Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Kisah Perjalanan Imam Husain as dari Madinah ke Padang Karbala

Meninggalkan Madinah

Setelah kematian Muawiyah pada pertengahan Rajab tahun 60 Hijriah, tampuk kekuasaan secara ilegal beralih  ke anaknya, Yazid. Saat itu masyarakat Islam dipaksa memberikan baiat kepada Yazid. Ia juga memaksa Imam Husain as berbaiat kepadanya.

Yazid berkata kepada Gubernurnya di Madinah, Walid bin Utbah bin Abi Sufyan, “Ambillah baiat dari Husain bin Ali (as)…. Jika ia tidak bersedia memberikan baiat, penggallah kepalanya.”

Imam Husain as pun menolak secara halus. Manakala situasi sudah tak lagi kondusif, Imam Husain as pun berencana meninggalkan Madinah malam itu juga menuju Mekah.

Sebelum meninggalkan Madinah, malam harinya beliau menziarahi pusara datuknya saw, serta ibunda dan abangnya untuk berpamitan. Beliau kembali ke rumah pada dini hari.

Imam mewasiatkan surat kepada saudaranya, Muhammad bin Hanafiyah “… Sesungguhnya aku tidak bangkit untuk kepentingan pribadi dan karena hawa nafsu. Tidak juga untuk melakukan kerusakan. Aku melakukan ini demi memperbaiki umat kakekku. Aku ingin melakukan perintah amar makruf dan nahi munkar. Aku ingin mengikuti teladan dari perilaku kakek dan ayahku, Ali bin Abi Thalib as.”

Bertolak ke Mekah

Pada malam 28 Rajab 60 Hijriah, Imam Husain as bersama 72 orang keluarga dan sahabat setianya meninggalkan Madinah. Setelah menempuh perjalanan selama lima hari, pada 3 Sya’ban 60 Hijriah, rombongan Imam Husain as tiba di Mekah. Imam beserta rombongannya disambut hangat warga Mekah. Mereka lalu melaksanakan ibadah haji di Baitul Haram. Warga Mekah berduyun-duyun mendatangi Imam Husain as. Kondisi ini membuat Abdullah bin Zubair khawatir karena ia berharap penduduk Mekah berbaiat kepada dirinya.

Surat Warga Kufah dan Ajakan Revolusi

Tak lama setelah Imam Husain as memasuki Mekah, penduduk Irak menerima kabar kematian Muawiyah. Mereka juga mendengar  Imam Husain tidak bersedia berbaiat kepada Yazid. Mereka berkumpul di rumah Sulaiman bin Shurad Khuza’i dan memutuskan untuk menyurati dan mengundang Imam Husain as ke Kufah. Pada 10 Ramadhan, terkumpul 600 surat yang masing-masingnya dibubuhi empat tanda tangan. Dalam surat-surat itu, mereka berharap agar Imam Husain as datang ke Kufah.

Namun begitu, beliau tetap memikirkannya matang-matang. Saat itu surat-surat lainnya masih berdatangan hingga mencapai 12 ribu surat. Kemudian Imam menulis  surat balasan yang diberikan kepada Hani bin Hani Sabi’i dan Sa’id bin Abdullah Hanafi, pengikut setianya di Kufah.

Utusan Imam Husain as ke Kufah

Imam Husain as mengutus saudara sepupunya, Muslim bin Aqil untuk membawa surat ke Kufah sekaligus menyelidiki situasi dan kondisi di sana untuk dilaporkan kepada Imam Husain as. Pada pertengahan bulan Ramadhan, diam-diam Muslim meninggalkan Mekah dan pada 5 Syawal tiba di Kufah. Ia tinggal di rumah Mukhtar Tsaqafi. Mengetahui Muslim telah memasuki Kufah, penduduk menemui Muslim dan berbaiat kepadanya. Konon, jumlah warga Kufah yang berbaiat itu mencapai 18 ribu orang. Muslim lalu memberikan surat kepada Abas bin Abi Syabaibi Syakiri untuk disampaikan kepada Imam Husain as. Dalam surat itu dikatakan, “Sebanyai 18 ribu warga Kufah telah berbaiat kepadaku (Muslim). Oleh itu, saat surat itu sampai, bersegeralah kemari.”

Terbunuhnya Muslim bin Aqil

Ibnu Ziyad (gubernur Kufah) mengetahui persembunyian Muslim. Ia pun mengancam warga Kufah. Berangsur-angsur orang-orang itu meninggalkan Muslim bin Aqil. Hingga suatu malam hanya tersisa 30 orang yang menyertainya. Setelah mengerjakan salat Maghrib dan Isya, orang-orang yang tersisa  juga keluar dari Masjid Kufah meninggalkan Muslim sendirian. Akhirnya Muslim mencari perlindungan di rumah seorang perempuan bernama Thau’ah. Seorang pemuda pemabuk membocorkan keberadaan Muslim kepada Ibnu Ziyad. Rumah Thau’ah dikepung. Namun, dengan gagah berani, Muslim menghadang pasukan Ibnu Ziyad dan terlibat pertempuran sengit dengan mereka. Ia akhirnya terluka parah dan ditawan.

