Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Kompensasi Janda Korban Westerling Dinilai Hina RI

Budayawan Indonesia asal Bulukumba, Aspar Paturusi, menilai rencana Pemerintah Belanda memberi kompensasi bagi sepuluh janda korban pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan sebagai bentuk penghinaan.

“Ayah dan kakak saya juga dibunuh dalam peristiwa itu. Mereka pasti tidak rela nyawanya dihargai ratusan juta. Ini penghinaan,” kata Aspar, Ahad (15/9).

Apalagi, lanjut dia, kompensasi tersebut hanya diberikan Belanda kepada sepuluh janda korban pembantaian Westerling yang masih hidup. Sementara di daerahnya sendiri, Bulukumba, terdapat sekitar 200 orang korban tewas akibat kekejaman Westerling.

Itu belum lagi termasuk korban di Pare-Pare, Makassar, dan daerah-daerah lainnya. “Jadi, apalah artinya uang santunan untuk sepuluh janda itu. Nilainya tak sebanding dengan dampak kejahatan yang dilakukan Belanda kala itu,” tuturnya.

Aspar menambahkan, permintaan maaf Pemerintahan Belanda sesungguhnya menjadi tertolak. Pasalnya, negeri kincir angin tidak mengakui 17 Agustus 1945 sebagai Hari Kemerdekaan RI, melainkan 17 Desember 1949.

Artinya, kata dia, Belanda tidak melihat korban pembantaian semasa 1945-1949 sebagai pejuang, tapi ekstremis yang mesti ditumpas.“Karenanya, kompensasi itu menurut saya adalah penghinaan. Tidak saja terhadap keluarga korban pembantaian, tetapi juga terhadap Bangsa Indonesia,” ujar Aspar.

Sebelumnya, Pemerintah Belanda secara resmi meminta maaf kepada Indonesia atas kekejaman perang yang pernah mereka lakukan di masa lalu. Khususnya, pembantaian masal yang dilakukan tentara mereka di negeri ini dalam kurun 1945-1949.

Di antaranya seperti yang terjadi di Karawang Jawa Barat, juga kejahatan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) di Sulawesi Selatan. Selain menyampaikan permintaan maaf, Pemerintah Belanda juga memberikan kompensasi senilai 20 ribu euro (sekitar Rp 300 juta) kepada para janda korban yang tewas dalam berbagai aksi pembantaian itu.

Sumber : Republika