Berita
Komedi Membincang Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual ada dan terjadi di sekitar kita. Komnas Perempuan menyebutkan bahwa terdapat 93.960 kasus kekerasan seksual sejak tahun 1998 sampai dengan 2011 di Indonesia. Namun menurut Dr. Elizabeth Kristi Poerwandari, aktivis perempuan sekaligus dosen Psikologi UI yang menjadi salah satu narasumber diskusi Kekerasan Seksual: How To Be A Survivor yang diadakan Komedi (Kumpul, Obrol dan Mengkaji) BEM Fakultas Psikologi UI di Auditorium Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, fenomena kekerasan seksual bagai puncak gunung es. Jumlah yang tak tercatat bisa lebih banyak lagi.
Menurut Dr. Kristi, masyarakat sendiri kurang begitu mengetahui apa itu definisi kekerasan seksual. Masih banyak yang menganggap bahwa kekerasan seksual itu terbatas pada kasus perkosaan belaka.
Menurut Komnas Perempuan, ada 15 jenis tindakan yang dikategorikan sebagai kekerasan seksual, baik secara verbal maupun tindakan.
“Kekerasan seksual tak hanya perkosaan. Tapi semua tindakan bernuansa seksual yang merugikan salah satu pihak yang menjadi korban,“ terang Dr. Kristi.
Jangan Salahkan Korban
Sementara Dr. I. G. Saraswati P. M. Hum, salah seorang pendamping korban kekerasan seksual menyebutkan selama ini banyak korban yang meski mendapat kekerasan seksual justru takut melaporkan dan menuntut pelaku kekerasan tersebut.
“Mereka takut stigma masyarakat yang bukannya membela, tapi justru mencurigai dan mempertanyakan moralitas korban,”ujar Saraswati. “Kalau melapor mereka takut distigmakan sebagai wanita nakal.”
Dr. Kristi menyayangkan stigma negatif masyarakat ini. Padahal korban semestinya dibela dan dilindungi oleh masyarakat, bukan malah disudutkan. “Jangan cepat menyalahkan korban. Lihat posisi dan situasinya di lingkungannya,” terang Dr. Kristi. “Ingat, kekerasan seksual terjadi ketika ada orang yang memanfaatkan posisinya yang lebih kuat pada korban yang posisinya lebih lemah.”
Selain stigma masyarakat, Dr. Kristi juga mengeluhkan tak adanya penegakan hukum yang jelas bagi pelaku kekerasan seksual. “Tak adanya penegakan hukum yang tegas membuat pelaku tidak jera. Jadi mereka seenak-enaknya terus melakukan itu.”
Lebih lanjut Dr. Kristi menegaskan hal pertama yang harus dilakukan wanita adalah meluruskan pikirannya sendiri agar tak terperangkap dalam falasi cara pandang yang menyudutkan seksualitas perempuan.
“Jangan jadikan diri sebagai objek. Jangan terperangkap pada cara pandang yang menyudutkan seksualitas perempuan,”pesan Dr. Kristi. “Kalau wanita punya keyakinan diri dan pemahaman yang benar, wanita akan lebih mampu menghadapi lelaki yang mencoba menekannya.” (Muhammad/Yudhi)