Berita
Kisah Syahadah Habib bin Muzahir, Sahabat Sejati Ahlulbait
Habib bin Muzahir termasuk sahabat Rasul saw yang konsisten dengan keislamannya. Hidupnya diabdikan sepenuhnya untuk Ahlulbait hingga syahid menjemputnya. Di masa kekhalifahan Imam Ali as, Habib senantiasa ikut berperang bersama Imam Ali as. Habib dikenal sebagai pembantu terbaik Imam Ali as.
Setelah kesyahidan Imam Ali as, kekuasaan dipegang dinasti Umayyah. Saat itu, Habib tampil menjadi pembela dan pendukung Imam Husain as. Ia senantiasa menyeru dan mengajak orang-orang agar setia kepada Ahlulbait as. Persahabatan teramat istimewa dengan pemuda syuhada (Imam Husain as) ini membuat hidupnya indah dan jiwanya luhur. Keimanan Habib telah mencapai derajat tinggi, ibadahnya pun telah mencapai kedekatan dengan Ahlulbait as.
Kasyi meriwayatkan dari Fadil bin Zabir tentang pembicaraan mereka di suatu waktu,
“Suatu hari, lewatlah Maitsam dengan kudanya. Di tengah perjalanan, ia berjumpa dengan Habib di sebelah majelis Bani Asad. Keduanya terlibat pembicaraan serius, sampai leher kuda mereka saling berhimpitan saking dekatnya.
Habib berkata, ‘Aku seakan-akan melihatmu disalib karena kecintaan terhadap Ahlulbait, perutmu terbelah.’
Kemudian Maitsam berkata, ‘Aku pun melihatmu berjuang di medan tempur dan terbunuh, kepalamu diarak mengelilingi kota Kufah.’
Setelah itu, keduanya terpisah. Orang-orang yang berada di majelis tersebut berkata, ‘Kita belum pernah melihat seorang pembual seperti kedua orang itu.’”
Kasyi kemudian meneruskan ceritanya,
“Majelis tersebut belum bubar ketika tiba-tiba Rashid Alhijr datang mencari Habib dan Maitsam. Kemudian ia bertanya kepada orang-orang yang berada di majelis tersebut. Mereka berkata bahwa keduanya sudah pergi dan menyampaikan kepadanya bahwa kedua orang itu bercerita begini begitu. Rasyid berkata, ‘Semoga Allah menyayangi Maitsam.’
Rupanya ia lupa untuk mengatakan bahwa siapa yang membawa kepala itu akan diberi hadiah 100 dirham. Kemudian Rashid punberkata, ‘Demi Allah, orang ini lebih gila lagi.’ Setelah beberapa waktu berlalu, orang yang hadir di majelis tersebut berkata, ‘Demi Allah, Maitsam tersalib di pintu rumah Ammar bin Haris dan kepala Habib bin Muzahir diarak-arak. Ia dibunuh bersama Imam Husain, kami melihat apa yang mereka perbincangkan, sekarang menjadi kenyataan.’”
Kecintaan Rasulullah pada Habib
Syaikh Mahdi Maharandani bercerita bahwa suatu hari, Rasulullah saw bersama para sahabatnya berjalan bersama. Di tengah jalan tampak dua anak kecil sedang bermain-main. Rasul saw menghampiri mereka dan duduk bersama salah seorang anak tersebut. Beliau menciumi kedua matanya dan mengamatinya dengan penuh perhatian. Lalu mendudukan anak tersebut di pangkuan beliau saw untuk kesekian kalinya. Beliau menciumi anak itu lagi. Para sahabat bertanya mengapa beliau melakukan hal itu. Rasul saw menjawab, “Pada suatu hari, anak ini bermain dengan Husain, aku melihatnya, ia mengambil tanah di bawah kaki Husain dan kemudian mengusapkan di wajahnya. Aku Mencintainya seperti kecintaan anak ini kepada Husain. Jibril mengabariku bahwa ia adalah pembela Husain di medan Karbala.”
Orang-orang yang terpercaya dalam meriwayatkan kisah tersebut mengungkapkan bahwa anak tersebut adalah Habib bin Muzahir yang telah mempertaruhkan jiwa raganya untuk membela Imam Husain.
