Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Kisah Hujr bin ‘Adi, Sahabat Pembela Wilayah Imam Ali

Hujr bin ‘Adi bin Jabalah Kindi adalah seorang sahabat Nabi saw dan termasuk salah satu sahabat setia Imam Ali as yang juga tergolong pemuka tokoh Kufah. Ia memiliki peran luar biasa dalam berbagai peperangan, seperti Perang Jamal, Shiffin, dan Nahrawan. Ia akhirnya gugur sebagai syahid di tangan Muawiyah lantaran membela dan memperjuangkan wilayah kepemimpinan Imam Ali as.

Menurut riwayat Masudi, Hujr bin ‘Adi termasuk Muslim pertama yang, di masa pengembangan dan perluasan Islam, memasuki perbatasan ‘Azra’ dan menaklukkan daerah tersebut. Hujr juga menjadi muslim pertama yang syahid karena dibunuh orang suruhan Muawiyah.

Hujr bin ‘Adi dan saudaranya, Hani, memeluk Islam di masa Rasulullah saw. Ia termasuk sahabat Nabi Islam saw yang memiliki kedudukan yang terkenal zuhud, bertakwa, dan rajin beribadah. Menurut sejarawan dan hadis, ia dijuluki dengan Hujr al-Khair. Hujr bin ‘Adi diyakini sebagai sosok yang terpercaya, sangat rajin beribadah, dan hanya meriwayatkan hadis dari Imam Ali as. [Ibnu Asad, jil. 6, hal. 220]

Hujr ikut serta dalam sejumlah peperangan Islam. Di antaranya, perang Qadisiyah (tahun 14, 15, atau 16 Hijriah). Dalam perang Jalula’, Hujr memegang peran penting. Ia menjadi panglima sayap kanan pasukan Amr bin Malik (panglima Sa’ad bin Abi Waqqash). Ia juga ikut serta dalam pembukaan kota Syam, juga termasuk bagian dari pasukan yang membuka dan menaklukan perbatasan ‘Azra’. Dalam suatu riwayat, ia dikenang sebagai pembuka kota tersebut. [Ibnu Asakir, jil.12, hal. 207]

Setelah mengikuti beberapa peperangan yang dimenangkan, Hujr bin ‘Adi memilih tinggal dan menetap di Kufah. Dengan dimulainya pemerintahan Amirul Mukminin as, Imam as berkehendak melantik Hujr sebagai pemimpin kabilah Kindah yang tak lain dari kabilahnya sendiri, dengan mencabut kepemimpinan Asyasy bin Qais. Namun Hujr menyatakan permohonan maafnya kepada Imam untuk tidak menerima jabatan tersebut selama Asyasy masih hidup.

Sewaktu perang Jamal, Imam Ali as melantik Hujr bin ‘Adi sebagai pimpinan kabilah Kandeh, Hadramaut, Qudha’ah, dan Mahrah. Dalam Perang shiffin (tahun 27 H), Hujr termasuk salah satu pemimpin laskar Imam Ali as dan panglima perang divisi pemuda dari kabilah Kandeh.

Dalam Peristiwa Tahkim, Hujr terpilih untuk mewakili masyarakat Irak, menjadi saksi surat perjanjian antara Abu Musa al-Asyari dan Amr bin Ash. Dalam Perang Nahrawan (tahun 38 H), Hujr juga menjadi panglima sayap kanan pasukan Imam Ali as dalam pertempuran melawan kelompok Khawarij.

Selepas kesyahidan Amirul Mukminin as, imamah dijabat Imam Hasan as. Saat itu, Imam Hasan as memutuskan untuk berperang dengan Muawiyah. Proses itu berjalan sampai batas Imam as memandang maslahat untuk menerima perdamaian yang ditawarkan Muawiyah kepadanya. Hujr menjadi orang pertama yang mendatangi Imam as untuk mengajaknya melanjutkan perang. Jawaban Imam as saat itu sebagai berikut: Karena penduduk Irak lebih condong pada perdamaian, beliau lalu memilih damai sehingga jiwa para pengikut sejatinya terjaga. Setelah itu, Hujr menghadap Imam Husain as dan menyampaikan pendapatnya ihwal peperangan melawan Muawiyah. Namun Imam Husain as tetap mengimbaunya untuk taat pada Imam Hasan as. [Dinawari, hal. 220]

Hujr sengit melawan setiap hinaan terhadap Imam Ali as. Tatkala Mughirah bin Syu’bah (gubernur Kufah), atas perintah Muawiyah, melaknat Imam Ali as di mimbar, Hujr dan Amr bin Humuq al-Khuza’i bersama sebagian pengikutnya langsung bereaksi dan melemparinya dengan batu-batu kerikil. Mughirah berusaha membujuk Hujr dengan mengirimkan sejumlah uang. [Dinawari, hal. 223]

Pada 50 Hijriah, gubernur Bashrah, Ziyad bin Abihi, ditunjuk Muawiyah sebagai penguasa Kufah,

Hujr dan pasukannya melempari Amr bin Huraits (wakilan Ziyad di Kufah) dengan batu-batu kerikil saat menjelek-jelekkan dan menghina Amirul Mukminin as. Amr melaporkan itu kepada Ziyad bin Abin, gubernur Basrah dan Kufah sekaligus kala itu. Ziyad bergegas kembali ke Kufah dan mengirim para anteknya untuk menangkap Hujr dan para pengikutnya. Sebagian mereka terbunuh, sementara sebagian lainnya melarikan diri. Hujr bin ‘Adi bersama tiga belas orang lainnya tertangkap. [Thabari, jil. 5, hal.269-270]

Ziyad mengirim para tahanan ke hadapan Muawiyah dengan dikawal seratus prajurit. Perihal para tawanan, ia menuliskan bahwa mereka telah melawan dan menentang pelaknatan terhadap Abu Turab (Imam Ali as) bersama para hadirin. Kesimpulannya, mereka menentang perintah khalifah. Ia menulis surat kesaksian sebagian pembesar Kufah atas penentangan mereka terhadap pelaknatan dan penghinaan Imam Ali bin Abi Thalib as secara terang-terangan. [Ibnu Sa’ad, jil. 6, hal. 219; Masudi, jil. 3, hal. 189]

Setelah Hujr dan para pengikutnya tiba di dekat desa ‘Azra’ (12 mil dari Damaskus), Muawiyah lalu mengeluarkan perintah untuk membunuhnya. Tapi, berkat pertolongan sejumlah orang, Hujr dan enam orang lainnya diberi kesempatan untuk hidup. Namun keselamatan jiwa mereka harus dibayar dengan menghina Imam Ali as. Tentu saja mereka menolak mentah-mentah dan lebih memilih dibunuh. Tujuh orang pengikut Hujr selamat. Yakubi menulis tujuh orang yang terbunuh, namun hanya menyebutkan nama enam orang dari mereka, yang salah satunya adalah Hujr. [Yakubi, jil. 2, hal. 231]

Menurut riwayat Masudi, tujuh orang dari mereka menerima tawaran untuk melaknat Imam Ali as sehingga lolos dari maut, sementara tujuh lainnya dibunuh. Kemudian, orang-orang yang dibunuh itu dikuburkan di liang lahat yang telah dipersiapkan dengan kain kafan terbuka. Mereka pun menemui kesyahidan. Setelah disalati, seluruh jasad suci itu pun disemayamkan. [Masudi, jil. 3, hal. 188-189; Thabari, jil. 5, hal. 275-277]

Malam hari sebelum meneguk cawan syahadah, Hujr dan para pengikutnya melakukan salat salat dua rakaat.  Mengenai sejarah kesyahidannya, terdapat perbedaan pendapat. Thabari dan Ibnu Atsir mengatakan bahwa Hujr syahid pada 51 Hijriah, Yakubi pada 52 Hijriah, dan Ibnu Qutaibah serta Masudi menyebut tahun 53 Hijriah.

Berita kesyahidan Hujr sangat menyayat hati Imam Husain as. Dalam sepucuk surat yang dilayangkan kepada Muawiyah, Imam Husain menyebutkan bahwa salah satu kejahatannya adalah membunuh Hujr. [Thabari, jil. 5, hal. 279]

Kesyahidan Hujr juga menyulut protes dari Ummul Mukminin Aisyah. Tatkala Muawiyah menyebut tindakannya itu untuk memperbaiki umat, Aisyah berkata, “Aku mendengar Nabi saw berkata, ‘… Setelahku, para penduduk di perbatasan ‘Adzra akan terbunuh, di mana Allah Swt dan para penduduk langit murka terhadap pembunuhannya.'” [Ibnu Asakir, Tārikh Madinah Dimasyq, Dar al-Fikr, jil. 12, hal. 226]

Pada 2 Mei 2013 M, makam Hujr dikuasai dan dihancurkan kelompok teroris Jabhat Nushrah. Syukurlah, tak lama kemudian, pasukan pemerintah Suriah berhasil membebaskan kembali makam tersebut. Setelah itu, makam tersebut digali dan tubuh suci itu dipindahkan ke sebuah lokasi yang dirahasiakan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *