Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Kisah Dikuburkannya Jenazah Syuhada Karbala

Setelah peristiwa Asyura, tepat pada malam ke-11 Muharram, Sayyidah Zainab as bergegas mengumpulkan seluruh wanita dan anak-anak. Namun, ia tidak menemukan dua orang anak lagi. Setelah mencari kesana kemari, kedua anak itu sedang tidur berpelukan. Saat digerakkan, baru diketahui bahwa keduanya telah meninggal dunia akibat kehausan.

Mengetahui kejadian ini, pasukan musuh meminta izin Umar bin Saad agar diperbolehkan memberi air kepada anak-anak yang masih hidup. Saat diberi air, mereka enggan meminumnya, dan berkata, “Bagaimana kami bisa minum sementara putra Nabi saw, Imam Husain as, terbunuh dengan bibir kering karena kehausan.”

Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa dua anak perempuan itu adalah putri Imam Husain as. Namun, sebagian pihak berpendapat bahwa masing-masingnya adalah anak dari Imam Hasan as dan Imam Husain as.

Dalam Biharul Anwar, dijelaskan tentang firman Allah Swt kepada Nabi Musa as berkenaan dengan tragedi yang menimpa Imam Husain as, beserta anak-anak dan para sahabatnya,

“Hai Musa, anak-anak kecil mereka mati kehausan sementara orang-orang besarnya (orang-orang yang dewasa), kulit tubuhnya berkerut.”

Sayyidah Zainab as hidup di rumah Ja’far dengan diliputi kekayaan dan pembantu yang banyak. Beliau mampu membawa banyak budak ke Karbala, namun kemudian mengorbankan semuanya dan menempuh kehidupan yang sangat getir.

Baca juga Infografis: Fase Kehidupan Sayidah Zainab Binti Ali AS

Zainab as adalah putri Imam Ali as dan Sayyidah Zahra as. Maka beliau adalah cucu perempuan Rasul saw. Sejak alam tercipta hingga kehancurannya, tak ada ujian yang lebih berat dari ujian yang diterima Imam Husain as. Dalam ujian ini, Zainab as menjadi sekutu setia Imam Husain as. Fungsinya adalah jembatan penghubung antara Imam Husain as dengan umat. Imam Ali Zainal Abidin as pernah mengatakan kepadanya, “Alhamdulillah engkau mengetahui tanpa belajar dan paham tanpa ada orang yang memberitahu.”

Sayyidah Zainab as adalah duplikat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as dalam orasi dan keberanian. Termasuk wanita paling berani setelah Sayyidah Zahra as. Beliau pahlawan penyabar. Allah Swt berfirman: Para malaikat memberi mereka penghormatan, “Keselamatan bagi kalian dari segala keburukan dan hal yang tidak diinginkan berkat kesabaran kalian, sebaik-baik tempat tinggal adalah surga.” Yakni keselamatan bagi kalian dari segala kekurangan. Berkat kesabaran kalian dalam ketakwaan kepada Allah.

Zainab as datang ke tempat pembantaian untuk melihat jenasah saudaranya. Terlihat olehnya begitu banyak luka di sekujur tubuh saudaranya itu hingga tidak ada bagian tubuhnya yang luput dari luka-luka. Tubuh imsan mulia itu tergeletak di antara batu, kayu, dan pedang yang menimbunnya. Saat itu tak seorang pun yang menghiburnya. Sambil terheran-heran, ia bertanya, “Benarkah engkau saudaraku, Benarkah engkau putra ibuku?”

Spontan, Zainab as berteriak lantang, “Wahai Muhammad, para malaikat di langit menyampaikan salawat kepadamu. Ini Husainmu diselimuti darah dan terpotong-potong anggota tubuhnya, sementara anak-anak perempuannya menjadi tawanan.”

Periwayat menuliskan, mendengar teriakan Sayyidah Zainab as, baik kawan maupun lain, kontan ikut histeris menangis.

Kafami meriwayatkan dalam kitab al-Misbah, Sukainah, putri Imam Husain as berkata, “Ketika mendapati ayahku telah terbunuh, aku memeluk tubuhnya yang mulia lalu aku jatuh pingsan. Dalam tidur, aku mendengar ayahku berkata,

‘Wahai pengikut setiaku, setiap kali kalian minum air segar ingatlah aku. Jika kalian mendengar ada orang yang terasing dan mati syahid, tangisilah aku.’”

Umar bin Saad dan pasukannya lalu pergi meninggalkan Karbala menuju Kufah. Mereka menggiring para tawanan yang di dalamnya terdapat Sayyidah Zainab dan banyak wanita lain. Prajurit Umawi menancapkan kepala suci syuhada Karbala di atas tombak.

Pada saat bersamaan, kabilah Bani Asad sedang berkemah di tepi sungai Efrat. Ketika hendak keluar kemah untuk mengambil air, wanita Bani Asad itu melihat jasad para syuhada tergeletak di sekitar sungai. Di antara jasad-jasad itu, salah satunya lebih bercahaya dan menebarkan aroma teramat harum. Pemandangan ini membuat mereka menangis dan berteriak histeris, “Demi Allah, inilah jasad Imam Husain as dan itu jasad keluarganya.”

Mereka bergegas kembali ke kemah seraya berkata, “Kalian hanya duduk-duduk di kemah, sementara Imam Husain as, keluarga, dan sahabat setianya terbujur kaku di tanah dan tertutup debu. Jika kalian benar-benar mencintai mereka, segera kuburkan mereka, jika kalian enggan, biar kami sendiri yang akan menguburkan mereka.”

Mereka menjawab, “Kami takut Umar bin Saad mengirim pasukan untuk menyerang dan membunuh kita kemudian merampas harta kita.”

Sang pemimpin kabilah lalu berkata, “Tempatkan saja seorang pengawas di persimpangan jalan Kufah untuk mengawasi, sementara kita menguburkan jasad itu.”

Saat giliran mengurus jenasah Imam Husain as, mereka menangis. Segala upaya telah dilakukan tapi mereka tetap tak dapat mengangkat tubuh Imam Husain as. Akhirnya merekan memutuskan untuk lebih dulu mengumpukan jasad syuhada yang lain. Mereka tak mengenali satu pun jasad-jasad tersebut, semuanya tanpa kepala dan terbalut debu.

Ketika mereka sedang bercakap-cakap, tiba-tiba datanglah seorang penunggang kuda. Mereka menyingkir, dam penunggang itu pun turun dari kudanya, seraya berjalan dan menjatuhkan diri di hadapan jasad suci Imam Husain as. Ia terus menciumi tubuh itu, menangis sedemikian rupa hingga wajah dan janggutnya basah oleh airmata.

Ia lalu mengangkat kepala dan berkata, “Mengapa kalian berdiri di sini?”

Mereka menjawab, “Kami datang untuk melihat apa yang terjadi.”

Penunggang Kkuda itu berkata, “Tidak, kalian datang untuk menguburkan.”

Mereka menjawab. “Benar, tapi kami tak mampu mengangkat jasad suci Imam Husain as dan tak mengenali jasad para syuhada yang lain.”

Mendengar itu, sang penunggang kuda itu menangis seraya berkata, “Duhai ayah, Abu Abdillah, andai kau hadir dan melihatku menjadi tawanan yang hina.”

Sang penunggang kuda itu berdiri lalu membuat tenda dan berkata, “Kalian gali di sini!”

Ketika mereka telah menggali, penunggang itu menunjuk beberapa jasad dan berkata bahwa mereka kuburkan di sini dan di situ.

Mereka lalu mengangkat 17 jasad tanpa kepala dan menguburkannya di tempat itu. Penunggang kuda itu lalu menggali serta menguburkan semua jasad yang tersisa di tempat itu. Satu jasad dikecualikan.  Kemudian, ia berkata, “Kuburkan ia di sebelah atas kepala yang lain.”

Mereka bermaksud membantu menguburkan jasad Imam Husain as, namun dengan lembut, penunggang kuda itu berkata, “Maaf, kami tidak perlu bantuan kalian.”

Penunggang Kuda itu lantas meletakkan kedua telapak tangannya di punggung Imam Husain as, seraya berkata, “Dengan menyebut nama Allah, dengan kekuatan Allah, di jalan Allah, di atas agama Rasulullah, sungguh inilah yang telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kami. Sungguh benar Allah dan Rasul-Nya. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan kekuatan Allah, Tuhan yang Mahatinggi dan Maha Agung.”

Lalu ia sendirian memasukkan jasad suci itu ke dalam kubur, kemudian meletakkan pipinya ke leher yang tanpa kepala itu sambil menangis dan berkata, “Sungguh beruntung bumi yang menyelimuti jasad muliamu. Adapun dunia setelah ini menjadi gelap, akhirat menjadi semakin benderang dengan kemilaumu. Sejak saat ini kesedihan ku akan abadi, malam-malamku akan dilalui dengan terjaga, hingga Allah memilihkan untukku sebuah tempat di mana kau tinggal di sana. Salam dariku untukmu wahai putra Rasulullah.”

Baca juga Biografi Singkat Imam Ali Zainal Abidin as

Ia lalu menancapkan sepotong kayu di atas pusara Imam Husain as, lantas menyentuhkan tangan dan menulis dengan jarinya, “Inilah makam Husain bin Ali Bin Abi Thalib, dibunuh dalam keadaan terasing.”

Karena penasaran dengan sosok penunggang kuda, kabilah Bani Asad pun bertanya tentang jati dirinya, “Kami bersumpah demi jasad yang anda kuburkan sendirian, beritahukan kepada kami, siapa Anda?”

Penunggang kuda itu berkata, “Akulah imam kalian, Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib.”

Tiba-tiba penunggang kuda itu lenyap dari pandangan.

Abbas Syaikh Rais Kermani, Mega Tragedi

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *