Ikuti Kami Di Medsos

Berita

#Makna Haji: Maqam Ibrahim

Setelah menyelesaikan tujuh putaran maka prosesi tawaf berakhir. Mengapa tujuh putaran? Sebab, angka tujuh bukan sekadar enam ditambah satu, tapi juga mengingatkan kita pada tujuh lapis langit. Tawaf, pengorbananmu untuk umat manusia, adalah suatu gerakan abadi di jalan manusia. Tawaflah yang dimaksud dengan haji dan bukan ziarahnya. Bukankah ini sebuah demonstrasi eksistensi yang sejati? Bukankah ini penerjemahan dan penafsiran tauhid yang benar? Di maqam lbrahim engkau harus salat dua rakaat. Di manakah letak maqam tersebut? Yang dimaksud dengan maqam Ibrahim adalah sebongkah batu yang di atasnya ada bekas tapak kaki Ibrahim. Di atas batu itulah Ibrahim berdiri dan meletakkan batu pertama Ka’bah  (Hajar Aswad). Ia berdiri di atas batu tersebut untuk membangun Ka’bah. Apakah engkau mengerti? Apakah engkau tidak tergetar?

Berada di maqam Ibrahim berarti berdiri di tempat beliau. Siapa yang berdiri? Engkau! Tidaklah sulit untuk menyadari apa yang telah dilakukan tauhid terhadap umat manusia. Pada satu saat, mungkin tauhid terhadap umat manusia. Pada satu saat mungkin tauhid menghinakan engkau sedemikian rupa sehingga engkau menjadi bukan apa-apa, menyangkal engkau sebagaimana adanya? dan ‘melemparkan lumpur’ ke wajahmu. Pada saat lain, tauhid memberimu derajat spiritualitas yang tertinggi sehingga engkau berada di samping Allah, di rumah-Nya, sebagai kerabat-Nya dan di jalan-Nya!. Tauhid adalah buah dari keadaan dirimu yang dipukul, ditolak, dianggap hina dan diperbudak selama tawaf.

Allah menghendaki engkau Bersujud kepada-Nya. Kemudian Dia akan berseru kepadamu: “Wahai orang tulus! Wahai teman! Sekutu-Ku, kepercayaan-Ku, wakil-Ku dan pendengar-Ku, tujuan penciptaan-Ku dan sahabat pribadi-Ku …!”

Hampir satu jam lalu, engkau berada di tepi ‘sungai’ ini berdiri, memikirkan dirimu, menyaksikan umat manusia dan tidak menjadi bagian dari mereka; engkau adalah partikel tak berguna yang ditegur oleh Allah. Engkau adalah ‘lumpur tanah lempung’ dan ‘bumi’.

Namun kini, engkau mengalir dan bergerak. Engkau tidak lagi stagnan juga tidak membusuk. Engkau menggemuruh, menghanyutkan bebatuan, menghancurkan bendungan dan menemukan jalan menuju taman-taman untuk menumbuhkan surga di jantung padang pasir yang bergaram!. Engkau mengairi ladang, bumi, bebungaan dan pepohonan. Pada gilirannya engkau membantu menanam ribuan benih dari mana ribuan kuncup tidak sabar ingin berkecambah menyeruak ke atas bumi, mempertunjukkan dedaunan mereka dan tumbuh mencakar langit. Jika engkau tidak bergelut maka engkau akan laksana tanah lempung keras dan padat; dan engkau akan serentak mengubur dan menganhancurkan semua potensi ini.

Dan sesungguhnya merugilah orang yang menghambatnya tumbuh. (QS. asy-Syams: 10)

Ketika sungai mengalir, ia memberi kehidupan kepada alam yang mati sebagaimana dilakukan Isa as. Tapi jika engkau diam stagnan dalam kelembaban sudut ruangan, menikmati diri sendiri atau menderita, maka engkau akan menjadi busuk. Jentik dan berbagai macam parasit akan tumbuh dalam dirimu, warna kulitmu akan berubah dan baumu akan menjijikkan.

Marilah tunaikan ibadah haji! Terjunlah ke dalam sungai manusia yang bertawaf dengan cara ikut bertawaf juga!. Setelah satu jam berenang dalam ‘aliran cinta’ ini, engkau akan meninggalkan ‘eksistensi makhluk hidup yang egois dan memetik suatu kehidupan baru di tengah “eksistensi abadi’ umat manusia dalam ‘orbit abadi’ Allah. Sekarang engkau seperti Ibrahim!

