Berita
Kepeloporan Syiah dalam Seni Tulis di Dunia Islam
Khalid ibn Said ibn Al-‘Ash
Orang pertama yang menulis untuk Rasulullah saw adalah kaum Syiah, sebab Khalid ibn Said ibn Al-‘Ash adalah orang pertama yang menulis untuk beliau saw. Sebagaimana yang dicatat oleh Sayyid Ali ibn Shadruddin Al-Madani di dalam Ad-Darajat Ar-Rafi’ah fi Thabaqot As-Syi’ah, Khalid termasuk di dalam kategori generasi pertama dari Syiah.
Baca juga Kepeloporan Syiah dalam Penyusunan Kitab Sejarah Islam
Sementara Sayyid Al-A’raji memasukkannya ke dalam kelompok tokoh Syi’ah dari sahabat Nabi saw., begitu juga Al-Qodhi Nurullah Al-Mar’asyi di dalam Thabaqot Asy-Syi’ah.
Tatkala membahas ihwal Khalid, Allamah An-Nuri dalam Al-Mustadrak mengatakan: “Ia adalah orang mulia dari Bani Umayyah terdahulu dan termasuk dari para pemegang setia hak kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib as. Rasulullah saw mempercayakan kepadanya urusan zakat di Yaman. Dan ia senantiasa dalam tugasnya sampai mendengar wafat Rasul saw, lalu meninggalkan tugasnya dan bergegas menuju Madinah dan menemani Ali as.
Khalid termasuk salah satu dari dua belas sahabat yang menolak kekhalifan pasca wafat Nabi Saw, sebagaimana yang diriwayatkan dalam sebuah hadis mulia di dalam kitab Al-Khishal dan Al-Ihtijaj”. Data yang sama juga dibawakan oleh Syeikh Abu Ali di dalam kitabnya, Muntahal Maqol fi Ahwal Ar-rijal.
Ubaidillah ibn Abu Rafi
Dan orang yang pertama kali menulis untuk Ali bin Abi Thalib as ialah Ubaidillah ibn Abu Rafi, budak Rasulullah saw. Ibnu Qutaibah dalam Al-Ma’arif berkata: “Ia senantiasa menulis untuk Ali ibn Abi Thalib sepanjang masa kekhalifahannya”.
Ibnu Hajar dalam At-Taqrib mengatakan: “Ibnu Abu Rafi adalah penulis Ali dan satu dari tiga orang yang terpercaya.”
Tentang riwayat hidup Ubaidillah Abu Rafi’e, An-Najasyi mengatakan: “Dan kedua anaknya; Ubaidillah dan Ali adalah penulis Ali ibn Abi Thalib as”
Abu Salamah Al-Khallal
Dan terdapat sekelompok Syiah yang telah menduduki kementerian kesekretariatan; yang pertama di antara mereka ialah seorang warga Kufah yang bernama Abu Salamah Al-Khallal. Ia dikenal dengan kefasihannya yang murni dan wawasannya yang luas tentang sejarah, hadis, syair, siroh, seni debat, tafsir. Ia cakap dalam berargumentasi, pemurah dan wibawa.
Tatkala Harun Ar-Rasyid As-Saffah ditahbiskan sebagai khalifah, ia mengangkat Abu Salamah sebagai menterinya dan mempercayakan urusan negara kepadanya, termasuk dinas-dinas pemerintahan. Maka, Abu Salamah pun dijuluki sebagai menteri Aal (keluarga) Muhammad. Namun ia sendiri menyimpan maksud-maksud tertentu. Ketika ia bergaul dan mengenal baik ihwal kehidupan Bani Abbasiyah, segera ia membelot dari mereka ke Bani (keluarga) Ali as.
Baca juga Kepeloporan Syiah dalam Ilmu Fiqih, Merumuskan dan Menyusunnya Menjadi Kitab
Perubahan sikap ini disampaikannya kepada tiga mata-mata mereka. Tak lama kemudian, As-Saffah membunuh Abu Salamah lantaran kesyiahannya.
Abu Abdillah Ya’qub ibn Dawud
Di antara mereka ialah Abu Abdillah Ya’qub ibn Dawud, seorang menteri Khalifah Abbasiyah, Al-Mahdi.
Ash-Shouli mengatakan: “Ketika itu, sang ayah; Dawud dan saudara-saudaranya menjadi sekretaris Nashr ibn Yasar, gubernur Khurasan. Ya’qub ibn Dawud sendiri adalah seorang Syi’ah. Pada mulanya, ia condong kepada keluarga Abdullah ibn Al-Hasan ibn Al-Hasan,
dan terjadi percakapan intensif dengan mereka, sehingga Khalifah Al-Mahdi yakin akan kesyiahannya. Keadaan itu demikian berlangsung sampai Khalifah Ar-Rasyid berkuasa, lalu mengusirnya. Ya’qub segera pergi ke Mekkah. Belum lama menetap di sana, ia meninggal pada
tahun 186 H.”
Al-Fadhl ibn Sahal
Di antara mereka ialah keluarga Sahal. Mereka adalah menteri-menteri khalifah Al-Ma’mun. Orang pertama dari mereka ialah Al-Fadhl ibn Sahal, sang pemilik dua keutamaan lantaran padanya terhimpun dua kekuatan pedang dan pena. Dan ketika Al-Ma’mun mengalihkan khilafah ke keluarga Ali, Al-Fadhl ibn Sahal bekerja sebagai panitia peralihan ini dengan sangat teliti dan waspada. Namun, Al-Ma’mun pun segera mengetahui penolakan keras keluarga Abbasiyah di Baghdad atas peralihan tersebut sampai mereka menurunkannya dari kekhalifahan lalu membaiat pamannya yang bernama Ibrahim.
Tak ayal lagi, Al-Ma’mun pun kalut dan bingung, hingga menghasut sekelompok orang untuk melakukan konspirasi atas Al-Fadhl ibn Sahal. Al-Fadhl tewas dibunuh oleh mereka di permandian.
Setelah itu, Al-Ma’mun membunuh Imam Ali Ar-Ridha a.s. dengan racun, kemudian mengirimkan ke Baghdad bahwa perkara Ali ibn Musa (Ar-Ridha) yang kalian tolak telah aku tuntaskan. Peristiwa ini terjadi pada tahun 204 H.
Kemudian, Al-Ma’mun mengangkat Al-Hasan ibn Sahal sebagai menterinya. namun, tak lama kemudian, Al-Ma’mun mengalami kegelisahan yang berat akibat kesedihannya atas keadaan saudaranya, sampai ia mengurung diri di dalam rumahnya untuk memulihkan kondisi mental. Ia meminta salah satu sekretarisnya seperti Ahmad ibn Abi Khalid, Ahmad ibn Yusuf dan selain mereka untuk menggantikan posisinya. Al-Hasan ibn Sahal wafat pada tahun 236 H. di masa pemerintahan Al-Mutawakkil.
Ibnu Abi Al-Azhar Muhammad ibn Mazid
Di antara mereka ialah Ibnu Abi Al-Azhar Muhammad ibn Mazid ibn Mahmud ibn Abi Al-Azhar An-Nausyaji, salah seorang sekretaris Khalifah Al-Muntashir dan penulis kitab Al-Haraj wal Maraj; kitab yang mengungkapkan penga-laman Khalifah Al-Musta’in dan Khalifah Al-Mu’tazz serta kisah orang-orang gila yang pintar. Guru-guru besar Syiah telah menyebutkan keberadaan kitab ini di kalangan sahabat Imam Ali Ar-Ridha, Imam Muhammad Al-Jawad dan Imam Ali Al-Hadi as.
Ibnu Abi Al-Azhar wafat pada tahun 235 H di usianya yang kesembilan puluh lebih.
Abul Fadhl Ja’far ibn Mahmud Al-Iskafi
Di antara mereka ialah Abul Fadhl Ja’far ibn Mahmud Al-Iskafi, seorang menteri di masa Khalifah Al-Mu’tazz dan Khalifah Al-Muhtadi.
Abul Hasan Ali ibn Al-Furat
Di antara mereka ialah Abul Hasan Ali ibn Al-Furat. Ia memangku jabatan kementerian sebanyak tiga kali pada masa Khalifah Al-Muqtadir.
Ash-Shouli mengatakan: “Keluarga Al-Furat termasuk keluarga termulia di tengah masyarakat, mereka dikenal dengan kemurahan,
kecerdasan, kesetiaan, kewibawaan dan kebesaran jiwa. Hari-harinya selalu menjadi rujukan masyarakat. Ia senantiasa berpindah-pindah dari satu dinas ke dinas kementerian lainnya, sampai kali ketiga ia tertangkap dan dibunuh. Ini terjadi pada tahun 312 H.”
Abul Fadhl Ja’far
Selain Abul Hasan, ada pula dari keluarga Al-Furat yang menjabat sebagai menteri Khalifah Al-Muqtadir, yaitu Abul Fadhl Ja’far. Pada masa kementeriannya, Al-Muqtadir tewas terbunuh. Lalu, putranya yang bernama Abul Fath Al-Fadhl ibn Ja’far ibn Al-Furat diangkat sebagai menteri Khalifah Ar-Radhi Billah. Lalu, Abu Syuja’ Dhahiruddin Muhammad ibn Hasan Al-Hamadani menjadi menteri Khalifah Al-Muqtadi dan dipecat dari jabatannya atas permintaan Jalaluddaulah Malik Syah kepada Al-Muqtadi. Abu Syuja’ dipecat karena bermazhab Syi’ah. Setelah itu, ia hidup serba zuhud dan memilih tinggal di Madinah sampai menemui ajalnya di sana pada tahun
513 H.
Baca Infografis: Kepeloporan Syiah dalam Ilmu AIquran
Syeikh Abul Ma’ali Hibatullah
Di antara mereka ialah Syeikh Abul Ma’ali Hibatullah ibn Muhammad ibn Al-Muthalib. Ia adalah menteri Khalifah Al-Mustadzhir, dan salah satu ulama dari jajaran menteri. Di antara para menteri, Abul Ma’ali adalah yang terbaik dan paling disegani. Di dalam Jami’ At-tawarikh, ia disebut sebagai penganut Syi’ah.
Penulisnya mengatakan: “Karena mazhab-nya ini, Muhammad ibn Malik Syah tidak menyukai posisi kementeriannya. Segera ia mengirim surat kepada khalifah dan mempertanyakannya; bagaimana mungkin Abul Ma’ali menjadi menteri khalifah sementara dia
penganut Syiah.”
Berkali-kali ia mengirim surat dengan isi yang sama, hingga akhirnya Khalifah Al-Mustadzhir pun memecat Abul Ma’ali. Setelah menerima keputusan ini, Abul Ma’ali mendatangi Sultan Muhammad ibn Malik Syah dan menemuinya dengan perantara Sa’dul Mulk Al-
Auji; menteri Sultan. Ia memohon kepada sultan dan berusaha keras meyakinkannya. Sultan pun mengabulkannya dengan satu syarat; bahwa ia tidak boleh keluar dari mazhab Ahli Sunnah wal Jama’ah selama menjabat sebagai menteri. Selekas itu, Sultan Muhammad mengirimkan surat kepada Khalifah Al-Mustadzhir supaya mengembalikan Abul Ma’ali ke posisinya semula. Tatkala kekhalifahan berganti, ia bertolak ke Isfahan dan bekerja di lingkungan istana Sultan Muhammad ibn Malik Syah sampai akhir hayatnya.”
Syeikh Anu Syirwan ibn Khalid ibn Muhammad Al-Kasani.
Di antara mereka ialah Syeikh Anu Syirwan ibn Khalid ibn Muhammad Al-Kasani. Ia adalah menteri Khalifah Al-Mustarsyid. Ibnu At-Thaqthaqi berkata: “Abu Syirwan adalah seorang tokoh dan lelaki terhormat di tengah masyarakat. Ia menjabat sebagai menteri pada beberapa kesultanan dan kekhalifahan.”
Ibnu Katsir di dalam Ta’rikh-nya menyatakan kesyiahan Anu Syirwan dan berkata: “Ibnu Al-Hariri menulis untuknya kitab Al-Maqomat Al-Haririyah dan menyanjungnya melalui bait-bait qosidah yang panjang. Nama Anu Syirwan juga disebutkan dalam Ta’rikhul
Wuzara’ dan dikatakan: “Ia sungguh terunggul dalam segenap bidang ilmu dan sastra Arab, penguasai penuh seluk beluk sastra dan bahasa Arab. Anu Syirwan menghabiskan sebagian besar usianya dalam menelaah ilmu-ilmu aqli dan naqli.” Anu Syirwan wafat pada tahun 532 H.
Muayyiduddin Muhammad ibn Muhammad ibn Abdul Karim Al-Qummi
Di antara mereka ialah Muayyiduddin Muhammad ibn Muhammad ibn Abdul Karim Al-Qummi, seorang ulama bermazhab Syiah Imamiyah, dari keturunan Miqdad ibn Al-Aswad.
Muayyiduddin menjabat kementerian pada masa Khalifah An-Nashir, Khalifah Adz-Dzahir dan Khalifah Al-Mustanshir sampai hari wafatnya pada tahun 629 H.
Syeikh Muayyiduddin Abu Thalib Muhammad
Di antara mereka ialah Syeikh Muayyiduddin Abu Thalib Muhammad ibn Ahmad ibn Al-‘Alqomi Al-Asadi, seorang menteri Khalifah Al-Musta’shim. Ia telah mengarang untuk khalifah kitab Ash-Shoghoni Al-Lughawil ‘Ibab; sebuah kitab yang indah dalam sastra Arab.
