Berita
Kronologis Pembubaran Diskusi HMI Pekanbaru
Jumat, 1 April 2016 malam, tersiar kabar Organisasi Front Pembela Islam (FPI) membubarkan secara paksa sebuah forum diskusi yang digelar oleh kelompok diskusi Batas Arus Pekanbaru, Jaringan Filsafat Islam (Jakfi) Pekanbaru, dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), di Gedung Pusat Kegiatan (Pusgit) HMI Cabang, Jalan Melayu, Kelurahan Sidomulyo Timur, Tampan, Pekanbaru.
Sempat beredar kabar bahwa salah satu pemateri diskusi yang datang dari Yogyakarta, AM Safwan dijemput paksa oleh FPI dan diamankan di Kantor FPI Pekanbaru. Ada juga yang mengabarkan bahwa AM Safwan diculik oleh FPI.
Namun, seperti apa sesungguhnya kejadian yang sebenarnya?
Berikut adalah kronologis yang dikirimkan oleh AM Safwan ke redaksi ABI Press melalui email.
1. Pada Jumat malam, 1 April 2016, JAKFI (Jaringan Aktivis Filsafat Islam) Pekanbaru rencananya mengadakan diskusi dalam rangka mengenang kelahiran Putri Nabi Muhammad saw, Fatimah Az Zahra, dengan tema “Perempuan sebagai Rumah Cinta, Air Mata dan Kebangkitan; Sebuah Upaya Mendekatkan Identitas Perempuan Indonesia yang Progresif Historis dan Spiritual.” Diskusi ini merupakan kerjasama antara JAKFI Pekanbaru, Kelompok Diskusi Batas Arus pekanbaru dan HMI Cabang Pekanbaru. Adapun saya, diundang sebagai pembina JAKFI untuk menjadi pemateri dalam acara tersebut.
2. Ketika saya sampai di gedung Pusgit, Panglima FPI Daerah Riau (Ust. Zein) dan sejumlah anggotanya telah hadir di sekitar gedung Pusgit. Saya diminta bertemu dan berdialog. Dalam dialog tersebut saya yang diberitakan sebagai penganut Syiah diminta untuk tidak melanjutkan diskusi karena sejumlah ormas Islam setempat menolak kehadiran Syiah.
3. Setelah melakukan dialog dengan damai, saya sepakat untuk tidak melanjutkan diskusi termasuk acara Short Course Sosio Epistemologi pada keesokan harinya di salah satu kampus di Pekanbaru. Saya melihat dalam dialog tersebut, Panglima Daerah FPI memahami kelompok-kelompok dalam Syiah (Rafidhi Takfiri dan Mu’tadhili/ Moderat). Dalam dialog itu juga saya melihat iktikad baik Panglima Daerah FPI membantu saya terhindar dari kemungkinan kekerasan dari kelompok orang yang menolak kehadiran saya. Panglima Daerah FPI ingin penyelesaian damai tanpa kekerasan.
4. Di sela-sela dialog di luar gedung, ada satu anggota intel polisi setempat yang datang memastikan bahwa tidak akan terjadi kekerasan dalam rencana pembatalan acara tersebut.
5. Massa yang datang bertambah, termasuk anggota FPI dengan menggunakan motor, mobil serta berjalan kaki. Beberapa orang yang mengklaim dirinya sebagai pengurus RT/RW setempat juga datang. Sejumlah oknum anggota FPI memprovokasi dan hendak menyerang saya. Suasana tegang dan tak terkendali. Di dalam gedung, saya melihat ada anggota FPI yang menggeledah tas saya dan mengambil satu buku: Fatimah adalah Fatimah karya Ali Syariati. Panglima Daerah FPI tetap berusaha melerai anggotanya dan anggota kelompok lain untuk tidak melakukan kekerasan.
6. Massa yang bukan FPI semakin bertambah banyak. Suasana semakin tegang. Karena ada provokator dari seseorang yang -saya ketahui belakangan dari informasi Panglima Daerah FPI- bukan bagian dari anggota FPI. Provokator itu menuntut saya untuk diamankan karena saya dinilai ‘Syiah Radikal’ (Rafidhi). Terjadi dorong-dorongan dan tarik-menarik karena ada yang terprovokasi untuk menyerang saya. Ada yang meludahi saya yang saya ketahui belakangan ketika saya berada di markas FPI bahwa dia oknum FPI.
7. Panglima Daerah FPI terus menyelamatkan saya dan berusaha membuat suasana kondusif. Selama itu juga, saya dihujat oleh sejumlah orang. Selama saya berada di lokasi tersebut hingga ketegangan terjadi dan beberapa insiden (saya juga melihat ada motor yang dijatuhkan) saya tidak melihat ada polisi berseragam di lokasi kejadian.
8. Saya diminta oleh salah satu anggota FPI untuk segera dibawa ke markas FPI untuk berdialog di sana. Dia juga mengundang sejumlah perwakilan dari ormas untuk hadir berdialog di markas FPI.
9. Di markas FPI, saya diterima oleh Ketua FPI Daerah Pekanbaru (setahu saya namanya, Ust. Hasibuan). Saya merasa diperlakukan dengan manusiawi sehingga terjadi dialog yang lebih kondusif. Selain anggota FPI, sejumlah perwakilan ormas termasuk anggota intel Polda setempat hadir di markas FPI. Di sana, terjadi dialog dan klarifikasi tentang isu-isu, khususnya masalah Syiah yang dituduhkan kepada saya dan yang ditanyakan oleh peserta yang hadir di sana. Sayangnya, menurut Ketua FPI Daerah, ada orang yang getol selama ini mengkampanyekan Anti-Syiah di Pekanbaru tidak datang dalam forum dialog dan mengklarifikasi padahal objek yang dituduhkan sudah ada.
10. Di sela-sela dialog yang kondusif, ada anggota FPI yang meng-copy file-file saya di laptop dan hardisk, termasuk file kamera. Memotret beberapa catatan pribadi saya dalam buku. Ada juga yang meminta buku yang saya bawa (ada 4 buku). Di dalam ruang dialog, ada satu orang anggota intel Polda yang meminta data-data saya.
11. Berdasarkan beberapa pertimbangan dalam forum itu, saya diminta membuat surat yang menyatakan bahwa saya tidak akan menyebarkan ajaran yang berbau Syiah di Pekanbaru dan saya menyetujui karena saya merasa memang ke Pekanbaru lebih banyak menekankan pada aspek pemikiran intelektualisme Syiah bukan akidah Syiah (teologi). (Walaupun ada peserta dalam forum tersebut menanyakan “Apakah saya menyebarkan Syiah di Pekanbaru ini?” dan saya menjawab, “Saya memiliki keyakinan Syiah (Mu’tadhilah), iya. Tetapi pemikiran yang saya sebarkan saya lakukan secara terbuka dan dialog melalui tema-tema filsafat dan tasawuf.”) Dalam konteks acara ini, intelektualisme Dr. Ali Syariati dengan bukunya ‘Fatimah adalah Fatimah’. Buku ini telah saya berikan kepada anggota FPI yang memintanya sebagai iktikad baik saya menunjukkan buku yang kami kaji adalah buku intelektualisme Syiah sebagaimana di HMI pun, tradisi intelektualisme Barat dan Islam lazim dikaji.
12. Terdapat banyak hal; dialog dan klarifikasi dalam forum tersebut yang intinya saya menunjukkan keyakinan saya terhadap Syiah berkaitan dengan sebuah ajaran yang Mu’tadhilah dari garis Syiah Imamiyah bukan Syiah Rafidhah (yang menghina dan mengkafirkan sahabat Nabi). Dan Syiah yang saya yakini adalah Syiah yang mencintai keluarga (Ahlulbait) Nabi, dan kajian saya sebagai sebuah kajian yang banyak bersentuhan dengan kajian tasawuf.
13. Setelah dialog, FPI memberikan tempat untuk menginap dan saya makan bersama dengan beberapa anggota FPI dan berdialog secara bersahabat karena kesepahaman kami bahwa kami sama-sama mencintai Ahlulbait Nabi walaupun berbeda dalam mazhab fikih.
14. Sejumlah barang saya yang masih di hotel, juga diambilkan oleh anggota FPI. Pada keesokan subuhnya, 2 April, saya salat Subuh berjamaah bersama anggota FPI di masjid dekat markas FPI, sebelum diantar oleh Ketua FPI Daerah ke bandara Pekanbaru Riau. Saya tiba di Yogyakarta pada pukul 10.00 WIB.
Dari kronologis tersebut, AM Safwan berharap masyarakat dapat melihat sebuah kelembagaan (FPI) secara proporsional. Dia menegaskan bahwa tampak jelas posisi FPI yang direpresentasikan oleh Ketua dan Panglimanya, meski memang tak dapat dipungkiri ada oknum-oknum yang melakukan hal yang berseberangan dengan pernyataan Ketua dan Panglima FPI.
Menurut Safwan, persoalan penolakan kehadirannya oleh FPI lebih dikarenakan situasi dan konteks Pekanbaru yang masih menganggap Syiah dalam kategori yang general (Rafidhah) yang belakangan sangat gencar dikecam oleh Salafi Wahabi dalam kampanye anti-Syiah mereka.
Safwan berharap agar masyarakat tidak menggeneralisasi Syiah. Karena Syiah juga ada yang takfiri (seperti mengkafirkan sahabat Nabi) dan ada yang tidak.
“Bahkan ada Syiah yang mengharamkan menghina simbol-simbol yang disucikan Ahlusunnah seperti sahabat dan istri Nabi,” tegas Safwan.
Lebih jauh Safwan menekankan bahwa Sunni dan Syiah berada dalam garis nubuwah yang sama. Hal ini tampak sebagaimana Imam Ali as dalam Sunni diyakini sebagai Khalifah dan dalam Syiah sebagai Imam. Sedangkan konflik Sunni-Syiah yang terjadi selama ini, menurutnya hanya bersifat politis.
Namun demikian, Safwan tidak sependapat dan menolak pembubaran acara diskusi teman-teman JAKFI Pekanbaru, Kelompok Diskusi Batas Arus Pekanbaru dan HMI Cabang Pekanbaru. (Lutfi/Yudhi)