Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Kisah Syahidnya Zuhair bin Qain, Sahabat Nabi Pembela Ahlulbait

Zuhair bin Qain Albajli mempunyai kedudukan mulia di tengah kaumnya di kufah. Dalam berbagai pertempuran, Zuhair selalu tampil sebagai sosok pemberani. Zuhair juga seorang orator ulung.

Pada hari Tarwiyah (9 Zulhijjah), Zuhair meninggalkan Mekah untuk pulang ke Kufah. Tanpa sengaja, kafilahnya bersaman waktu dan tujuan dengan rombongan Imam Husain as.

Satu hari,  kafilah Imam Husain as berhenti di tempat yang sama dengan rombongan Zuhair. Saat Zuhair sedang makan siang, datanglah seorang utusan ke tendanya. Setelah memberi salam, utusan Imam Husain as berkata,

“Wahai Zuhair. Abu Abdillah Husain bin Ali mengutusku untuk mengundangmu.”

Orang-orang yang sedang makan serempak menjatuhkan makanan di tangannya karena kaget dan heran. Ada apa gerangan hingga Imam meminta Zuhair menghadapnya. Zuhair tampak tenang-tenang saja. Melihat sikap Zuhair, istrinya yang bernama Dalham dan dikenal sebagai pencinta Ahlulbait, spontan berkata,

“Wahai Zuhair, putra Rasulullah memanggilmu, apakah engkau tidak menemuinya? Bukankah sudah sepantasnya engkau segera menghadap untuk mendengarkan apa yang akan disampaikannya lalu kembali lagi kemari.”

Setelah mendengar saran istrinya, Zuhair pun bergegas menemui Imam Husain as. Saat Kembali, terjadi perubahan besar pada diri Zuhair. Ia tampak bergembiradan memerintahkan para pembantunya untuk memindahkan barang-barangnya ke perkemahan Imam Husain as. Lalu, ia berkata kepada istrinya,

“Wahai istriku, aku sekarang menceraikanmu, pulanglah! Aku tidak ingin ada musibah yang menimpamu.”

Setelah itu, ia menghadap para sahabatnya dan berkata, “Siapa di antara kalian yang akan mengikutiku, marilah bersamaku, yang merasa keberatan, maka inilah pertemuan kita yang terakhir.  Aku akan menceritakan pengalamanku saat ikut dalam peperangan di Balanjar, sebuah kota di wilayah Khajairi. Daerah itu dibuka oleh Salman bin Rabiah Bahili dan Salman Farisi. Saat itu, Allah Swt memberi kemenangan dan kami mendapatkan nikmat yang banyak. Salman Farisi pun berkata,

‘Apakah kalian bergembira dengan kemenangan dan mendapat ghanimah ini?’

Kami menjawab, ‘Ya, tentu saja.’

Kemudian Salman melanjutkan, ‘Apabila usia kalian sampai pada masa putra putra Rasulullah saw beranjak dewasa, maka bergembiralah dengan keikutsertaan kalian berjuang bersama mereka, melebihi kegembiraan kalian saat ini. Aku titipkan kalian kepada Allah.’”

Setelah menyampaikan pesan kepada para sahabatnya, Zuhair bergabung dengan rombongan Imam Husain as. Di tengah perjalanan, rombongan Imam Husain as dihadang Alhur, komandan pasukan Yazid yang diberi tugas untuk menjemput rombongan Imam dan mengawalnya ke Kufah. Melihat situasi seperti itu, Zuhair berkata kepada Imam Husain as,

“Wahai putra Rasulullah, bagaimana kalau orang-orang ini kita lumpuhkan lebih dulu agar kita lebih mudah menghadapi pertempuran selanjutnya. Demi umurku, setelah mereka ini, kita akan menghadapi pertempuran dahsyat yang tidak akan dapat dihindari lagi.”

Imam as berkata kepada Zuhair, “Tidak. Bagaimana pun, aku tidak akan menyerang terlebih dahulu.”

Dengan pengawalan pasukan Alhur, kafilah Imam as sampai di bumi Karbala. Di waktu Ashar, hari ke-9 bulan Muharam, prajurit-prajurit pembela kebatilan yang dipimpin Syimmir bin Dzil Jausyan sudah bersiap untuk membantai Imam Husain as. Syimmir berteriak,

“Wahai kuda-kuda Allah, bersiap-siaplah! Bergembiralah dengan surga yang sudah dijanjikan untuk kalian.”

Sungguh aneh perilaku Syimmir. Ia meniru seruan yang selalu diucapkan Rasulullah saw untuk menyemangati para sahabatnya. Sementara ia menggunakannya untuk suatu kebohongan bahkan untuk membantai Ahlulbait Rasul sendiri.

Abbas mendekati Imam as seraya berkata, “Wahai saudaraku, orang-orang ini telah mengepung kita.”

Imam as berdiri sambil berkata kepadanya, “Wahai Abbas, temuilah mereka dan tanya maksud mereka mengepung kita.”

Abbas melaksanakan perintah saudaranya, ditemani Habib bin Muzhahir dan Zuhair. Setelah menanyakan apa maksud mengepung rombongan Imam Husain as, mereka menjawab,

“Kami hanyalah melaksanakan perintah pemimpin kami, Ubaidillah Bin Ziyad untuk mengepung kalian di tempat ini.”

Abbas berkata kepada mereka, “Janganlah kalian tergesa-gesa agar aku dapat menyampaikan jawaban kalian kepada Abu Abdillah Husain as.”

Setelah menyampaikan jawaban mereka kepada Imam, Abbas dan para sahabatnya kembali lagi dan menasihati tindakan mereka yang keliru. Habib berkata kepada mereka,

“Demi Allah, besok hari akan muncul kaum yang sangat buruk menurut pandangan Allah mereka akan membantai anak cucu Rasulullah.”

Azarah bin Qais dari pihak musuh mengejek Habib bin Muzahir, “Lagakmu yang menganggap dirimu suci, kau takkan mampu menghadapi kami.”

Zuhair bin Qais menjawab, “Wahai Azarah, hanya Allah-lah yang akan mensucikan kami dan akan memberi petunjuk, wahai Azarah, bertakwalah kepada Allah, aku nasihatkan janganlah engkau membantu orang-orang sesat membantai jiwa-jiwa yang suci.”

“Wahyu Zuhair, menurut pandangan kami engkau bukanlah pembela Ahlulbait, engkau adalah seorang Usmani, pembela Usman,” jawab Azarah.

“Apakah engkau tidak melihat bahwa sekarang aku berada di pihak Ahlulbait. Memang aku tidak menulis surat kepada Imam Husain sebagaimana penduduk Kufah, tidak mengirim utusan seorangpun kepadanya, tidak berbaiat kepadanya, namun perjalanan yang sama telah mempertemukan aku dengannya, ketika aku melihatnya seakan-akan mengingatkanku bahwa ia adalah putra Rasulullah, aku menyadari kedudukannya yang mulia, maka aku mengambil keputusan bahwa sudah menjadi kewajibanku untuk membelanya,” jawabnya.

Malam ke-10 Muharram Imam Husain mengatakan kepada para pengikutnya yang apabila keberatan mengikuti pertempuran besok hari untuk segera pulang kembali ke Mekah. Mendengar hal itu Zuhair berkata kepada Imam as,

“Demi Allah, aku lebih suka terbunuh lalu dihidupkan kembali lalu terbunuh lagi, demikian seterusnya sampai 1000 kali untuk menghalangi orang-orang yang akan membunuhmu wahai Abu Abdillah.”

“Semoga Allah merahmatimu wahai Zuhair,” balas Imam as.

Pada waktu subuh hari Asyura tampak Imam bersama para sahabatnya usai melaksanakan salat berkata,

“Sesungguhnya Allah telah mengizinkan kalian untuk bertempur melawan mereka, bersabarlah menghadapinya.”