Selanjutnya, dari tempat ketika engkau memulai tawaf maka dari situ pula engkau harus keluar dari lingkaran tawaf. Sama halnya dengan hidup setelah mati, engkau bangkit di tempat yang sama dengan ketika engkau mati. Engkau dapat menyaksikan roh kebaikan, roh Allah, dalam keadaan awal penciptaanmu (lumpur). Dari mana menyaksikannya? Roh kebaikan muncul di tempat engkau memasuki lingkaran tawaf di bawah tangan kanan Allah. Setelah menyangkal dan membunuh semua ego palsu sebelumnya, engkau akan menemukan “ego sejati’-mu. Dengan mengenakan pakaian ihram berwarna putih bersih, di rumah Allah di maqam lbrahim, berdirilah di atas tapak kaki Ibrahim. Dalam posisi berhadap-hadapan dengan Allah, mulailah salat.

Dalam sejarah manusia, Ibrahim adalah pemberontak besar yang menentang penyembahan berhala dan menegakkan monoteisme di dunia ini. Meskipun secara fisik kenyang dengan penderitaan, Nabi yang memiliki tanggung jawab dan berjiwa pemimpin ini memiliki pikiran yang tajam. Hatinya penuh dengan cinta meskipun ia membawa kapak di tangannya!. Keimanan memancar dari pusat kekufuran. Mata air tauhid (monoteisme) yang jernih muncul dari kubangan kemusyrikan (politeisme).

Sebagai orang yang pertama memberantas penyembahan berhala, Ibrahim dibesarkan di rumah Azar yang berprofesi sebagai pembuat patung untuk sukunya. Ibrahim tidak hanya menentang penyembahan berhala dan Namrud tapi juga memberantas kejahilan dan kelaliman. Sebagai pemimpin gerakan ini ia memberontak melawan kehinaan. Ia adalah sumber harapan dan keinginan, orang yang beriman dan pendiri keesaan yang sejati.

Ibrahim, masuklah engkau ke dalam api penindasan dan kejahilan! Bantulah umat manusia agar tidak terbakar oleh api penindasan dan kejahilan!. Api yang sama mengancam takdir dan masa depan setiap individu bertanggung jawab yang telah mendapat pencerahan dan petunjuk. Bagi mereka yang berperilaku seperti Ibrahim, Allah akan menjadikan api Namrud laksana sebuah taman bunga mawar. Engkau tidak akan terbakar menjadi abu. Ini merupakan suatu demonstrasi simbolis tentang seberapa dekat engkau kepada ‘api’ di saat engkau berjuang dan berjihad. Menjebloskan dirimu sendiri ke dalam api dalam rangka menyelamatkan orang lain merupakan suatu pengalaman yang pahit, tapi yang lebih menyakitkan lagi adalah syahadat.

lbrahim, korbankanlah anakmu Ismail! Sembelih dengan tanganmu sendiri untuk menyelamatkan leher umat agar tidak disembelih. Umat yang mana? Mereka yang telah berkorban di ‘tangga-tangga istana penguasa atau dekat gudang harta para penjarah atau di dalam kuil-kuil kemunafikan dan kesengsaraan!. Untuk mendapat keberanian merebut pedang dari tangan sang algojo, sembelihlah Ismail dengan menggunakan sebilah pisau! Allah akan membayar tebusan untuk Ismail. Engkau tidak membunuh anakmu, juga tidak kehilangannya. Perintah ini hanyalah pelajaran untuk keimananmu. Engkau harus sampai pada puncak kesudianmu untuk mengorbankan orang yang paling engkau cintai (Ismail) dengan tanganmu sendiri.

Dan yang lebih menyakitkan dari ‘berkorban ‘adalah ‘syahadat’

Ingatlah bahwa engkau baru saja menyelesaikan “tawaf cinta” dan sekarang sedang berdiri di maqam Ibrahim. Ketika Ibrahim sampai pada kesudian ini, ia mengalami suatu kehidupan yang penuh dengan perjuangan, memerangi Namrud, berhala-berhala, menghadapi berbagai siksaan, kobaran api, setan, pengorbanan anaknya Ismail dan hijrah, ketiadaan tempat bernaung, kesepian, berjalan dari tingkat kenabian ketingkat keimamahan, menolak ‘individualitas’ dan menerima ‘totalitas’ dan dari status pekerja di rumah Azar, sang pematung, menjadi pembangun Ka’bah, rumah tauhid!.

Di sinilah Ibrahim berdiri, rambutnya memutih setelah menjalani tahun-tahun yang penuh kesulitan. Namun, di penghujung kehidupannya, (setua perjalanan sejarah) ia hendak membangun sebuah rumah dan meletakkan batu hitam. Ismail membantunya membawakan batu-batu dan menyodorkannya kepada sang bapak. Rumah Allah sedang dibangun.

Kejutan! Ismail dan Ibrahim akan membangun Ka’bah. Ismail diselamatkan sehingga tidak jadi dikorbankan sementara Ibrahim diselamatkan dari panasnya api. Sekarang mereka bertanggung jawab kepada umat manusia. Allah telah memerintahkan mereka agar menjadi arsitek kuil keesaan tertua di atas bumi, “rumah pertama umat manusia” dalam sejarah, “rumah kebebasan” dan Ka’bah cinta dan penyembahan. Tanah suci merupakan simbol “Kebebasan dan Kesederhanaan yang Sejati”.

Kini engkau berada di maqam Ibrahim. Inilah tempat tertinggi yang dapat dinaiki oleh Ibrahim; inilah tempat terdekat kepada Allah. Ibrahim sebagai pembangun Ka’bah, arsitek rumah kebebasan, pendiri tauhid, dan petarung melawan berhala, disiksa oleh Namrud. Sebagai pemimpin suku, pejuang melawan kejahilan dan kekufuran, yang bersungguh-sungguh dalam mengemban cinta dan tanggung jawab, Ibrahim luput dari sergapan setan dan khannas (pembisik) yang menghembuskan bisikan-bisikan jahat ke dalam hati manusia.

…….yang membisikkan ke dalam hati manusia. ‘ (QS. an-Nas 5)

Setelah mengalami berbagai bencana, siksaan dan ancaman, Ibrahim membangun sebuah rumah, bukan untuk dirinya ataupun anaknya melainkan untuk umat manusia. Itulah tempat bernaung bagi mereka yang tidak punya rumah, yang telah dipaksa pergi, yang disakiti di bumi ini dan bagi yang sedang melarikan diri. Rumah ini akan menjadi sebuah obor di tengah gelapnya malam yang panjang, dan melambangkan orang yang memberontak terhadap ketidaktahuan akan sikap aniayanya.

Semua orang dalam keadaan memalukan dan rapuh; bumi telah berubah menjadi sebuah rumah besar bagi para pelacur di mana tak seorang pun memiliki kehormatan. Ia merupakan sebuah rumah pejagalan besar di mana yang berlaku hanyalah penganiayaan dan diskriminasi. Pada akhirnya, itulah Ka’bah rumah yang bersih, aman dan kokoh bagi seluruh manusia (keluarga Allah).

Di maqam Ibrahim, engkau berjabatan tangan dengan Allah. Ikutilah jalan Ibrahim dan jadilah arsitek Ka’bah dari keimanan zamanmu.

Selamatkan umatmu; tolonglah mereka keluar dari lembah kehidupan yang stagnan dan sia-sia.

Bangunkan mereka dari tidur yang lelap agar mereka tidak lagi teraniaya dan hidup dalam gelapnya kejahilan. Bantulah mereka bergerak; pegang tangannya dan tuntunlah mereka. Ajak mereka beribadah haji dan bertawaf.

Usai melaksanakan tawaf di mana engkau menerjunkan diri di tengah umat manusia, kini engkau berada di maqam lbrahim. Engkau berada di rumah dan kota keselamatan dan keamanan, menghadap Allah Yang Mahakuasa. Maka, wahai engkau “sekutu” Allah, hendaklah:

  • Amankan negerimu, seakan-akan engkau berada di Tanah Haram.
  • Jadikan waktumu sebagai waktu ihram, seakan akan engkau selalu dalam keadaan ihram.
  • Jadikan bumi sebagai masjid yang aman, seakan-akan engkau berada di dalam masjid yang aman.

Semua ini karena ‘bumi adalah masjid Allah’, namun engkau menyaksikan dalam kenyataannya tidak demikian.

 

Ali Syariati

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *