Berita
Konflik Sektarian Suriah Sengaja Diciptakan Dari Luar Suriah
Bulan Maret memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Suriah, sebab pada bulan ini, lima tahun lalu, demonstrasi pihak oposisi berubah menjadi kekacauan dan dipenuhi isu sektarian yang terbukti potensial menghancurkan Suriah.
Prof. Dr. Taufiq Ramadhan al-Bouthi, Ketua Persatuan Ulama Syam, dalam Seminar Internasional bertema Peran Ulama dalam Rekonsiliasi Krisis Politik dan Ideologi di Timur Tengah di Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat (10/3) menceritakan bahwa pecahnya demonstrasi pertama kali di Suriah terjadi di Masjid Umayyah. Tepatnya setelah Khotbah salat Jumat yang disampaikan ayahanda Taufiq Ramadhan al-Bouthi, yaitu Syeikh Sa’id Ramadhan al-Bouthi. Demonstrasi itu dipimpin anak George Sabra, oposisi Kristen berhaluan Komunis yang berusaha memprovokasi segelintir orang.
“Pertanyaannya, George Sabra yang Kristen dan Komunis tulen, kenapa tiba-tiba mengangkat isu Sunni-Syiah, mengangkat isu sektarian?” tanya Taufiq Ramadhan al-Bouthi. “Kalau saja (isu sektarian itu) bukan persoalan yang memang sengaja diciptakan?” lanjutnya.
Dia kemudian menjelaskan bahwa Suriah merupakan mozaik realitas Islam. Disana ada kelompok Sunni, Syiah, Kristen, Protestan, Katholik, Druze, juga Yazidiyah. Semuanya hidup berdampingan selama ratusan tahun dengan rukun dan damai.
Bahkan di kawasan Bab Tuma, dapat disebut sebagai sebuah kawasan religi, sebab disana, di dalam apartemen hidup masyarakat dari kelompok Sunni, Syiah, Kristen Orthodox, Protestan, Katholik, Yazidiyah dan lain sebagainya. Tapi mereka pun hidup berdampingan dengan rukun. Mereka saling jual-beli, makan dan kenduri bersama.
“Itu sudah sejak ratusan tahun yang lalu. Jadi persoalannya bukan berasal dari dalam negeri kami sendiri. Kami itu tidak ada konflik sektarian sejak ratusan tahun yang lalu,” tegas Taufiq Ramadhan al-Bouthi.
Terkait Syiah, Taufiq Ramadhan al-Bouthi mengatakan bahwa memang ada perbedaan antara Sunni dan Syiah, tapi mereka semua berkumpul seperti biasa dan berdampingan dengan damai dan toleran sebagai tetangga. Pemandangan seperti ini menurut Taufiq Ramadhan al-Bouthi terjadi dimana-mana di Suriah.
“apakah kalau saya berbeda mazhab dengan kelompok lain, maka saya harus memukul dan membunuhnya?” Tanya Taufiq Ramadhan al-Bouthi.
Putra dari ulama besar Syeikh Sa’id Ramadhan al-Bouthi ini kemudian menceritakan bagaimana Menteri Luar Negeri Inggris, tiga tahun sebelum terjadinya konflik di Suriah pernah memuji Suriah dan sangat kagum pada realitas kerukunan dan kedamaian yang ada di Suriah.
Kemudian darimana isu konflik sektarian ini berasal?
“Konflik sektarian yang terjadi di Suriah jelas (sengaja) diciptakan dari luar Suriah,” tegasnya. (Lutfi/Yudhi)