Pada hari Rabu, 9 Dzul Hijah (Hari Arafah) tahun 60 H, Muslim akhirnya gugur sebagai syahid setelah dua bulan empat hari tinggal di Kufah.  Utusan Muslim sampai ke tengah rombongan Imam Husain as dan menyampaikan pesan Muslim bin Aqil bahwa warga Kufah tercerai berai (tidak setia) atas baiat yang telah mereka berikan sebelumnya kepada Muslim. Imam Husain as sangat sedih atas kesyahidan Muslim bin Aqil dan Hani bin Urwah.

Imam Husain as ke Kufah

Berita tentang perjalanan Imam Husain as ke Kufah menyebar di tengah khalayak. Abdullah bin Abbas dan Muhammad bin Hanafiyah menghampiri Imam Husain as dan berusaha agar Imam Husain as mengurungkan niatnya pergi ke Kufah. Selepas melaksanakan tawaf di Baitullah dan mengerjakan sa’i antara Shafa dan Marwah, Imam Husain as dan penolong setianya bersiap meninggalkan Mekah. Akhirnya, setelah tinggal selama empat bulan lima hari di Mekah, pada Selasa, 8 Dzulhijjah (hari Tarwiyah), Imam Husain as bersama 72 orang (menurut riwayat lain, 60 orang) yang terdiri dari pembesar serta tokoh-tokoh Kufah, juga para pengikut dan keluarganya, meninggalkan Mekah. Mereka bergerak menuju Kufah.

Diutusnya Qais bin Musahhar ke Kufah

Diriwayatkan bahwa saat tiba di daerah bernama Bathnu al-Ramah, Imam Husain as menyurati warga Kufah dan mengabarkan perjalanannya menuju Kufah. Imam Husain as menyerahkan surat itu kepada Qais bin Musahhar Saidawi. Ketika Qais tiba di Qadisiyyah, sekelompok tentara bayaran Ibnu Ziyad menghentikan dan menginterogasinya. Qais terpaksa merobek surat Imam Husain as yang dibawanya sehingga pihak musuh tidak mengetahui isi surat itu. Ubaidillah sangat murka dan berteriak lantang, “Aku bersumpah demi Tuhan, aku sama sekali tidak akan membiarkanmu, kecuali jika engkau menyebutkan nama-nama yang ditulis Husain (as) atau engkau memilih naik ke atas mimbar untuk memaki dan mencela ayah dan saudara Husain as! Jika begitu, aku akan membebaskanmu dan jika tidak, aku akan membunuhmu!”

Qais pun mengabulkan permintaan Ubaidilah dan naik ke mimbar. Namun, bukannya memaki Imam Husain as, Qais malah berseru, “Aku utusan Husain bin Ali as. Aku datang untuk menyampaikan pesan Imam kepada kalian, penuhilah panggilannya!”

Ibnu Ziyad sangat murka mendengarnya. Ia lantas memerintahkan agar Qais dilemparkan dari atap istana Dar al-Imarah. Qais pun menemui syahadah. Tulang-tulangnya hancur dan remuk.

Bertemu Pasukan Hur bin Yazid Riyahi

Mengetahui Imam Husain as bergerak menuju Kufah, Ubaidillah mengutus Khushain bin Tamim Tamimi, komandan pasukannya, bersama 4000 prajurit ke Qadisiyyah. Dengan itu, rute antara Qadisiyyah, Khaffan, Qutquthaniyah hingga La’la’a dapat diawasi dan orang-orang yang melewatinya dapat diketahui dengan mudah. Hur bin Yazid Riyahi diangkat sebagai komandan dari 1000 prajurit berkuda yang diutus Khusain bin Tamim ke posisi itu untuk mencegat pergerakan Imam Husain as beserta rombongannya.

Pada tengah hari, Hur bin Yazid dan pasukannya berhadap-hadapan dengan Imam Husain as dan rombongannya. Imam Husain as memerintahkan pasukannya memberi minum pasukan Hur dan kuda-kudanya. Para sahabat setia Imam Husain as pun mematuhi perintah itu dan menghilangkan dahaga pasukan musuh, termasuk kuda-kudanya.

Pasukan Hur Salat di Belakang Imam Husain as

Ketika tiba waktu salat Zhuhur, Imam Husain as memerintahkan muadzinnya, Hajaj bin Masruq Ju’fi untuk mengumandangkan azan Zhuhur. Sebelum mengerjakan salat, Imam Husain as mengucapkan pujian kepada Allah Swt dan shalawat atas Rasul-Nya. Lalu beliau bersabda, “Wahai kaumku! Ini hanyalah sebuah dalih saja kepada Allah Swt atas kalian. Aku tidak datang memenuhi kalian jikalau surat-surat kalian tidak sampai kepadaku. Utusanmu pun sampai mendatangiku dan mereka memintaku datang menemui kalian. Karena kalian berkata bahwa kami tidak memiliki imam. Baiklah, jika aku menjadi wasilah bagi kalian agar Tuhan menghidayahi kalian. Oleh itu, jika kalian tetap memegang janji, aku akan datang ke kota kalian dan jika kedatanganku tidak membuat kalian senang, aku akan kembali.”

Hur dan pasukannya hanya terdiam membisu. Kemudian Imam Husain as melaksanakan salat Zhuhur. Hur dan pasukannya pun bermakmum kepada Imam Husain as.

Imam Husain as bersabda, “Aku bersumpah bahwa aku tidak akan ikut denganmu.”

Hur berkata, “Aku tidak bertanggung jawab untuk memerangi Anda, namun aku tidak akan melepaskan tanggung jawab untuk menyertai Anda sampai Kufah. Karena itu apabila Anda tidak mau mengikutiku, pilihlah jalan di mana Anda tidak akan sampai ke Kufah dan tidak pula sampai ke Madinah sehingga aku akan menulis surat kepada Ubaidillah. Jika Anda mau, tulislah surat untuk Yazid. Sehingga langkah ini akan mendatangkan kedamaian dan keberkahan. Langkah ini menurutku baik daripada aku harus berperang melawan Anda.”

Imam Husain Kembali Bergerak

Saat tiba waktu shalat Subuh, Imam Husain as yang berada di persinggahan al-Bidhah, langsung mengerjakan salat Subuh. Kemudian beliau bergerak bersama rombongannya hingga menjelang tibanya waktu salat Zhuhur. Saat itu, beliau dan rombongannya tiba di sebuah tempat bernama Nainawa. Utusan Ubaidillah bin Ziyad membawa surat untuk Hur.

Dalam surat itu, Ibnu Ziyad menyampaikan perintah kepada Hurr, “Dengan datangnya surat ini dan utusanku kepadamu, berlaku keraslah kepada Husain (as), dan janganlah ia diberi jalan kecuali di padang sahara yang tiada bertepi dan tidak ada air! Perintahkan kepada utusanku agar jangan berpisah darimu hingga ia membawa kabar tentang dilaksanakannya perintahku ini. Wassalam.”

Hurr membacakan surat Ibnu Ziyad kepada Imam Husain as. Lalu Imam bersabda kepadanya, “Biarkan kami berhenti di Nainawa atau Ghadhiriyah.”

Imam Husain as Tiba di Karbala

Zuhair, sahabat setia Imam as, berkata,”Di tempat yang dekat ini dan di pinggir sungai Eufrat terdapat tempat sejuk yang mempunyai kekuatan alam karena dari Eufrat kita dapat melihat sekelilingnya kecuali satu tempat.”

Imam Husain as bertanya, “Apakah nama tempat ini?”

“Aqar,” jawab Zuhair.

Imam as lalu berkata, “Aku berlindung kepada Tuhan dari Aqar.”

Karena itu, mereka kembali melanjutkan perjalanan hingga tiba di Karbala.  Sebagian besar literatur melaporkan bahwa hari Kamis, 2 Muharram 61 H, diperingati sebagai hari masuknya Imam Husain dan para penolongnya ke Karbala.

Hurr yang terus membuntuti Imam Husain as berkata, “Berhentilah di sini, karena dekat dengan sungai Eufrat.”

Imam Husain as lalu bertanya, “Apakah nama tempat ini?”

Orang-orang di situ menjawab, “Karbala.”

Imam as pun berkata, “Di sinilah tempat ‘karb’ (kesedihan) dan ‘balā’ (bencana). Ayahku ketika hendak ke Shiffin, melewati tempat ini dan aku bersama beliau saat itu. Ayahku berhenti dan bertanya tentang tempat ini. Aku pun mengatakan kepada ayahku nama tempat ini. Kemudian ayahku berkata, ‘Di sinilah tempat kematian mereka, di sinilah tempat tumpahnya darah.’ Maka orang-orang pun menanyakan maksud kata-kata Imam Ali as. Beliau menjawab, ‘Rombongan dari keluarga Muhammad Saw akan berhenti di sini.’”

Imam Husain as lalu bersabda, “Di sini adalah tempat kita menaruh kendaraan, bawaan, dan perlengkapan; dan (di sini adalah) tempat terbunuhnya kaum laki-laki kita dan tempat tertumpahnya darah-darah kita.”

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *