Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Lembaga Bela Keadilan

Menjinjing Korban, Menjunjung Hukum untuk Semua

SIARAN PERS

Kasus Videotron: Masih Ada Cacat Keadilan di negeri Ini

“Orang waras, yang tingkat pengetahuan, pendidikan dan kecerdasannya kurang, rentan untuk dimanipulasi perilaku dan dilakukan sugesti karena keterbatasan pengetahuannya. Pihak yang kuat, bisa melakukan manipulasi perilaku pada pihak yang rendah. Sedangkan, pihak yang memiliki pengetahuan rendah tidak dapat memperhitungkan atau mengkalkulasikan dampak lebih lanjut dari perbuatannya dan tidak bisa menjelaskan akibat dari tindakan yang dilakukannya.” (Saksi Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel)

Hari ini kita melihat, dan jutaan pasang mata rakyat Indonesia melihat, mendengar dan membaca melalui berbagai jenis media massa, orang kecil, miskin, pendidikan rendah selalu menjadi korban ketidakadilan. Majelis Hakim yang menyidangkan Hendra Saputra, 32 tahun dalam kasus Videotron Kementrian Koperasi dan UKM, rupanya hanya sebagai corong undang-undang dan mengandalkan rule and logic bound demi tercapainya keadilan substansial, bukan hanya menjanjikan keadilan hukum (legal justice).

Padahal mantan Hakim Agung (almarhum) Prof. Bismar Siregar, SH pernah mengatakan: “Rasa keadilan itu jangan dicari pada kitab undang-undang melainkan carilah pada hati nurani, karena pada akhirnya mahkamah yang paling tinggi adalah hati nurani. Untuk mengasah agar hati nurani ini bisa membaca apa yang tersirat maka jalannya adalah dengan berkomunikasi kepada yang menggerakkan hati nurani tersebut yaitu Allah Robbul ‘Alamin”.

Di ruang ini, Majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tidak berani membebaskan seorang office boy. Hendra Saputra, yang hanya berpendidikan sampai kelas 3 Sekolah Dasar, terseret dan duduk di kursi terdakwa, sampai vonis sekarang ini, karena diperdaya oleh majikannya, Riefan Avrian, anak seorang Menteri (Koperasi dan Usaha Kecil Menengah).

Sementara sang Menteri, ayah Riefan, Syarif Hasan, menikmati jabatan tinggi di Partai Politik yang sampai saat vonis dijatuhkan ini masih berkuasa. Bahkan Sang Menteri, juga telah terpilih lagi menjadi ‘wakil rakyat’ untuk lima tahun ke depan, mewakili daerah pilihan di Cianjur, Jawa Barat, daerah yang berbatasan dengan tempat tinggal Hendra Saputra, di Cigombong, Kabupaten Bogor.

Keberanian Riefan Avrian di depan persidangan yang mengakui bahwa dia adalah yang merekayasa semua ini tak dipertimbangkan. Padahal inilah kesaksian Riefan Avrian yang kami kutip saat bersaksi pada tanggal 15 Juli 2014. “Saya melakukan pekerjaan ini dari awal sampai akhir dan saya juga yang melakukan pendanaan terhadap pekerjaan ini. Saya adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas masalah ini.”

Majelis Hakim tidak berani melakukan terobosan dan perubahan untuk negeri ini. Tak salah jika kami mengutip pendapat guru besar dari Universitas Diponegoro, Semarang (almarhum) Profesor Satjipto Rahardjo dalam buku Hukum Progresif (2009: 143). Sikap mempertahankan status quo menyebabkan kita tidak berani melakukan pembebasan dan menganggap doktrin dan sebagainya sebagai sesuatu yang mutlak untuk dilaksanakan. Sikap seperti itu merujuk kepada maksim “rakyat untuk dihukum”. Manusia atau rakyatlah yang dipaksa-paksa dimasukkan ke dalam skema teori yang berlaku. Hukum progresif berpendapat, teori, maksim, dan setelah pikiran adalah sesuatu yang terbuka untuk perubahan.

“Rakyat berarti orang kecil, miskin, pendidikan rendah memang layak untuk dihukum”. Itulah yang terjadi saat ini. Belum ada keadilan yang hakiki di negeri ini. Justice for All (Keadilan untuk Semua), masihlah angan-angan. Kami akan bersikap atas putusan majelis hakim Tipikor terhadap Hendra Saputra saat ini.

Namun, atas nama Tim Penasehat Hukum Lembaga Bela Keadilan untuk Hendra Saputra, kami mengucapkan terima kasih. Terutama atas perhatian masyarakat, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), pegiat anti korupsi, para jurnalis dan pekerja media massa cetak, online, radio maupun televisi. Marilah kita tidak lelah dan terus menjadi mata untuk tegaknya keadilan di negeri ini.

Jakarta, 27 Agustus 2014

Tim Penasehat Hukum Lembaga Bela Keadilan:

Ahmad Taufik, SH, Fahmi Syakir, SH, Iqbal Tawakkal Pasaribu, SH, Unoto, SH.MH, Hedi Hudaya, SH, Alvin Bya, SH, Leiderman, SH, H.Dahlan Pido, SH