Berita
Konsep Imamah, Perspektif Mazhab Ahlulbait
Pandangan mazhab Ahlulbait tentang imamah bertolak dari argumentasi yang disandarkan pada firman Allah Swt kepada Nabi Ibrahim as: Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu seorang imam, dan jawaban-Nya atas permohonannya yang menegaskan, “Dan dari keturunanku”, Dia berfirman: Janjiku tidak meliputi orang-orang yang zalim. [QS. al-Baqarah Ayat 124]
Mereka berpendapat bahwa imamah adalah janji dari Allah yang tidak akan meliputi orang yang berbuat zalim terhadap dirinya dan orang lain. Mereka juga berargumentasi dengan firman Allah Swt tentang hak Ahlulbait as: Sesungguhnya Allah berkehendak untuk menghilangkan kotoran dari kamu, Ahlulbait dan menyucikan kamu sesuci-sucinya, [QS. al-Ahzab: 33] atas kemaksuman Ahlulbait as, Muhammad saw, dan keluarga beliau dari seluruh dosa. Mereka juga berpegang teguh pada sirah Ahlulbait as, karena tidak pernah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kemaksuman tersebut.
Adapun berkenaan dengan argumentasi imamah, mereka mengkaji sirah Rasulullah saw tentang penentuan wali amr sepeninggal beliau saw. Kita akan memahami bahwa beliau dan orang-orang di sekitarnya tidak pernah lupa dengan masalah imamah. Sebagian mereka (Ahlulbait) meminta agar itu diserahkan kepada mereka sepeninggal beliau saw.
Rasulullah saw pernah mengambil baiat dari mereka, untuk menegakkan masyarakat Islam dan mensyaratkan agar “mereka tidak menentang orang yang berhak untuk memegang urusan itu”.
Beliau telah menentukan Imam Ali as. sebagai wazir dan khalifah sepeninggalnya pada hari pertama beliau melakukan dakwah terhadap Islam. Kita telah menyaksikan dalam sejarah bahwa Rasulullah saw selalu menunjuk seorang pengganti mengurusi Madinah ketika hendak keluar kota walaupun dalam jarak satu mil atau lebih dari itu.
Demikian pula, beliau tidak pernah meninggalkan umatnya tanpa pembimbing selama-lamanya. Beliau telah melakukan tindakan seperti yang pernah dilakukan para rasul lainnya, dalam menentukan para washi sepeninggal mereka dan memberitahukan itu kepada umat Islam.
Beliau saw telah menentukan washinya pada beberapa tempat dan waktu berbeda-beda, melalaui berbagai riwayat mutawatir. Di antaranya perkataan beliau pada Salman yang menanyakan perihal washinya, “Sesungguhnya washiku dan tempat rahasiaku adalah Ali bin Abi Thalib.”
Masih banyak hadis lain yang menegaskan bahwa Ali as adalah wali amr sepeninggal beliau. Larena itu, Imam Ali as terkenal dengan julukan al-washi sepanjang sejarah. Julukan ini banyak ditemukan dalam pelbagai syair para oujangga, ucapan para orator, baik dari kalangan sahabat, tabi’in, ulama, khalifah, maupun penguasa.
Ketenaran Imam Ali as dengan sebutan washi penutup para nabi bertentangan dengan politik dan haluan pemikiran para penguasa. Mereka selalu berusaha sekuat tenaga dari generasi ke generasi untuk menyembunyikan pelbagai hadis Rasulullah saw yang menegaskan bahwa Ali as adalah washinya. Baik penegasan ini dengan menggunakan kata washi maupun dengan ungkapan lain, seperti wali dan ulul amr.
Contoh penyembunyian hadis yang telah digunakan mereka, seperti mengganti sebagian hadis dengan ungkapan yang ambigu. Sebagai contoh, mereka melakukan itu terhadap ungkapan “washiku dan khalifahku di tengah kamu” yang maktub dalam hadis Rasulullah saw dengan menggantinya melalui ungkapan, “… begini dan begitu,” menakwil sebagian hadis beliau, melarang penulisan hadis, dan membunuh orang yang menentang arus politik mereka. Seperti pembunuhan terhadap an-Nasa’î, penulis buku ash-Shihâh yang menulis buku keutamaan Imam Ali berjudul Khashâ’ish al-Imam Ali.
Pelarangan ini tidak terbatas pada penyebaran teks-teks hadis Rasulullah saw yang menegaskan hak 12 imam. Bahkan, pelarangan ini meliputi seluruh realitas yang bertentangan dengan kepentingan penguasa.
Berkenaan dengan washî Rasulullah saw. secara khusus, mereka berusaha keras memutar-balikan kenyataan. Mereka melaknat Ali as dalam khutbah salat Jumat kira-kira 90 tahun di seluruh penjuru negeri muslim, kecuali Sijistân (Sistân). Kendati segala penghalang dan kekerasan telah dikerahkan, bahkan orang yang meriwayatkan satu hadis tentang keutamaan Ali dibunuh, ternyata masih ada beberapa hadis yang merugikan kepentingan penguasa tersebar di sebagian buku hadis, tafsir, sirah, dan sebagainya.
Setelah segala kekerasan yang dilancarkan untuk mencegah tersebarnya hakikat ini, ternyata masih tersisa sejumlah hadis Rasulullah saw berkenaan dengan para imam Ahlulbait as. Di antaranya, sabda Rasulullah saw, “Kedudukan Ali di sisiku sebagaimana kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi sepeninggalku.”
Pada peristiwa Ghadir Khum, saat Allah Swt memerintahkan Rasulullah saw menentukan wali amr sepeninggal beliau, turunlah ayat: Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika engkau tidak menyampaikannya, maka engkau belum menyampaikan risalah-Nya, dan Allah menjagamu dari [kejahatan] manusia.
Beliau naik ke atas mimbar yang terbuat dari tumpukan pelana unta dan mengangkat tangan Ali as, seraya bersabda, “Allah adalah waliku dan aku adalah wali kalian. Barangsiapa menjadikan aku sebagai walinya, Ali ini adalah walinya. Ya Allah, cintailah orang yang mencintainya dan musuhilah orang yang memusuhinya.”
Beliau meletakkan surbannya di kepala Ali as, lalu turunlah ayat: Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam sebagai agama bagimu.
Berkenaan dengan Imam Ali as juga diturunkan ayat al-Quran berikut: Sesungguhnya wali kamu sekalian hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan memberikan sedekah sedangkan mereka dalam keadaan rukuk.
Rasulullah pernah bersabda terkait hak Hasan as dan Husain as, “Ini adalah dariku.” Beliau juga bersabda, “Hasan dan Husain adalah dua cucu dari sekian cucu para nabi.”
Berkenaan dengan para imam setelah beliau, yaitu Imam Ali as dan sebelas imam dari keturunannya, Rasulullah saw memberitahukan bahwa mereka adalah ulul amr yang terdapat dalam ayat: Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan ulul amr dari kamu sekalian.
Masih berkaitan dengan mereka, Rasulullah juga bersabda, “Ahlulbaitku selaksa bahtera Nuh. Barangsiapa menaikinya, akan selamat, dan barangsiapa tertinggal darinya, akan tenggelam.”
Rasululah juga menjadikan mereka pendamping al-Quran, “Sesungguhnya aku tinggalkan dua pusaka yang sangat berharga untuk kalian: kitab Allah dan Itrah-ku; Ahlulbaitku. Selama berpegang teguh pada keduanya, kalian tidak akan tersesat sepeninggalku. Dzat yang Maha Penyayang nan Mahatahu telah memberitahuku bahwa keduanya tidak akan berpisah hingga menjumpaiku di telaga Haudh.”
Dari beberapa riwayat tersebut, dapat dipahami bahwa salah seorang dari para imam itu harus berusia panjang dan kekal bersama al-Quran hingga Hari Kiamat.
Beliau juga menentukan jumlah mereka dalam sabdanya, “Agama ini akan senantiasa tegak hingga Hari Kiamat tiba atau 12 orang (telah) berkuasa atas kalian.”
Dalam satu riwayat disebutkan, “Urusan umat manusia akan selalu beres hingga 12 orang.”
Kelanjutan riwayat itu menegaskan, “Kemudian akan terjadi keonaran di mana-mana.” Menurut satu riwayat, “Jika mereka telah meninggal dunia, bumi ini akan menelan penghuninya.”
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa jumlah mereka adalah 12 orang seperti jumlah nuqabâ’ Bani Israil.
Seluruh riwayat itu tidak dapat teraplikasikan selain pada 12 imam dari keluarga Rasulullah saw yang usia salah seorang darinya sangat panjang dan setelah itu, kehidupan di bumi ini akan binasa.
Berikut nama-nama 12 imam, sebagaimana ditegaskan Rasulullah saw dalam hadis-hadis lain:
- Ali bin Abi Thalib, Amirul Mukminin, al-Washî.
- Hasan bin Ali, as-Sibth al-Akbar.
- Husain bin Ali, as-Sibth al-Ashghar, asy-Syahîd.
- Ali bin Husain as-Sajjâd.
- Muhammad bin Ali al-Bâqir.
- Ja‘far bin Muhammad ash-Shâdiq.
- Musa bin Ja‘far al-Kâzhim.
- Ali bin Musa ar-Ridhâ.
- Muhammad bin Ali al-Jawâd.
- Ali bin Muhammad al-Hâdî.
- Hasan bin Ali al-‘Askarî.
- Muhammad bin Hasan al-Mahdi, al-Hujjah, al-Muntazhar.
Para pengikut mazhab Ahlulbait berpendapat bahwa para khalifah — baik dari dinasti Umaiyah maupun Abbasiyah, serta orang-orang yang mengikuti mereka, seperti; para gubernur, imam salat jamaah, dan imam salat Jumat yang tersebar di seluruh penjuru negeri muslim— dalam upaya melanggengkan kekuasaannya, telah mengaburkan pelbagai hadis Rasulullah saw yang menegaskan imâmah Imam Ali bin Abi Thalib as dan para imam keturunannya.
*Murthada Askari, Asy-Syi’ah Hum Ahlussunnah