Selain Muayyiduddin ibn Al-‘Alqomi, ‘Izzuddin ibn Abil Hadid juga mengarang untuk khalifah Al-Mu’tashim kitab Syarah Nahjul Balaghah.
Khalifah Al-Musta’shim mengganjar mereka berdua dengan hadiah yang banyak. Sejak saat itu, Muayyiduddin ibn Al-‘Alqomi menjadi pujian para penyair, tempat rujukan ulama. Namun, ia dizalimi oleh sebagian ulama, mereka menuduhnya sebagai pengkhianat kepadanya, padahal ia tidak melakukan kebusukan tersebut.
Dalam rangka menerangkan berapa keteledoran Khalifah Al-Musta’shim dan kelengahannya, Ibnu Ath-Thaqthaqi me-nuturkan: “Al-Musta’shim memiliki seorang menteri bernama ibn Al-‘Alqomi yang mengetahui persoalan yang sebenarnya. Ia mengingatkan Khalifah agar selalu sigap, waspada dan siaga penuh. Namun Khalifah malah bertambah lengah, sebab orang-orang di sekelilingnya selalu meyakinkannya bahwa tak ada ancaman yang berarti dalam masalah tersebut, hanya sang menteri saja yang membesar-besarkan masalah supaya dia mendapatkan perhatian khusus dan impahan kekayaan dari Khalifah, sehingga dengan begitu ia dapat menggalang pasukan untuk menggulingkan Khalifah…”
Tentunya, Muayyiduddin ibn Al- ‘Alqomi adalah orang terpandang dan termulia di jamannya.
Muhammad ibn Ahmad
Di antara mereka ialah Muhammad ibn Ahmad, seorang menteri dan anak seorang menteriMuhammad Abu Sa’ad ‘Amidi. Ia juga ketua perhimpunan seni karang di Mesir sebanyak dua kali.
Muhammad ibn Ahmad termasuk tokoh ilmu Bahasa Arab dan Nahwu. Yaqut mengatakan: “Ia adalah seorang tokoh Nahwu, sastra, pengarang, tinggal di Mesir, dan mengetuai perhimpunan seni karang lalu sempat dipecat, walaupun kemudian memimpin kembali perhimpunan. Ia mengarang kitab Tanqihul Balaghah, Al-‘Arudh, Al-Qowafie, dan lain-lain.”
Muhammad ibn Ahmad wafat pada hari Jumat, 5 JumadilAkhir 433 H.
Saya katakan bahwa Muntajabuddin ibn Babaweih telah membawakan riwayat hidup Muhammad dalam Fehrest Al-Mushonnifin minal Syi’ah. Dalam Kasyf Adz-Dzunun disebutkan tahun wafatnya jatuh pada 423 H., yaitu ketika penulisnya membahas kitab Tanqihul Balaghah.
Abul Qosim Al-Husein ibn Ali
Di antara mereka ialah Abul Qosim Al-Husein ibn Ali ibn Al-Husein ibn Muihammad ibn Yusuf, seorang menteri dari negeri Maroko dari keturunan Bals ibn Behram Kur. Ibunya bernama Fatimah binti Abu Abdillah Muhammad ibn Ibrahim ibn Ja’far An-Nu’mani, penulis kitab Al-Ghaibah, sebagaimana yang dicatat oleh An-Najasyi di dalam Asma’ Mushannifisy Syi’ah, dan IbnuKhalkan di dalam Al Wafiyyat. Kedua ulama ini mendata sejumlah karya-karyanya.
Abul Qosim lahir pada tahun 307 H. Ia menjadi menteri pada pemerintahan Khalifah Mu’tamidaulah di Mushil, lalu pada pemerintahan Khalifah Syarafudaulah Al-Buweihi di Baghdad, lalu pada pemerintahan sultan Ahmad ibn Marwan di kawasan Bakar dan tinggal di sana
dan wafat di daerah Miya Fariqain pada tahun 418 H. Atas dasar wasiatnya, mayat Abul Qosim dibawa ke Najaf, sebagaimana yang terdapat dalam riwayat hidupnya yang bagus dari Wafiyyatul A’yan.
Ibn ‘Amid Muhammad ibn Al-Husein ibn ‘Amid Abul Fadhl
Di antara mereka ialah seorang menteri bernama Ibn ‘Amid Muhammad ibn Al-Husein ibn ‘Amid Abul Fadhl. Ia penulis yang tersohor dan menteri Ruknudaulah Al-Buweihi. Ibnu ‘Amid wafat pada tahun 359 H. atau 360 H. Riwayat hidupnya diulas secara terinci dalam kitab-kitab ulama Syiah ataupun selain mereka.
Al-Hasan ibn Mufadhal ibn Sahlan
Di antara mereka ialah Al-Hasan ibn Mufadhal ibn Sahlan Abu Muhammad Ar-Ramehmarzi. Ia menteri Sultan udaulah Ad-Dailami. Ia pula yang mendirikan dinding-dinding haram Imam Husein as, sebagaimana terdapat dalam Tarikh-nya Ibnu Katsir Asy-Syami. Al-Hasan tewas dibunuh pada tahun 412 H.
Amidul Mulk Abu Nasr Al-Kindi
Di antara mereka ialah ‘Amidul Mulk Abu Nasr Al-Kindi, seorang menteri Taghral Beik. Ia bermazhab Syiah Imamiyah menurut kesaksian Ibnu Katsir dalam Tarikh-nya.
Abul Hasan Ja’far ibn Muhammad ibn Fathir
Di antara mereka ialah Abul Hasan Ja’far ibn Muham-mad ibn Fathir, seorang penulis dan menteri yang terkenal itu.
Ibnu Katsir menyinggungnya bahwa ia adalah salah satu menteri di kesultanan dan penulis Syiah di Irak.
Masih dari Ibnu Katsir dinyatakan: “Tatkala kesyiahan Ibnu Fathir telah dikenal luas, datang seseorang kepadanya dan berkata: ‘Sungguh aku berjumpa dengan Amiril Mu’minin Ali ibn Abi Thalib di dalam mimpiku, beliau menyuruhku; “Temuilah Ibnu Fathir dan katakan kepadanya, ia akan memberimu sepuluh Dinar”. Maka, Abu Fathir bertanya: “Kapan kau melihatnya?”. Orang itu menjawab: “Di permulaan malam”. “Kau benar”, demikian tukas Ibnu Fathir, “Sebab aku melihat beliau di akhir malam dan berpesan kepadaku; bila seorang pengemis menjumpaimu dengan ciri-ciri demikian ini dan meminta sesuatu darimu, maka berilah…”
Saya juga telah menukil kisah ini melalui satu perantara dari Tarikh-nya Ibnu Katsir, yaitu melalui kitab Thabaqotul Qodhi Al-Mar’asyi dalam bahasa Persia.
Mu’inuddin Abu Nashr Ahmad Al-Kasyi
Di antara mereka ialah Mu’inuddin Abu Nashr Ahmad Al-Kasyi, seorang penulis dan menteri Sultan Mahmud ibn Muhammad ibn Maliksyah. Setelah Mu’inuddin, putranya yang bernama Fakhruddin Thahir Al-Kasyi menjadi menteri Sultan Aleb Areslan ibn Thaghral ibn Muhammad ibn Malik Syah. Kemudian, kementerian dilanjutkan oleh sang cucunda; Mu’inuddin ibn Fakhruddin Al-Kasyi.
Syamsuddin Muhammad Al-Juweini
Di antara mereka ialah keluarga Juwein. Salah satunya adalah Sahabat Agung, Syamsuddin Muhammad Al-Juweini yang bergelar sebagai penguasa majelis tinggi kesultanan Muhammad Khorazm Syah dan kesultanan Jalaluddin. Begitu pula saudaranya; ‘Alauddin ‘Athaul Mulk Al-Juweini, lalu ‘Sahabat Mulia nan Bijak’ Bahauddin Muhammad ibn Syamsuddin Al-Juweini.
Dalam hal ini, Syeikh Maytsam Al-Bahrani mengarang Syarah Nahjul Balaghah dengan nama Bahauddin, juga Hasan ibn Ali Ath-Thabarsi mengarang Al-Kamil fi Tarikh dengan namanya lalu menamai karyanya ini dengan judul Al-Kamil Al-Bahaie.
Syarafuddin Harun Al-Juweini
Setelah mereka adalah saudara Bahauddin yang bernama Syarafuddin Harun Al-Juweini. Ia menguasai penuh pelbagai cabang ilmu, bahkan ilmu Musik sebagaimana disebutkan di dalam Majalisul Mu’minin karya Al-Mar’asyi. Kemudian ia menggantikan posisi saudaranya sebagai menteri.
Tentu masih banyak lagi dari kalangan Syiah yang mempelopori seni tulis dalam dunia Islam, namun kami cukupkan ini saja. Silahkan lebih lengkapnya rujuk buku karya Ayatullah Sayyid Hasan Ash-Shadr, Peradaban Syi’ah dan Ilmu Keislaman