Ikuti Kami Di Medsos

Berita

#MaknaHaji: Menyangkal Falsafah yang Hampa

Mukadimah

Ali Syari’ati adalah sebuah fenomena dalam wacana pemikiran Islam kontemporer. Menurut Robert D. Lee, letak fenomenal Syari’ati, misalnya, dapat dilihat pada lanskap pemikirannya ketika berbenturan dengan pengalaman-pengalaman modern: industrialisasi, kolonialisme, komunisme, konsumerisme, kebebasan seksual, ekspresi, dan sebagainya. Dalam benturan-benturan itu, Syari’ati hadir menawarkan jawaban jitu terhadap pertanyaan sentral: bagaimana kita dapat hidup secara autentik (murni) di tengah-tengah pengalaman modern tadi?

Salah satu karya besar Syari’ati yang memperlihatkan kepeduliannya secara tegas terhadap dilema kehidupan modern adalah Haji: Reflections on its Rituals. Buku ini memang bukan telaah khusus dan murni sosiologis terhadap kisi ritualisme haji. Tetapi, sebagaimana kata M. Dawam Rahardjo, buku Haji ini sangat istimewa. Diskursus Syari’ati tidak hanya menyentuh makna esoterik rukun demi rukun ibadah haji. Di situ ia berbicara tentang penderitaan, penindasan, dan kesyahidan. Ia juga membangun gagasan tentang pembebasan, kemerdekaan, dan perjuangan.

Di bulan yang mulia ini di mana ibadah haji tengah dilaksanakan di Mekkah al-Mukaromah, media ABI akan menuliskan ulang secara berseri dengan pembahasan pertema tentang makna haji perspektif Ali Syari’ati.

Menyangkal Falsafah yang Hampa

Kehidupan zaman sekarang bukanlah kehidupan yang dijalani sebagaimana mestinya, tapi merupakan sebuah aksi siklis yang kosong, suatu gerakan tanpa tujuan. Aksi pendular yang tak bermakna ini dimulai dengan siang yang hanya untuk diakhiri dengan malam, dan malam dimulai hanya untuk diakhiri dengan pagi. Zaman sekarang manusia terlena menyaksikan permainan ‘tikus-tikus’ hitam dan putih yang menggerogoti temali kehidupan sampai ajal tiba.

Kehidupan yang kita jalani ini laksana sebuah sandiwara. Kita menyaksikan siang dan malam silih berganti tiada akhir. Pergelaran yang sungguh bodoh! Ketika membutuhkan, engkau pun berharap dan berjuang untuk memenuhi kebutuhanmu. Namun begitu berhasil maka engkau pun memandang enteng segala upayamu itu. Betapa tidak bergunanya falsafah hidup yang kau jalani ini!.

Andaikan kita hanya sekadar menjalani hidup dari hari ke hari, maka tak ubahnya kita orang yang hidup tanpa arah, tujuannya hanyalah hidup, dan yang ada adalah roh mati di dalam jasad yang hidup. Namun pengalaman ibadah haji mengubah kondisi yang tidak sehat ini. Begitu engkau mcmutuskan untuk menunaikan ibadah haji dan mengambil langkah-langkah yang perlu, maka kini engkau berada di jalan menuju aktualisasi ibadah haji. Sebelum pergi haji engkau diam di rumah dengan tenang dan santai. Begitu terbetik keinginan untuk menunaikan ibadah haji maka engkau pun bangkit dan pindah dari lingkunganmu sehari-hari.

Ibadah haji adalah antitesis dari ketidakbertujuan, dan merupakan pemberontakan melawan nasib buruk yang dibimbing oleh kekuatan jahat. Dengan menunaikan ibadah haji engkau akan dapat melepaskan diri dari jaring teka-teki yang kusut. Aksi yang revolusioner ini akan membukakan kepadamu cakrawala yang terang dan jalan bebas hambatan untuk berhijrah menuju keabadian, menuju Allah Yang Mahakuasa.

Tinggalkan rumahmu dan kunjungilah “rumah Allah’, atau “rumah umat manusia”. Siapa pun adanya, engkau hanyalah seorang manusia, anak Adam, dan khalifah Allah di muka bumi. Engkau adalah kerabat Allah, kepercayaan Allah, penguasa alam-Nya dan murid-Nya. Allah mengajarkan engkau nama-nama. Dia menciptakanmu dari roh-Nya dan memberkatimu dengan sifat-sifat khusus. Engkau dipuji-puji oleh-Nya, bahkan para malaikat pun bersujud kepadamu. Bumi ini dan segala sesuatu yang ada di dalamnya disediakan untukmu. Tuhan menjadi “teman serumahmu”, bersamamu setiap waktu dan menyaksikan seluruh perbuatanmu. Apakah engkau hidup sesuai dengan harapan-Nya?

Nabi Saw bersabda: “Allah berada dalam hati orang beriman.”

Firman Allah SWT: Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. al-Ankabut: 3)

Dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya, meskipun tidak terlihat. (QS. al-Hadid: 25)

Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. (QS. al-Kahfi: 7)

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. (QS. al-Mulk: 2)

Dengan berjalannya waktu dan pengaruh dari beragam kekuatan sistem sosial yang mengabaikan akhlak dan kewajiban manusia, maka tabiatmu pun berubah. Perubahan kehidupan telah mempengaruhimu sedemikian rupa sehingga engkau menjadi terasing dan lalai. Semula, dengan roh Allah dalam hatimu, engkau diharapkan dapat memikul tanggung jawab sebagai khalifah Allah di muka bumi. Engkau diberi waktu untuk memenuhi tugas ini namun engkau gagal karena pemberian itu digunakan secara tidak bertanggung jawab.

Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. (QS. al-‘Ashr: 1-2)

Inilah yang disebut kehidupan, Namun. secara realistis apa gerangan yang telah dicapai? Apa saja kontribusi positif yang telah kau berikan? Apa yang telah kau peroleh? Begitu banyak waktu berharga yang telah hilang, namun siapa gerangan engkau?

Wahai wakil dan khalifah Allah di bumi, engkau telah berpaling kepada uang, seks, ketamakan, agresi, dan ketidakjujuran. Engkau menyandang status yang hina sebelum Allah Yang Mahakuasa meniupkan roh-Nya kepadamu. Di mana sekarang roh Allah itu? Wahai manusia, bangkitlah dari keadaan bobrok ini! Lepaskan dirimu dari kematian yang datang setahap demi setahap ini.

Tinggalkan yang ada di sekelilingmu dan pergilah ke tanah suci. Di sana engkau akan menjumpai Allah Yang Mahakuasa di bawah langit Masy’ar yang membangkitkan semangat. Keterasingan yang engkau alami pun akhirnya akan sira, karena paling tidak engkau akan menemukan dirimu sendiri.

Dr Ali Syari’ati

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *