Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Kronologi Terbunuhnya Keluarga Nabi di Karbala

Pagi Hari 10 Muharram, usai salat Subuh berjamaah Imam mulai menyusun strategi melawan 10.000 pasukan Umar bin Sa’ad, Imam kemudian menunjuk Zuhair bin Qain sebagai komandan pasukan sebelah kanan dan Habib bin Muzhahir sebagai komandan pasukan sebelah kiri dan panji perang diberikan kepada saudaranya, Abbas

Diriwayatkan ketika mata Imam Husain as menatap pasukan musuh yang sangat banyak itu, Imam langsung menengadahkan tangannya untuk berdoa dan berucap, “Tuhanku! Engkau adalah sandaranku dalam setiap kesulitan dan harapanku dalam setiap penderitaan. Hanya Engkaulah harapanku. Betapa sedihnya aku. Betapa sedihnya aku ketika para penolongku membiarkanku dan musuh mengejekku dan aku karena kedekatanku dengan-Mu mengeluh kepadamu, bukan kepada orang lain. Dan Kaupun membuka kesusahan itu. Oleh karenanya, Engkau adalah Wali dalam setiap nikmatku dan dari-Mu lah semua kebaikan dan Engkau adalah tujuan terakhirku. [Tārikh al-Thabari, jld. 5, hlm. 423]

Sebelum perang dimulai, Imam Husain as bersama dengan beberapa pengikut setianya menaiki kuda menuju pasukan musuh untuk menyempurnakan hujjah kepada pasukan Kufah. Pada saat itu Burair bin Khudhair berada di depan Imam. Imam berkata kepadanya, “Wahai Burair berbicaralah dengan mereka dan berilah nasehat kepada mereka.”

Kemudian Burair pun pergi ke arah pasukan Umar bin Sa’ad dan memberi nasehat.

Imam Husain as memberi nasehat kepada pasukan musuh ketika sebagian besar mereka telah hadir sehinga mereka semua mendengar suara Imam. Imam Husain as pun memulai memberikan nasehatnya dan mengajak ke jalan yang benar. Setelah mengucapkan puji-pujian kepada-Nya, Imam pun mengenalkan diri bahwa Imam Husain as adalah putra dari putri Nabi Muhammad saw, washi dan sepupu nabi, Hamzah, penghulu para syuhada adalah paman ayahku dan Ja’far Thayyar adalah pamannya. Kemudian Imam Husain as mengisyaratkan tentang hadis Nabi Muhammad saw: “Hasan dan Husain penghulu pemuda penghuni surga”.

Setelah Imam Husain as menyampaikan ceramahnya kepada penduduk Kufah, Zuhair bin Qain berkata-kata kepada masyarakat Kufah tentang keutamaan Imam Husain as dan memberi nasehat kepada mereka.  Walaupun di antara pasukan itu, meski nama Syimr disebutkan dengan jelas dalam orasi yang disampaikan oleh Imam Husain as, namun ia tidak memahami isi orasi itu dan nasehat yang disampaikan oleh Zuhair pun dijawab dengan cercaan dan hinaan.

Pasukan Umar bin Sa’ad telah siap untuk berperang, Syimr bersama sekelompok pasukan penunggang kuda mendekat di sekitar perkemahan Imam Husain as. Muslim bin Ausajah telah dekat dengan Syimr dan telah siap untuk melepaskan anak panahnya ke tubuh Syimr, namun Imam Husain as bersabda, “Sesungguhnya aku tidak ingin memulai peperangan ini.”

Namun akhirnya perang itu meletus ketika Umar bin Sa’ad memanggil budaknya, Duraid (Dzubaid) dan berkata: “Hai Duraid, bawalah panji perang itu. Berikan kesaksian kalian di hadapan sang pemimpin (Yazid) bahwa akulah orang pertama yang melepaskan anak panah.” [al-Baladzuri, Ansāb al-Asyrāf, jld. 3, hlm.398; ārikh al-Thabari, jld. 5, hlm]

Kemudian pasukan musuh itu pun melepaskan anak panah secara berkelanjutan. Oleh karena itu, pada permulaannya, penyerangan pada hari Asyura terjadi dalam bentuk kelompok dan selama permulaan penyerangan, beberapa sahabat Imam Husain as telah mereguk cawan kesyahidan. Di antara para komandan pasukan Kufah, Syimr adalah orang yang paling bersemangat dalam memerangi Imam Husain as. Ia bahkan ingin membunuh para wanita dan membakar kemah Imam Husain as di hadapannya.

Sebelum Dhuhur hari Asyura, pasukan musuh mulai serangannya secara membabi buta dari segala penjuru ke pasukan Imam Husain as. Dalam serangan ini, pasukan Imam Husain as terlibat peperangan yang sangat sengit dengan pasukan musuh. Dalam serangan ini, walaupun pasukan berkuda Imam Husain as yang jumlahnya hanya 32 orang, namun mereka mampu bertahan sehingga pasukan musuh yang berjumlah sangat banyak itu menjadi kewalahan. Pada saat itu Azrah bin Qais yang merupakan komandan pasukan berkuda laskar Umar bin Sa’ad terpaksa meminta bantuan dari Umar.

Pasukan Imam Husain as yang terbagi menjadi tiga dan empat kelompok dan mereka terus bertempur untuk melindungi kemah Imam. Mereka menangkis serangan itu dan membunuh para penyerang itu dengan pedang atau anak panah. Kegagalan pasukan Umar bin Sa’ad dalam menghadapi Imam Husain as dan pasukannya menyebabkan anak Sa’ad memerintahkan supaya merusak tenda-tenda Imam Husain as. Kemudian laskar Kufah itu pun merusak tenda-tenda Imam Husain as dari segala penjuru. Pada salah satu serangan ini, Syimr bersama dengan sekelompok pengikutnya menyerang kemah Imam Husain as dari belakang, namun Zuhair bin Qain bersama dengan 10 penolong Imam Husain as yang lain menghalau serangan itu yang membuat mereka menjauh dari perkemahan Imam.

Perang pun berlanjut hingga matahari tergelincir. Pada waktu itu banyak dari penolong Imam Husain as yang telah gugur sebagai syahid.  Dengan tibanya Dhuhur dan waktu salat pada siang hari Asyura, Abu Tsamamah dan Amru bin Abdullah Shaidi mengingatkan Imam Husain bahwa waktu salat telah tiba. Imam pun mengangkat kepalanya dan melihat ke arah langit dan mendoakannya, kemudian bersabda, “Mintalah kepada mereka (pasukan Kufah) untuk memberi kesempatan supaya (kita) menunaikan salat Dhuhur.” [Tārikh al-Thabari, jld. 5, hlm. 438-439]

Pada saat itu, salah seorang anggota pasukan Umar bin Sa’ad, Husain bin Tamim berteriak lantang bahwa salat yang dilakukan oleh Imam Husain as tidak akan diterima. Habib bin Mazhahir marah mendengar kata-kata ini dan ia pun berujar, “Kau beranggapan bahwa salat yang dilakukan oleh Ahlulbait tidak akan diterima, namun menerima salat yang dilakukan oleh orang yang dungu?”

Ketika mendengar perkataan ini, Ibn Tamin dan orang-orang yang ada di sekelilingnya pun menyerang Habib bin Muzhahir dan mereka pun terlibat pertempuran sengit, sehingga menyebabkan syahidnya Habib oleh Budail Shuraim dan Hushain bin Tamim.

Siang hari Asyura, Imam Husain as dan penolong setianya berdiri untuk mengerjakan salat. Imam memerintahkan Zuhair bin Qain dan Sa’id bin Abdullah Hanafi beserta setengah dari jumlah pasukan beliau yang tersisa untuk maju ke depan guna melindungi dari serangan musuh. Begitu mereka memulai salat pasukan Umar bin Sa’ad melepaskan anak panah ke arah mereka, namun Zuhair dan Abdullah menjadikan dirinya sebagai tameng dan menghalangi sampainya anak panah itu tertuju kepada Imam Husain dan pasukannya. Setelah selesai salat, Sa’id bin Abdullah mereguk cawan kesyahidan karena terluka sangat parah. Setelah salat, Zuhair bin Harir, Barir bin Khudhair Hamedani, Nafi’ bin Hilal Jamali, Abis bin Abi Syabit Syakiri, Khandhalah bin Sa’ad Syabami dan mereka satu per satu gugur sebagai syahid.

Setelah syahadah para sahabat Imam Husain as, keluarga Imam Husain as maju ke medan laga. Ali Akbar bin Husain as adalah pemuda yang pertama kali meminta izin dari Imam Husain as untuk maju ke medan perang. Imam pun memberi izin kepadanya. Setelah memperoleh izin dari Imam Husain as, Ali Akbar pergi ke medan perang dan Imam Husain as pun mendoakan untuknya.

Setelah kesyahidan Ali Akbar, saudara-saudara Imam Husain as yang lain menyusulnya mereguk cawan kesyahidan. Keluarga Bani Hasyim yang lain, satu per satu pun gugur syahid seperti putra-putra Muslim bin Aqil dan juga putra-putra Ja’far bin Abi Thalib, ‘Adi bin Abdullah bin Ja’far Thayar dan juga putra-putra Imam Hasan as, Qasim bin Hasan dan saudaranya, Abu Bakar, saudara-saudara Abul Fadhl Abbas, Abdullah, Utsman, dan Ja’far.

Adapun Abu Fadhl, yang merupakan pemegang panji Karbala dan penjaga perkemahan, mempunyai kewajiban untuk membawa air ke perkemahan. Namun ia terkepung oleh pasukan Umar bin Sa’ad ketika hendak mengambil air di tepi Sungai Eufrat. Ia berhadap-hadapan dengan penjaga tepi sungai Eufrat menemui kesyahidannya.

Pasca syahadah sahabat-sahabat dan Bani Hasyim, Abu Abdillah al-Husain as maju ke medan perang. Imam menatap keadaan sekelilingnya, namun Imam tidak melihat seorang penolong pun yang akan menolongnya. Kemudian pandangan Imam Husain tertuju pada badan-badan sahabatnya yang bercerai berai di padang Karbala dan berkata-kata kepada pasukan Kufah, “Apakah ada orang yang akan menjaga haram (keluarga) Rasulullah? Apakah ada di antara kalian yang menyembah Tuhan dan takut terhadap Tuhan? Apakah ada orang-orang yang berteriak dan menjawab seruanku karena Tuhan? Apakah ada orang yang mau menolongku karena Tuhan?” [al-Kharizmi, Maqtal al-Husain as, jld. 2, hlm]

Namun tidak terdengar jawaban dari pasukan Kufah. Imam menghadap ke jasad syuhada dan berucap, “Wahai Habib bin Muzhahir, wahai Zuhair bin Qain, Wahai Muslim bin Ausajah, wahai para pendekar-pendekar gagah berani! Mengapa Aku memanggil nama kalian namun kalian tidak mendengar panggilanku. Aku memanggil kalian, tapi engkau tidak memenuhi panggilanku? Kau telah tidur panjang, namun Aku berharap supaya kalian bangun dari tidur yang indah demi wanita-wanita Ahlulbait, setelah kematian kalian mereka tidak lagi mempunyai pembela dari pembangkangan dan pelanggaran yang mereka lakukan.”

Mendengar teriakan Imam Husain as, jeritan dan rintihan wanita-wanita Ahlulbait terdengar kencang. Imam Sajjad as yang sedang sakit dalam keadaan bersandar pada tongkatnya karena mendengar teriakan Imam Husain as, pergi ke luar kemah. Namun Imam Sajjad as tidak mempunyai kemampuan untuk membawa pedang. Ketika Imam Husain as menyadari hal itu, Imam Husain memanggil Ummu Kultsum untuk mengembalikan Imam Sajjad as supaya bumi tidak kosong dari putra-putra Nabi Muhammad Saw (bumi tanpa hujjah Allah). [al-Kharizmi, Maqtal al-Husain as, jld. 2, hlm. 32]

Imam lalu mendatangi kemah menasehati keluarganya untuk tenang, Imam Husain berpamitan dengan saudari-saudarinya, perempuan-perempuan dan putra-putranya. Ketika Imam Husain as melihat bayi susunya tercekik kehausan, ia mengangkatnya dan membawa ke dekat medan perang dan berkata, “Hai kalian semua! Jika kalian tidak mengasihiku, kasihanilah bayi yang masih menyusu ini!”

Namun mereka juga tidak menaruh kasih sayang sedikit pun, walaupun kepada bayi yang masih menyusu. Harmalah bin Kahil Asadi dari pasukan Kufah melepaskan anak panah dan mengenai leher bayi itu. Bayi mungil bernama Ali Ashgar itu pun syahid [Tārikh al-Thabari), jld. 5, hlm. 448;]

Imam kini dalam kondisi sendirian, untuk beberapa lama pasukan Kufah tidak ada yang datang guna berhadap-hadapan dengan Imam Husain as. Sekali waktu, Imam Husain bermaksud hendak meminum air, namun mereka mengarahkan anak panah ke arah mulut Imam. Walaupun Imam sendirian dan luka sekujur badannya sangat parah, namun Imam Husain as tidak gentar untuk menghunuskan pedangnya.

Setelah beberapa lama berperang, Imam Husain as kembali ke kemah perempuan dan mengajak mereka untuk bersabar. Lalu berpamitan dengan mereka satu per satu. Kemudian Imam menghampiri tempat pembaringan Imam Sajjad as.

Ketika Imam Husain as tengah sibuk berpamitan dengan penghuni kemah, atas perintah Umar bin Sa’ad, pasukan Kufah menyerang kemah Imam Husain as dan Imam Husain as menjadi sasaran anak panah musuh, sampai anak-anak panah menembus tali-tali dan kemah-kemah sehingga menyebabkan ketakukan yang luar biasa bagi penghuni kemah.

Setelah beberapa kali menyerang musuh dan kembali ke tempatnya, Syimr bersama dengan beberapa orang dari pasukan Kufah menyerang kemah Imam Husain as dan memisahkan Imam Husain as dari kemahnya. Ketika Imam menyaksikan hal ini, ia berteriak, “Celakalah kau! Jika kau tidak mempunyai agama dan tidak takut terhadap hari kiamat, paling tidak jadilah orang yang merdeka!” [al-Baladzuri, Ansāb al Asyraf, jld. 3, hlm. 407]

Pasukan pejalan kaki di bawah perintah Syimr telah mengepung Imam namun tidak ada satu pun yang maju. Karena itu, Syimr terpaksa mendorong mereka. Ia memerintahkan kepada pasukan pemanah untuk melesatkan anak-anak panahnya. Kemudian anak panah pun menghujani Imam Husain dari segala penjuru dan karena anak panah sangat banyak, badan Imam terpenuhi anak panah. Kemudian Imam mundur, dan mereka membuat barisan di hadapan Imam.

Diriwayatkan bahwa pukulan pertama atas kepala Imam Husain as dilakukan seorang laki-laki dari Kabilah Kandah. Al-Husain as berhenti untuk beristirahat sejenak, setelah badan beliau melemah dan ketangkasannya mengendur. Tiba-tiba sebuah batu menghantam dahinya selagi beliau berhenti. Dengan bajunya, beliau mengusap darah segar yang mengalir dari dahi suci itu. Mendadak sebuah anak panah beracun dan bercabang tiga lepas dari busurnya, melesat dan tepat bersarang di jantung Imam. Seorang laki-laki bernama Malik bin Nusair mengayunkan pedangnya ke kepala Imam Husain as. Penutup kepala Imam Husain as terbelah dan pedang melukai kepalanya. [Kharizmi, Maqtal al-Husain, hlm. 34]

Kemudian Zar’ah bin Syuraik Tamimi menghantamkan pedangnya ke pundak kiri Imam. Sinan bin Anas melepaskan anak panah ke leher Imam, kemudian Saleh bin Wahab Ju’fi menurut ucapan Sinan bin Anas menghampiri Imam dan menusukkan tombaknya ke pinggang al-Husain. Beliau tersungkur jatuh ke tanah dari kudanya. [al-Baladzuri, Ansāb al Asyraf, jld. 3, hlm. 203]

Syimr mendorong pasukannya untuk menyerang Imam Husain as secara habis-habisan. Namun tidak ada seorang pun yang bersedia. Kemudian Syimr memerintah Khuli bin Yazid untuk memenggal kepala suci al-Husain as. Khuli pun hendak memenggal kepala al Husain, namun ketika ia memasuki tempat pembantaian tangan dan tubuhnya bergetar sehingga ia jatuh ke bumi dan tidak melanjutkan niatnya. Kemudian Syimr dan menurut riwayat lain, Sinan bin Anas turun dari kudanya memenggal kepala Imam Husain as dan memberikan kepala itu kepada Khuli. Pada badan suci Imam, ketika beliau syahid terdapat 33 bekas tebasan pedang dan 34 luka akibat tombak, musuh merampas baju dan melucuti barang-barang yang dikenakan al-Husain dan membiarkan al-Husain telanjang.

Atas perintah Umar bin Sa’ad demi memenuhi instruksi Ibnu Ziyad, 10 orang atas kemauannya sendiri, di antaranya Ishaq Hauyah dan Akhnas bin Murstad dengan kudanya sendiri menginjak-injak jasad Imam Husain as.  Umar bin Sa’ad pada hari itu juga membawa kepala suci Imam Husain as bersama dengan Khuli bin Yazid Ashhabi dan Hamid bin Muslim Azadi. Umar juga memerintahkan untuk memenggal kepala sahabat setia Imam Husain dan pemuda-pemuda Bani Hasyim yang berjumlah 72 kepala. Syimr bin Dzil Jausyan, Qais bin Asy’ats dan Amru bin Hajjaj mengirim kepala-kepala syuhada ke Kufah.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *