Berita
Kisah Berlebaran di Negeri Orang
Tak ada gema takbir, tak ada hiruk pikuk ibu-ibu yang malam-malam menyiapkan busana kelengkapan untuk salat Idulfitri esok paginya, tak ada riuh tawa anak-anak ribut dengan pakaian istimewa yang siap mereka kenakan menyambut hari kemenangan bagi umat Islam di seluruh dunia itu, sehari sebelum Idulfitri tiba.
Semua berjalan seperti hari-hari yang lain bahkan juga tak ada hari libur pada saat Idulfitri. Itulah yang dirasakan oleh Yudha Zahra, pekerja migran Indonesia dari Ponorogo, Jawa Timur yang sudah 11 tahun ada di Hongkong dan pada Idulfitri 1436 H tahun ini merupakan tahun ke sebelas baginya merayakan Lebaran di negeri orang.
Menjalani lebaran tak seperti kita yang ada di Indonesia dan jauh dari keluarga namun bagi Zahra hal itu tak mengurangi silaturahmi dengan keluarga, saudara juga teman-temannya. “Saya bersilaturahmi dengan kelurga melalui telpon,” ujar Zahra. “Bahkan sekarang lebih canggih, degan video call,”, tambahnya.
Memang ada juga sebagian kisah berlebaran dari para pejuang devisa ini yang mengambil cuti untuk pulang kampung, tapi tidak bagi Zahra. Tahun ini kembali dia merayakan Idulfitri di Hongkong bersama teman-teman buruh migran lainnya yang biasanya bersilaturahmi dengan cara mendatangi sejumlah majelis-majelis. “Juga ketika ketemu di jalan kita saling berjabat tangan dan bermaaf-maafan,” kisah Zahra.
Terkait salat Idulfitri, menurut Zahra ada kelonggaran dan izin dari pemerintah Hongkong untuk melaksanakannya, namun permasalahannya menurutnya adalah izin dari majikan yang belum tentu bisa didapatkan, tergantung dari majikan masing-masing. “Ada yang ambil libur, ada yang ambil izin salat saja lalu pulang,” terang Zahra.
Salat Idulfitri di Hongkong saat ini sudah lebih marak daripada tahun lalu, sebab saat ini banyak organisasi dan majelis yang mengadakan salat Idulfitri dibandingkan tahun lalu yang hanya dilakukan di masjid-masjid dan Coswebe; yaitu tempat buruh migran berkumpul.
Dari semua prosesi perayaan Idulfitri di negeri orang, bagi Zahra ada satu momen yang sangat berkesan, yaitu saat bermaaf-maafan dengan keluarga via telepon, sebab pada momen tersebut rasa haru yang ada di dalam hati seperti meledak, disertai derai tangis dan air mata. “Apalagi saat telepon dengan ayah dan ibu, tak sanggup berkata-kata,” ungkap Zahra.
Menurut Badan Nasional Penempatan dan Perlidungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) selama tahun 2014, kisah berlebaran di negeri orang tak hanya dialami oleh Zahra, tapi juga oleh 25.050 pekerja migran asal Indonesia yang berada di Hongkong, serta 429.872 pekerja migran Indonesia yang tersebar di seluruh dunia. (Lutfi/Yudhi)
Semua berjalan seperti hari-hari yang lain bahkan juga tak ada hari libur pada saat Idulfitri. Itulah yang dirasakan oleh Yudha Zahra, pekerja migran Indonesia dari Ponorogo, Jawa Timur yang sudah 11 tahun ada di Hongkong dan pada Idulfitri 1436 H tahun ini merupakan tahun ke sebelas baginya merayakan Lebaran di negeri orang.
Menjalani lebaran tak seperti kita yang ada di Indonesia dan jauh dari keluarga namun bagi Zahra hal itu tak mengurangi silaturahmi dengan keluarga, saudara juga teman-temannya. “Saya bersilaturahmi dengan kelurga melalui telpon,” ujar Zahra. “Bahkan sekarang lebih canggih, degan video call,”, tambahnya.
Memang ada juga sebagian kisah berlebaran dari para pejuang devisa ini yang mengambil cuti untuk pulang kampung, tapi tidak bagi Zahra. Tahun ini kembali dia merayakan Idulfitri di Hongkong bersama teman-teman buruh migran lainnya yang biasanya bersilaturahmi dengan cara mendatangi sejumlah majelis-majelis. “Juga ketika ketemu di jalan kita saling berjabat tangan dan bermaaf-maafan,” kisah Zahra.
Terkait salat Idulfitri, menurut Zahra ada kelonggaran dan izin dari pemerintah Hongkong untuk melaksanakannya, namun permasalahannya menurutnya adalah izin dari majikan yang belum tentu bisa didapatkan, tergantung dari majikan masing-masing. “Ada yang ambil libur, ada yang ambil izin salat saja lalu pulang,” terang Zahra.
Salat Idulfitri di Hongkong saat ini sudah lebih marak daripada tahun lalu, sebab saat ini banyak organisasi dan majelis yang mengadakan salat Idulfitri dibandingkan tahun lalu yang hanya dilakukan di masjid-masjid dan Coswebe; yaitu tempat buruh migran berkumpul.
Dari semua prosesi perayaan Idulfitri di negeri orang, bagi Zahra ada satu momen yang sangat berkesan, yaitu saat bermaaf-maafan dengan keluarga via telepon, sebab pada momen tersebut rasa haru yang ada di dalam hati seperti meledak, disertai derai tangis dan air mata. “Apalagi saat telepon dengan ayah dan ibu, tak sanggup berkata-kata,” ungkap Zahra.
Menurut Badan Nasional Penempatan dan Perlidungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) selama tahun 2014, kisah berlebaran di negeri orang tak hanya dialami oleh Zahra, tapi juga oleh 25.050 pekerja migran asal Indonesia yang berada di Hongkong, serta 429.872 pekerja migran Indonesia yang tersebar di seluruh dunia. (Lutfi/Yudhi)
Continue Reading