknik sebagai alat, sementara seorang ahli ibadah menggunakan keyakinannya. Seorang materialis menggunakan sains untuk menikmati kehidupannya dan seorang ahli ibadah menggunakan Tuhan untuk tujuan ini. Dua-duanya sedang menuju sasaran yang sama, tapi yang satu untuk kehidupan sekarang dan yang satunya lagi untuk kehidupan akhirat. Islam yang dianut Nabi Ibrahim as dan Nabi Muhammad saw mengajarkan kita bahwa Allah Yang Mahakuasa membenci para ahli ibadah yang suka mementingkan diri sendiri ini.
“Jika seseorang menghabiskan harinya dengan tidak memikirkan kesejahteraan masyarakatnya atau tidak berbuat apa pun untuk masyarakat maka ia bukan seorang Muslim.” (Hadis Nabi saw.)
Benar bahwa engkau melaksanakan haji dan berperan sebagai Ibrahim dengan mengorbankan lsmailmu, tetapi ini bukanlah akhir dari haji melainkan awal dari tugasmu. Semua ritus haji ini adalah agar engkau melupakan sikapmu yang suka “melayani diri sendiri” dan mulai “melayani orang lain”, bukan demi popularitas tetapi demi Tuhan. Inilah sebabnya mengapa engkau diundang untuk datang selama musim haji bersama-sama orang lain yang ada di sana. Jika engkau datang sendirian maka tidaklah dianggap melakukan ibadah haji.
Kini di ujung pergelaran haji, semua orang yang telah mengalahkan setan seperti yang dilakukan lbrahim mengorbankan egoisme mereka dan merayakan kemenangannya. Sebelum kembali ke Makkah untuk mengadakan perpisahan dan kembali ke kampung halaman masing-masing, mereka harus memenuhi dua kewajiban lainnya menyelenggarakan seminar ilmiah dan teologis yang boleh dihadiri siapa pun dan menyelenggarakan sebuah konvensi sosial internasional.
Dua hari ekstra di Mina ini dimanfaatkan dengan mengkaji berbagai peristiwa haji di dalam konvensi-konvensi tersebut. Konvensi tersebut tidak diselenggarakan di balik pintu yang terkunci dan di dalam gedung yang diterangi lampu-lampu, melainkan di udara terbuka lembah Mina. Juga tidak diselenggarakan di bawah atap ruangan yang rendah tapi di bawah langit biru tanpa dinding, tanpa pintu, tanpa penghalang, tanpa penjaga, dan tanpa upacara.
Konvensi-konvensi ini bukanlah pertemuan para kepala negara atau perwakilan mereka, diplomat, atau para pemimpin politik, anggota parlemen, kabinet, senator, guru besar universitas, ilmuwan, intelektual, atau pemimpin spiritual. Bukan, sama sekali bukan.
Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus. Mereka akan datang dari segenap penjuru yang jauh. (QS. al-Hajj: 27)
Sebagaimana dikatakan oleh Eropa, “Tidak seorang pun berhak untuk menjadi penjaga bagi yang lainnya.”
Profesor Shandel berkata, “Bila tidak ada manusia maka berbicara tentang mereka adalah suatu kebohongan dan memalukan karena hanya Tuhan Yang Mahakuasa yang berhak untuk memutuskan bagi manusia karena manusia adalah wakilnya di muka bumi!”
Inilah alasan mengapa harus menyelenggarakan konvensi di Mina di mana Tuhan Yang Mahakuasa adalah pemimpin umat manusia yang telah berkumpul memenuhi undangan-Nya.
Setelah mengalahkan setan dan kembali dari tempat pengorbanan, Allah meminta setiap orang untuk menghadiri pertemuan ini dengan maksud memperbarui perjanjian mereka dengan Ibrahim, menjadikan Tuhan sebagai saksi mereka bahwa mereka akan berusaha sekuat tenaga memperkuat keyakinan monoteisme (tauhid), menghancurkan semua berhala yang ada di dunia, dan menegakkan sebuah masyarakat yang aman dan damai. Seperti pengikut sejati Nabi Muhammad saw yang memberikan tanggung jawab kepada kaum intelektual yang sadar untuk menyampaikan seruannya, mereka harus menegakkan sebuah “masyarakat teladan” yang berlandaskan tauhid dan harus mendukung jalan pengetahuan, kepemimpinan, dan keadilan dalam kehidupan manusia.
Mina adalah negeri cinta, perjuangan, dan kesyahidan. Inilah negeri di mana umat manusia mengucapkan janji kepada Tuhan sebagai umat yang satu, mereka berjanji untuk berpartisipasi dalam amal-amal saleh dan memerangi kejahatan dalam kehidupan ini. Mereka berjanji untuk menanggapi seruan Nabi Muhammad saw. Nabi yang menggenggam Kitab Suci di tangannya yang satu dan pedang di tangan yang lainnya, dan untuk mengambil keputusan yang tepat dalam menghadapi musuh-musuh yang keras kepala dan dalam berurusan dengan orang-orang yang bersahabat.
Dalam konvensi tahunan yang diadakan jauh dari perbatasan negeri-negeri yang sedang menumpahkan darah ini, kaum Muslim dari seluruh penjuru dunia dan sistem-sistem politik yang berbeda diundang oleh Sang Pemelihara, Sang Raja, dan Tuhan umat manusia untuk berkumpul di bawah naungan langit bukit-bukit ini guna mengadakan pembicaraan bebas untuk mencari jalan keluar atas berbagai problem mereka. Inilah sebuah konvensi ilmiah, namun tidak diselenggarakan di dalam auditorium para akademisi, dalam rapat para guru besar, ataupun dalam pertemuan para ilmuwan dan super spesialis. Tidak, ini hanyalah seminar dua hari tentang teologi dan ideologi di mana semua orang, baik yang terpelajar maupun buta huruf, profesor ataupun buruh pabrik, pemimpin spiritual terkenal atau petani yang sederhana, dapat berpartisipasi dan berhak untuk berbicara secara terang-terangan. Pangkat, jabatan, derajat, dan warna kulit semuanya ditinggalkan di Miqat, tidak dibawa-bawa ke dalam ‘seminar’ ini. Di sini semuanya sama, semuanya memiliki derajat yang sama sebagai ‘Haji’. Itu saja.
Tidak ada manusia yang tingkatannya melebihi maqam Ibrahim dan di sini setiap orang telah diminta untuk berperan sebagai lbrahim. Pada babak akhir upacan-upacan haji ini, sebelum engkau kembali ke tanah airmu engkau masih harus tinggal selama dua hari lagi setelah Id untuk duduk dan bertanya kepada dirimu sendiri dengan pertanyaan yang selalu dikemukakan oleh umat manusia sepanjang masa, “Apa yang harus aku lakukan untuk masyarakat?” Kemudian, carilah jawabnya. Duduk sajalah, lalu renungkan apa yang telah engkau lakukan selama melaksanakan ibadah haji.[]
RINGKASAN
Mari kita simpulkan apa kata-kata sandi ini. Kita harus menyadari hakikat dari apa yang dilakukan selama ibadah haji.
Sufisme: Berawal di Mina dan tetap di sana selamanya tanpa pergi ke Arafah dan Masy’ar.
Filsafat: Datang ke Masy’ar tapi tidak sampai ke Mina.
Peradaban: Wukuf di Arafah dan tidak pergi ke Masy’ar dan Mina.
Islam: Berangkat dari Arafah lalu ke Masy’ar (perjalanan yang penuh dengan tanggung jawab dan gerakan), sampai ke Mina (fase ideal-ideal dan cinta, dan secara mengejutkan berjumpa dengan Allah dan setan).
Di sini mereka berbicara tentang engkau dan takdirmu, bukan tentang masalah-masalah duniawi. Semua yang ada di dunia ini milik Allah. Di sini mereka berbicara tentang ‘manusia’ yang bersemayam di dalam dirinya sifat-sifat Allah dan setan. Dualitas ini berada di dalam diri manusia dan bukan di alam, Mina adalah negeri cinta, keyakinan, dan masa depan. Di sanalah Allah dan setan berperang dalam dirimu memperebutkan Ismailmu. Mina adalah negeri dari semua harapan dan kebutuhanmu.
Bahkan yang mengejutkanmu, ternyata hari kemenangan itu adalah hari Id yang bersimbah darah. Pesta ulang tahun digantikan dengan pesta korban sang anak; itulah hari ‘Id Kurban’.
Saksikanlah tradisi, sejarah, dan kemuliaan-kemuliaan bangsa ini. Ia tidak peduli dengan pertalian darah ataupun negeri leluhur, dan yang dipedulikannya hanyalah keyakinan dan kemerdekaannya. Bangsa tauhid kaum yang bertanggung jawab terhadap kemerdekaan umat manusia dari sejak zaman Adam sampai hari kiamat, para pejuang kemerdekaan yang juga memerangi nafsunya sendiri, mereka yang telah menjelajah ‘front pertempuran’ dari Badar sampai Mina -mereka ini adalah para hamba yang sudah sangat menyadari makna ‘kemerdekaan’. Mereka tidak hanya membebaskan diri dari Fir’aun tetapi juga dari Ismail, dan tidak hanya dari musuh-musuh mereka tetapi juga dari para sanak keluarga mereka.
Ali Syariati