Ketika peristiwa Karbala terjadi, Habib ikut serta dalam pertempuran tersebut. Sebelumnya ketika rombongan Imam Husein berhenti di Karbala untuk beristirahat, pada saat itu Imam Husain mendapat berita tentang pembelokan masyarakat Kufah karena ketakutan mereka terhadap Yazid, Imam Husain mengirim surat kepada Habib yang isinya sebagai berikut,
“Dari Husain bin Ali untuk seorang laki-laki faqih, Habib bin Muzahir. Amma ba’du, wahai Habib, engkau adalah orang yang paling tahu tentang keluarga Rasul, engkau lebih tahu tentang diri kami dibanding orang lain, engkau mempunyai jiwa juang yang luar biasa, maka sekarang korbankan dirimu untuk kami, kakekku Rasulullah akan mendatangimu di hari kiamat kelak”
Surat tersebut sampai kepada Habib, ketika ia sedang makan bersama keluarga, istrinya menanyakan isi surat tersebut, Habib pun membacakannya, setelah mendengar isi surat tersebut, sang istri menangis lalu berkata, “Demi Allah ya Habib, sedikitpun jangan kau surutkan langkahmu untuk membela cucu Rasul.
Tentu saja wahai istriku aku akan membela sampai aku syahid di hadapannya dan ubanku ini akan ku celup dengan darahku.
Demi Allah wahai Habib, apabila engkau sudah berada di hadapannya ciumlah tangannya untuk mewakiliku dan sampaikanlah salamku kepadanya.
Insya Allah demi kecintaan kita kepada Ahlulbait,” janji Habib kepada istrinya. Betapa bahagianya Habib melihat keikhlasan istrinya karena kecintaannya kepada Ahlulbait.
Di Karbala, ketika Imam Husain telah mengikat 12 bendera dan dibagi-bagikan kepada para sahabatnya, tinggal satu bendera lagi yang belum dibagikan. Sebagian para sahabat meminta ke Imam untuk menyerahkan bendera. Imam Husain berkata, “Pemilik bendera ini akan datang sebentar lagi.”
Lelaki yang yang akan memegang bendera itu pun datang. Ketika rombongan Imam as sedang bercakap-cakap tampak di ujung kota kepulan debu berterbangan, bersama tersingkapnya debu tersebut maka tampaklah Habib beserta budaknya, Ia lalu turun dari kudanya mencium tanah di hadapan Imam Husain sambil menangis, mendengar tangisannya Zainab binti Ali as bertanya,
‘Siapa lelaki itu,’
Salah seorang pengikutnya mengatakan bahwa lelaki itu adalah Habib bin Muzahir.
‘Sampaikan salamku kepadanya.’
10 Muharram 61 H, pertempuran yang tidak seimbang pun dimulai, Habib bin Muzahir bagaikan singa garang yang siap menerkam, seakan-akan dia bukan seorang lelaki tua yang sudah berumur 80 tahun. Ketika bertempur ia mampu merobohkan 62 orang dalam satu kali serangan. Namun, seorang laki-laki dari Bani Tamim menyerang dengan tiba-tiba dan menebas leher Habib, yang lain pun ikut mengeroyoknya. Habib terjatuh dan berusaha bangkit kembali namun tanpa diduga Attamimi menebas kepala Habib dari belakang hingga ia terjatuh kembali, Attamimi menghampirinya dan menebas kepala Habib sampai putus dari lehernya.
Mereka menggantung kepala Habib kemudian di pamer-pamerkan kepada pasukan Kufah. kepala Habib diserahkan kepada Attamimi yang seterusnya akan diserahkan kepada Ibnu Ziyad untuk mengharapkan hadiah. Sebelum dibawa ke Kufah mereka menggantung kepala Habib dan diarak-arak mengelilingi kota kufah.
Berita kesyahidan Habib sampai kepada Imam Husain, lalu Imam berkata,
“Di sisi Allah aku dan sahabatku akan bertemu, hanya kepada Allah engkau menuju, Engkau adalah orang yang mempunyai keutamaan, mampu mEngkhatamkan al-Quran dalam satu malam.”
Begitulah akhir kehidupan Habib bin Muzahir, seorang lelaki merdeka yang penuh kesetiaan. Ia mengakhirinya hidupnya setelah memberi pelajaran kepada kita semua tentang bagaimana menjadi seorang lelaki jantan. Ia menjadi teladan bagi kita dalam ibadah, ketakwaan, kecintaan dan kesetiaannya kepada Ahlulbait juga tentang perjuangan dan pengorbanan jiwanya di jalan Allah untuk meraih keridhaan.
Imam Zainal Abidin as memuliakan Habib dengan memindahkan makamnya untuk bersebelahan dengan makam ayahnya, Imam Husain. Keistimewaannya ini pantas didapatkan karena ilmu, ketinggian martabat, dan kemuliaan di sisi Allah Swt.
Musa Syadr, Syuhada Padang Karbala