Kemudian Imam menyusun dan menyiapkan pasukannya, Zuhair memegang komando di sebelah kanan, Habib bin Muzahir di sebelah kiri, sedangkan bagian tengah dipegang Abbas sambil memegang bendera.

Sebelum pertempuran berlangsung Imam menghadap pasukan Kufah untuk menasehati dan mengingatkan pengkhianatan mereka, demikian pula dengan para sahabat Imam mencoba mengingatkan mereka. Sambil menunggang kuda Zuhair berkata,

“Wahai masyarakat kufah aku peringatkan kalian dengan azab Allah karena sudah menjadi kewajiban seorang muslim menasehati saudaranya, sampai saat ini kita memeluk agama yang sama, apabila sampai terjadi pertumpahan darah di antara kita maka akan terputuslah tali persaudaraan. Kita pun adalah umat yang sama. Sesungguhnya Allah menguji kita semua dengan keturunan Nabi Muhammad. Ketika Allah melihat apa yang akan dilakukan terhadapnya, kami mengajak kalian semua untuk membelanya dan melawan kezaliman yang dilakukan Yazid dan Ubaidillah Bin Ziyad. Sebetulnya kalian sendiri merasakan kebusukan pemerintahan mereka. Mereka telah mengeluarkan mata-mata kalian, memotong tangan kalian, mengikat kalian di batang pohon kurma, mereka telah membantai para ulama dan para pembaca al-Quran kalian seperti Hijir Bin Udawi dan para sahabatnya, Hani bin Urwah dan lain-lainnya.”

Mendengar hal ini masyarakat Kufah mencemoohnya, mereka malah memuji Ibn Ziyad dan bapaknya lalu berkata,

“Demi Allah kami tidak akan berhenti sampai dapat membunuh temanmu itu dan orang-orang yang bersamanya atau kami menyeretnya ke depan pemimpin kami.”

Zuhair pun menanggapinya, “Wahai hamba-hamba Allah, sesungguhnya putra Fatimah lebih layak kalian cintai daripada putra Sumayah. Apabila hati kalian tidak tergerak sedikitpun untuk membelanya maka aku akan memohon kepada Allah agar melindungi mereka dari pembunuhan yang akan kalian lakukan, berlepas dirilah kalian dari Yazid dan Ubaidillah bin Ziyad…

Wahai Syamar Aku tidak akan berbicara denganmu, kamu tidak ada bedanya dengan binatang, demi Allah tidakkah kau tahu ayat Alquran yang berbunyi,

Bergembiralah kalian dengan kehinaan pada hari kiamat kelak dan azab yang sangat pedih”

Syimmir menjawab, “Allah akan mencabut nyawamu dan nyawa temenmu sebentar lagi.”

“Apakah kau akan menakuti kami dengan maut? demi Allah mati bersama Husain lebih aku sukai daripada hidup bersama kalian,” tukas Zuhair.

Setelah gagal menasehati, Zuhair terlibat pertempuran hebat melawan pasukan para pendukung Yazid. Sambil bertempur Zuhair bersyair,

Aku Zuhair putra Qoin
Demi Husain aku akan menumpas kalian dengan pedangku ini

Pada pertempuran ini Zuhair mampu membubuh 120 musuh. Imam Husain berdiri di depan jenazahnya sambil berdoa, “Semoga Allah merahmatimu wahai Zuhair dan semoga Allah melaknat para pembunuhmu dengan laknat yang Allah turunkan kepada orang-orang yang diubah bentuknya menjadi monyet dan babi.”

Dengan kesyahidnya Zuhair meraih hakikat kebenaran, ia kembali kepada kemuliaan ia mengutamakan syahid di jalan Allah daripada hidup bersama orang-orang durhaka. Dia adalah cahaya kedamaian cahaya yang bergerak menyelusuri petunjuk nabi kita semua, Muhammad saw.

Musa Syadr, Syuhada Padang Karbala

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *