Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Macam-macam Bentuk Ujian (1/3)

Setiap kelompok atau komunitas sama-sama menanggung beban dalam sunnatullah ini, yaitu menghadapi ujian Tuhan dalam berbagai macam cobaan. Sebagai contoh komunitas di daerah tertentu yang penuh nista dikelilingi godaan yang membawa kerusakan. Ujian bagi mereka dalam kondisi demikian ialah upaya mereka jangan sampai terwarnai oleh lingkungan itu dan menjaga kesucian dirinya. Padahal komunitas bisa saja menukar prinsip karena tekanan keadaan. Mereka berani berisiko mengorbankan kebebasan dan kehormatan jangan sampai kehilangan iman dan takwa. itulah ujian bagi mereka.

Suatu kaum mungkin hidup dalam kesenangan dan hanyut dalam kenikmatan, mereka punya semua fasilitas dan sarana material. Dalam kondisi demikian, apakah mereka akan mensyukuri nikmat atau tenggelam dalam kelalaian, menjadi egois dan congkak, hanyut dalam kesenangan dan memisahkan diri dari kerabat dan masyarakat? Di zaman sekarang sekelompok orang hidup kebarat-baratan atau ketimur-timuran, berpaling dari Allah, jauh dari keutamaan dan moral. Mereka mengikuti peradaban material yang menyilaukan dan berpaling pada kesenangan sosial. Daya tarik terselubung mendorong mereka pada gaya hidup itu. Untuk memperoleh segala yang berhubungan dengan kehidupan tersebut, mereka harus mengorbankan semua prinsip iman, menjual harga diri, dan menjadi hina. Ini juga merupakan ujian.

Semua musibah, kepedihan, kesusahan, peperangan, pertikaian, masa paceklik, krisis moneter, pemerintahan yang mendorong orang pada perbudakan, menjadikan mereka terbelenggu dan tunduk pada aturan yang semena-mena, dan gelombang besar nafsu syahwat di hadapan hamba Allah adalah ujian bagi mereka. Dalam semua kejadian ini, akan diketahui keimanan, kepribadian, ketakwaan, kesucian, kebebasan, dan sifat amanat setiap manusia.

Contoh perkara yang menguji manusia itu telah dijelaskan dalam Al-Quran: Sungguh Kami akan berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. (QS. Al-Baqarah: 155)

Akan tetapi ujian dari Allah Swt tidak terbatas hal itu. Hal lain seperti para nabi, anak-anak, undang-undang Allah, bahkan mimpi, bisa merupakan sarana ujian. Kebaikan dan keburukan pun termasuk bagian dari ujian, firman Allah: Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). (QS. Al-Anbiya: 35)

Ujian dengan Kenikmatan dan Kesengsaraan

Allah Swt berfirman: Jika mereka (jin dan manusia) tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), Kami benar-benar akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak), untuk Kami beri cobaan kepada mereka dalam semua nikmat itu. Barang siapa yang berpaling dari mengingat Tuhannya, niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam azab yang amat berat. (QS. al-Jin: 16-17)

Ayat ini menerangkan bahwa salah satu sarana utama ujian dari Tuhan ialah melimpahnya karunia. Jelas ujian melalui kenikmatan lebih berat dan sulit daripada ujian dengan kesengsaraan, sebab bertambah kenikmatan biasanya akan membuat malas, lalai, dan hanyut dalam kesenangan-kesenangan. Inilah yang membuat manusia jauh dari Tuhan dan memberi ruang lebar bagi aktivitas setan. Hanya orang yang senantiasa ingat Allah yang bisa selamat dari hal-hal tak diinginkan dari melimpahnya kenikmatan. Mereka tidak lupa mengingat Allah. Zikir yang istiqomah kepada Allah akan menjaga hati dari pengaruh setan.

Allah berfirman: Ada pula manusia yang apabila Tuhan mengujinya lalu Dia memuliakan dan memberi kesenangan kepadanya dia (lupa daratan) seraya berkata (dengan angkuh), “Tuhanku telah memuliakanku.”

Ia lupa bahwa ujian Tuhan baik berupa kenikmatan maupun segala macam musibah bukan untuk menjadikannya sombong ketika diberi kenikmatan dan menjadikannya putus asa ketika ditimpa bencana. Manusia dalam dua kondisi seperti itu melupakan tujuan ujian Tuhan. Ketika Allah memberinya kenikmatan, ia pikir telah menjadi hamba yang dekat dengan Allah dan kenikmatan yang dia peroleh adalah bukti atas kedekatannya dengan Allah. Akan tetapi ketika cobaan menimpa ia jadi putus asa dan berucap: “Adapun bila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, dia berkata (dengan putus asa), ’Tuhanku menghinakanku.” [QS. Al-Fajr: 15-16]

Rasa putus asa menguasai dirinya dan tidak rela kepada Allah. Ia lupa bahwa semua itu adalah sarana ujian dari-Nya. Di balik ujian itu adalah pembinaan dan pengantar bagi manusia menuju kesempurnaan. Artinya orang yang menempuh jalan tersebut berhak menerima pahala dan yang menyimpang akan menghadapi siksaan.

Said Husain Saidi, “Bertuhan dalam Pusaran Zaman”

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *