Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Ketua DPW ABI Kalbar Ragukan Keindonesiaan Kelompok Anti Kemajemukan

Jika ada nilai-nilai yang paling diperebutkan di Indonesia, maka itu adalah Pancasila. Sebuah konsep yang hingga kini masih mengandung banyak diskursus; sebagai ideologi, konsep otoritas rezim, ilmu dan sebagainya. Satu yang pasti, semua bersepakat bahwa Pancasila hadir sebagai perekat kehidupan ber-Indonesia.

Menurut Ketua DPW Ahlul Bait Indonesia Kalimantan Barat, Muhammad Darwin, SE., MM, di sela-sela diskusi ringan mengenai Pancasila yang dilakukan internal pengurua DPW ABI Kalbar, lima sila dalam Pancasila mengandung nilai-nilai universal yang akan senantiasa abadi. Nilai-nilai itu meliputi spiritualitas, Humanisme, solidaritas, keadilan dan kesetaraan.

“Bangsa kita sudah sejak lama memiliki nilai-nilai adiluhung ini, jauh sebelum Barat berkampanye mengenai Humanisme dan kesetaraan.”

Pancasila adalah konsep unik yang membedakannya dari Komunisme atau Liberalisme yang kala itu saling bersaing berebut dukungan. Pancasila mampu menjadi pembeda dan menawarkan gagasan rekonsiliatif; Sosialisme-Nasionalisme-Spiritualisme.

“Sosialisme sebagai basis komunal atau bermasyarakat yang merupakan ciri masyarakat Indonesia, Nasionalisme sebagai basis bernegara yang mengikat setiap elemennya serta Spiritualisme sebagai basis religius,“ paparnya.

Karena itu, Darwin memandang bahwa nilai-nilai Pancasila tidak akan bisa tergantikan, sekalipun itu dipaksakan.

“Pada zaman Orde Baru, rezim berupaya menjadikan Pancasila sebagai alat hegemoni untuk mengontrol rakyat dan memberikan penafsiran tunggal. Pada akhirnya otoritas itu tak bertahan lama,” ucapnya lagi.

Pancasila tidak mengingkari identitas primordial setiap kelompok atau golongan, dan pada saat bersamaan, sila-sila tersebut berhasil menarik sebuah benang merah yang mempersatukan di tengah kemajemukan bangsa, sebagai sebuah lingua franca; Indonesia sebagai sebuah bangsa yang terdiri dari kumpulan pulau, wilayah, adat, agama, keyakinan dan keberagaman lainnya.

Keberagaman adalah fakta sosiologis yang tak mungkin dihindari, bukti kesadaran kemajemukan itu tercengkeram erat pada genggaman Garuda Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika.

“Rakyat Indonesia adalah kelompok masyarakat yang sadar pada kemajemukan, sehingga saya meragukan keindonesiaan seseorang yang menolak kemajemukan,” tambah Darwin.

Untuk itulah, pria yang sehari-hari berprofesi sebagai pengajar ini mengajak setiap elemen bangsa menjaga Pancasila sebagai Dasar Negara dan filosofi kebernegaraan yang tak tergantikan hingga akhir zaman, serta mendalami kembali Pancasila.

“Ketika zaman semakin berkembang, maka pemahaman terhadap butir-butir Pancasila pun harus semakin mendalam. Pancasila itu sakti, karena itu jangan lemahkan dengan pemahaman yang sempit terhadap Pancasila,” ungkap ayah satu anak ini.

Darwin menegaskan bahwa arti penting Pancasila harus mendarah daging, bukan sekedar lipsync dan timbul secara reaksioner.

Terkait fenomena pemberitaan PKI yang sekarang marak, ia mengungkapkan bahwa PKI sebagai partai politik sudah lama bubar, sehingga menganggap PKI sebagai ancaman dirasa sudah tak relevan lagi.

“Pak JK saja mengatakan bahwa menganggap PKI muncul lagi adalah sebuah kemustahilan. Jika yang dikhawatirkan adalah berkembangnya Komunisme, maka melawan ideologi harus dengan diskusi dan argumentasi. Pemerintah dan berbagai elemen juga perlu melakukan pendidikan Nasionalisme dan Pancasila,” sarannya.

Mengakhiri diskusi di ruang kerjanya, Darwin mengucapkan selamat atas peringatan Hari Jadi Pancasila.

“Atas nama pribadi dan keluarga besar DPW Ahlul Bait Indonesia Kalbar, saya ingin mengucapkan Dirgahayu Pancasila. Kita bersyukur punya warisan berharga dari masa lalu, yang harus dijaga,” tutupnya. (Hakeem/Yudhi)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *