Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Ketua MPR (Mbah Darto): Pemerintah Wajib Belajar Islah!

MPR1Sungguh saya merasa beruntung berkesempatan hadir dalam pertemuan antara delegasi Tim Islah Sampang didampingi Kuasa Hukum dan Advokasi pengungsi dari YLBH Universalia dengan Ketua MPR hari Senin, 18 Nopember 2013 di gedung DPR-MPR RI.

Tim Islah diwakili Ketua LPUI (Lembaga Persatuan Umat Islam) KH. Nur Tamam, Juru Islah atau Penggerak Lapangan Saningwar dan Mujahid, Koordinator Perkumpulan Habaib se-Madura Habib Ali Zainal Abidin bin Yahya. Sementara Kuasa Hukum dan Advokasi pengungsi diwakili oleh Direktur Eksekutif YLBH Universalia Hertasning Ichlas SH, MH.

Banyak hal menarik yang saya amati dalam pertemuan istimewa itu, terutama tentang semua statemen yang disampaikan Mbah Darto selaku Ketua MPR yang baru.

Orang tua paruh baya berperawakan tegap itu menyambut kami dengan jabat tangan erat dan sapaan hangat. “Selamat datang, Saudara,” katanya sambil menatap mata kami satu per satu dengan tatapan lembut bak seorang Bapak kepada anak-anaknya.

Bersahaja, tegas, berwibawa. Itulah 3 kesan pertama yg saya cerap dari sosok Mbah Darto. Itulah moment of truth yg saya rasakan pada saat kami dipersilakan duduk di deretan kursi empuk ruang pertemuan khusus dalam Istana Rakyat itu.

Masing-masing dari kami pun dimintanya memperkenalkan diri, lalu secara bergiliran menyampaikan ‘uneg-uneg’ yg masing-masing kami bawa.

Hampir setengah jam kami diberi kesempatan berbicara. Dan selama itu pula ekspresi wajah serius Mbah Darto dalam mendengarkan curhat kami begitu kentara. Kadang dia manggut-manggut dan sesekali memicingkan mata, kadang menghela napas sambil mengerutkan kening serupa orang kaget dan keheranan.

Tanpa sekali pun dipotong interupsi, akhirnya kami semua pun benar-benar merasa lega berkeluh-kesah tentang beragam derita pengungsi Sampang yg hingga saat ini belum juga pulang.

Secara khusus, sebagai update perkembangan terakhir kasus pengungsi, kami ceritakan tentang Operasi Asrama Haji (rencana pemindahan 20 KK pengungsi ke Asrama Haji Sukolilo untuk ‘dicerahkan’ dan hendak dipaksa melakukan konversi keyakinan sebagai syarat pemulangan) yang untungnya gagal, pada minggu lalu.

Secara umum juga kami sampaikan tentang bagaimana kasus ini diolah dan direkayasa sedemikian rupa oleh pihak Kemenag (dalam hal ini Surya Dharma Ali cs) beserta partainya untuk dijadikan alat dongkrak elektabilitas, ajang bargaining position dan traksaksi politik dengan para Kiai lokal, serta tujuan-tujuan pragmatis lainnya demi kepentingan meraup suara signifikan pada Pemilu 2014.

Tak lupa kami sampaikan juga tentang warga kampung yg ditakut-takuti aparat kepolisian setempat pasca penandatanganan Deklarasi Damai, agar mereka menolak islah dan tak begitu saja menerima kembali pengungsi tanpa adanya syarat pertobatan sebagaimana yang selama ini dan sejak awal dikehendaki para Kiai intoleran dan Menteri Agama Surya Dharma Ali. Padahal sesungguhnya masih ada hubungan kekerabatan dan kekeluargaan diantara warga kampung dengan pengungsi di rusun.

Selain itu tim islah juga menyampaikan tentang makin menjamurnya penyebaran kelompok-kelompok Wahabi/Salafi Takfiri di kampung-kampung berpenduduk miskin dan bodoh di wilayah Madura. Kelompok yang gemar melakukan aksi pengkafiran, penyesatan dan adu-domba, yang dengan keberadaan/aksi-aksi mereka seringkali menimbulkan perpecahan di kalangan umat, ulama/Kiai dan menyulut konflik horizontal di akar rumput.

Tak lupa juga disampaikan tentang hal-hal terpenting yg menjadi misi pertemuan ini. Yaitu permohonan kepada pihak MPR RI agar memberikan penegasan dan tekanan politik kepada pemerintah agar menjalankan perannya sesuai amanah Undang-undang Dasar dalam memberikan perlindungan dan jaminan keamanan terhadap setiap warga negara dalam menganut dan menjalankan keyakinannya, dan juga menjamin terpenuhinya hak-hak konstitusional mereka untuk hidup dan bebas bertempat tinggal dimana pun di seluruh wilayah NKRI.

Menanggapi uneg-uneg, keluh-kesah dan laporan perkembangan terkini kasus Sampang itu, berikut ini pernyataan-pernyataan Mbah Darto yang berhasil saya tangkap di kepala.

“Seumur-umur sejak saya bisa berdiri, baru kali ini saya dengar Syiah di Indonesia disesat-sesatkan. Padahal menurut saya Syiah di Indonesia itu sudah ada ratusan tahun yang lalu di negeri kita. Jika ada yang bertanya manakah yg lebih dulu datang kesini, apakah Syiah atau Sunni, biarlah itu menjadi tugas sejarahwan agama yg menjawabnya. Tapi yang jelas Syiah, tak bisa dipisahkan keberadaannya dengan sejarah bangsa kita.”

“Saya juga heran, kenapa di jaman Orde Lamanya Bung Karno tak pernah ada kasus-kasus macam ini, di jaman Orde Barunya Pak Harto pun tidak. Saat itu Sunni-Syiah bisa hidup berdampingan dengan aman dan damai tanpa permusuhan. Tapi kenapa justru di era reformasi aksi-aksi intoleransi ini makin meningkat jumlahnya? Ini pasti ada penyebabnya.”

“Kita tahu dan sering mendengar bahwa bangsa dan negara kita dibangun bersama oleh semua golongan anak bangsa tanpa membedakan ras, suku, maupun agama mereka. Bukankah Bung Karno sendiri mengatakan bahwa Indonesia itu berdiri bukan diperuntukkan bagi golongan tertentu yg merasa paling berhak atasnya? Indonesia adalah milik bersama semua komponen anak bangsa. Indonesia adalah satu untuk bersama, bersama untuk satu. Bukankah Bung Karno sering bilang begitu?”

“Maka lagi-lagi saya sungguh heran kenapa Indonesia yg sekarang malah marak dengan aksi kaum intoleran yg merasa dirinya paling benar sendiri, seolah-olah mereka menjadi Tuhan? Saya ingin katakan, syirik mereka itu merasa dirinya sebagai Tuhan.”

(Mendengar pernyataan ini, semua hadirin tertawa sambil bertepuk tangan).

“Belum lama saya menjabat sebagai Ketua MPR, kurang lebih baru 4 bulan ini. Saya sangat bersyukur bahwa di usia saya yg sudah tidak tergolong muda lagi ini, saya masih diberikan amanah dan kesempatan untuk mengabdi bagi kepentingan bangsa dan negara.”

“Dan dalam waktu yg 4 bulan itu, sejak awal sudah sering saya sampaikan dan tekankan berulang-ulang tentang 4 Pilar Kebangsaan kita. Yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Keberagaman yg biasa kita sebut dan kita kenal sebagai Bhinneka Tunggal Ika. Itulah yang sering saya sampaikan karena menurut saya, kita semua mesti paham bahwa di Indonesia ini ada begitu banyak keberagaman yang tidak mungkin kita pungkiri. Namun hendaknya dalam keberagaman itu kita hidup wajib saling menghormati dan menghargai satu sama lain sesuai prinsip bangsa kita. Sesuai 4 Pilar Kebangsaan itu.”

“Oleh karena itulah, bila di tengah-tengah kita tiba-tiba ada sekelompok orang yg suka memecah-belah, mengancam, mengkafirkan dan menyesatkan kelompok lain, merekalah sesungguhnya yg dapat kita sebut sebagai orang-orang yang intoleran. Dan karena kita tahu bahwa Indonesia ini beragam tapi satu, sedangkan kelompok-kelompok intoleran pasti mempunyai kepentingan yang bisa mengancam keutuhan NKRI, maka tidak layak lah saya kira kelompok-kelompok intoleran itu ada dan hidup diantara kita di sini, di Indonesia, siapapun dia apakah dia pejabat, kyai atau rakyat biasa. Ya. Mereka, orang-orang intoleran itu saya kira lebih baik keluar saja lah dari Indonesia dan hidup di luar sana, di manapun yg mereka suka.”

(Mendengar pernyataan menarik untuk kedua kalinya ini lagi-lagi hadirin bertepuk tangan dan tertawa)

“Kemudian, terkait kedatangan saudara-saudara jauh-jauh dari Madura hari ini, saya sampaikan terimakasih. Anda semua datang ke sini menyampaikan banyak hal yang selama ini tidak kita ketahui, selain berita dari media yang kita dengar, lihat dan baca. Tapi hari ini, seperti halnya saya, semua wartawan yang hadir di ruangan ini pun sudah mendengar apa yang saudara-saudara sampaikan. Saudara-saudara ini dari kelompok Sunni kan? Kelompok Sunni yang membela Syiah kan? Saudara-saudara juga yg menjadi juru islah sehingga Piagam Perdamaian yang saudara sebut tadi telah benar-benar diteken oleh dua kelompok Sunni-Syiah itu kan?”

“Maka dari itu saya ingin sampaikan bahwa saya sudah memahami semua apa yg saudara-saudara kemukakan. Saya akan tampung semuanya. Semua itu akan benar-benar menjadi perhatian saya.”

“Perlu saya sampaikan juga bahwa selaku Ketua MPR, saya selalu melakukan rapat bersama secara periodik dan berkala dengan Presiden RI. Saya berjanji bahwa dalam rapat periodik mendatang dengan Pak SBY, semua hal yg saudara sampaikan hari ini akan saya sampaikan kepada Pak SBY. Saya ingin sampaikan kabar dari saudara-saudara dan akan saya tanyakan, jika benar Pak SBY pernah berjanji akan segera menyelesaikan kasus pengungsi Sampang ini sesegera mungkin, mengapa kenyataan di lapangan berbicara lain? Kenapa, seperti yang saudara-saudara sampaikan tadi, pemerintah daerah seakan-akan ogah-ogahan melaksanakan perintah Presiden itu? Mengapa pemulangan pengungsi yang sebenarnya masalah sederhana, apalagi dengan adanya islah di akar rumput yang saudara-saudara katakan telah benar-benar terjadi itu, justru malah pemerintah yg membuatnya menjadi rumit dan berbelit-belit?”

“Kalau benar demikian yg terjadi di bawah, maka menurut saya, pemerintah lah yang dalam hal ini perlu segera islah. Pemerintahlah yang perlu islah diantara mereka sendiri agar masalah kemanusiaan ini bisa segera selesai secepatnya.”

(Pernyataan unik ketiga ini pun tak ayal membuat hadirin tak kuasa menahan tawa)

“Apalagi Undang-undang Dasar kita telah menjamin hak tiap warga negara, saya tekankan sekali lagi, hak perorangan atau individu setiap warga negara untuk merdeka dan sejahtera, bebas untuk hidup dan tinggal dimana saja di wilayah NKRI. Undang-undang Dasar kita mengatakan begitu. Itulah amanah Undang-undang Dasar yg wajib kita jalankan dan sudah sepatutnya Negara penuhi.”

“Saya tahu warga yang sekarang menjadi pengungsi itu, 1 tahun 2 bulan seperti tadi saudara-saudara katakan. Mereka adalah warga negara asli Sampang yang sudah hidup dan lahir di kampung halaman mereka secara turun-temurun. Puluhan tahun lamanya. Bukankah diantara mereka yang mengungsi itu bahkan ada yg usianya sudah lebih dari 50 atau 60 tahun? Maka dari itulah saya heran, hukum mana yang membolehkan mereka diusir dari tanahnya sendiri? Hukum apakah yg dipakai sehingga mereka menjadi pengungsi di negerinya sendiri?”

(Sejurus Mbah Darto diam. Setelah menghela napas berat, disasarkannya pandangannya kepada kerumunan kuli tinta di seputar ruangan).

“Kepada para wartawan yg hadir di ruangan ini, hari ini, saya minta kepada kalian semua. Silakan kalian kabarkan semua yang telah disampaikan saudara-saudara kita ini. Bantu mereka agar semua orang tahu nasib yang menimpa saudara-saudara mereka yg selama ini telah menjadi pengungsi. Islah dan perdamaian yang sesungguhnya telah terjadi. Mereka semua bersaudara. Mereka sudah saling berdamai satu sama lain. Karena itu, seharusnya pemerintah segera memulangkan pengungsi ke kampung halaman mereka tanpa syarat macam-macam dan secepatnya.”

“Itulah yg bisa Saya sampaikan, Saudara-saudara. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih.”

Itulah akhir pernyataan Ketua MPR yg konon dikenal sebagai mantan/pensiunan Jenderal Polisi berjiwa Soekarnois itu. Tak mudah digambarkan, betapa saya dan kami semua merasa lega mendengar pernyataan tegas Ketua MPR itu. Lega, karena setidaknya ada harapan yg kembali terang setelah sekian lama redup diterpa angin konspirasi aktor-aktor Kemenag dan Kiai intoleran yg tak henti-hentinya terus ‘bermain’ di lapangan.

Senada dengan Mbah Darto kami berharap bahwa pemulangan Itu akan benar-benar segera dapat terwujud. Kami semua juga berharap, tak ada lagi penindasan atas nama apapun di negeri kita. Apalagi atas nama agama.

Kami akan terus tunggu wujud nyata dari janji presiden yg pernah disampaikannya di berbagai media maupun statemen tegas yang secara langsung pernah disampaikan kepada perwakilan para pengungsi yang pernah menemuinya di Cikeas pada 14 Juli 2013 silam. Bahwa sesama Muslim bersaudara. Bahwa tindak intoleran tak dapat dibenarkan baik menurut Undang-undang maupun etika kemanusiaan.

Selain janji Presiden, kami juga akan tunggu bukti nyata dari janji-janji Menteri Agama, Gubernur Jawa Timur dan para petinggi instansi terkait lainnya.

Kita semua menunggu, masih akan  terulang lagi kah janji-janji palsu berbalut kebohongan publik untuk ke sekian kalinya atas kasus Sampang?

(ABI/ERY)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *