Berita
Kepeloporan Syiah dalam Menggagas Ilmu Dirayah dan Membaginya ke Beberapa Cabang Utama
Dalam ilmu hadis, ada dua cabang utama ilmu hadis. Yaitu ilmu riwayah dan ilmu dirayah. Keduanya saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Untuk mengetahui dirayah hadis, baik dari segi historisitas (kualitas sanad) maupun segi pemahaman, sangat diperlukan pengetahuan tentang ilmu riwayah. Tanpa adanya ilmu riwayah, dirayah akan terputus dari konteks historisnya. Baik, histori kemunculannya pada masa Nabi (sababul wurud), maupun histori periwayatannya (sababul irad).
Sebaliknya, kajian ilmu riwayah saja tanpa disertai dengan pengetahuan tentang dirayahnya, akan menjadi kering dan tidak sempurna manfaatnya. Ini karena tujuan utama praktik periwayatan adalah bukan sekadar pengutipan, penyampaian, atau konservasi, melainkan juga pemaknaan, pemahaman dan pengamalan hadis. Dari situlah kemudian ilmu hadis riwayah dan dirayah adalah bak dua sisi mata uang, berbeda namun tak terpisahkan. Seseorang disebut sebagai ahli hadis, juga jika dalam dirinya terdapat dua kompetensi riwayah dan dirayah sekaligus. Jika hanya salah satunya saja, maka lebih tepat disebut sebagai pengamat atau peneliti hadis saja.
Orang pertama yang memulai perintisan dan penggagasan ilmu ini ialah Abu Abdillah Al-Hakim yang lahir di Naysabur (Khurasan-Iran). Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Abdullah. Ia wafat pada 405 H. Semasa hidupnya, Al-Hakim telah mengarang sebuah kitab yang berjudul Ma’rifatu Ulumil Hadis setebal lima jilid, lalu membagi ilmu-ilmu hadis ke dalam 50 cabang.
Baca: Kepeloporan Syiah dalam Seni Tulis di Dunia Islam
Kitab Kasyful Dzunun telah menyatakan kesaksiannya atas kepeloporannya dalam penggagasan ilmu Dirayah, dan mengatakan: “Orang pertama yang memulai penggagasan dan pembagian ilmu Hadis ialah Muhammad ibn Abdullah dari Naysabur, kemudian diikuti oleh Ibnu Ash-Shalah.”
Sementara itu, Al-Jahidz As-Suyuthi menyebutkan dalam kitab Al-Wasail fil Awail, bahwa orang pertama yang menyusun macam-macam ilmu Hadis dan membaginya menjadi beberapa cabang yang masih dikenal sampai sekarang ialah Ibnu Ash-Shalah. Ia wafat pada tahun 643 H.
Data ini tidaklah bertentangan dengan apa yang baru saja kami bawakan. Sebab, Al-Jahidz hendak menyebutkan orang pertama yang mengerjakan hal itu dari kalangan Ahlusunnah, sedangkan Abu Abdillah Al-Hakim adalah seorang Syiah berdasarkan kesepakatan para ulamacAhlusunnah dan Syiah.
Syeikh As-Sam’ani di dalam Al-Ansab, Syeikh Ahmad ibn Taimiyah dan Al-Jahidz Adz-Dzahabi di dalam Tadzkirotul Huffadz telah menyatakan secara tegas kesyiahan Al-Hakim.
Bahkan dalam Tadzkirotul Huffadz, misalnya, Adz-Dzahabi menuturkan kesaksian Ibnu Thahir yang mengatakan: “Aku bertanya kepada Abu Ismail Al-Anshari perihal Al-Hakim. Ia berkata: ‘Ia adalah perawi yang terpercaya di bidang hadis dan seorang Syiah yang penyimpang’”. Lalu Adz-Dzahabi mengatakan: “Lalu Ibnu Thahir berkata: ‘Abu Abdillah Al-Hakim adalah seorang syiah yang fanatik dalam taqiyah-nya, namun ia menampakkan kesunniannya dalam permasalahan khilafah dan khalifah pertama setelah Nabi saw. Ia berseberangan dengan Muawiyah dan sanak keluarganya seraya menampakkan pengakuannya pada mereka; suatu hal yang tidak bisa diterima pendiriannya ini.’
Baca Kepeloporan Syiah dalam Ilmu Fiqih, Merumuskan dan Menyusunnya Menjadi Kitab
Pada hemat saya, ulama-ulama kami, Syiah, juga telah menyatakan kesaksian mereka atas kesyiahan Abu Abdillah Al-Hakim, seperti Syeikh Muhammad ibn Al-Hasan Al-Hurr di akhir-akhir kitab Wasailusy Syi’ah. Di dalam Ma’alimul Ulama di bab ‘Al-Kuna’, ia menukil dari Ibnu Syarasyub yang menilai Al-Hakim sebagai salah seorang pengarang Syiah, dan ia memiliki kitab tentang keutamaan-keutamaan Ahlulbait serta sebuah kitab khusus tentang keutamaan-keutamaan Imam Ar-Ridha a.s. Mereka juga menyebutkan sebuah kitabnya khusus berkenaan
dengan keutamaan-keutamaan Fatimah Az-Zahra a.s.
Bahkan, Abdullah Afandi telah menerangkan riwayat hidup Al-Hakim secara rinci dalam kitabnya; Riyadul ‘Ulama, di bagian pertama yang secara khusus membahas Syiah Imamiyah. Begitu juga, Afandi menyebutkan namanya dan memberikan kesaksian atas kesyiahannya di bab Al-Alqob’ dan di bab ‘Al-Kuna’. Di dalam kitab itu, ia menyebutkan dua kitab Al-Hakim yang berjudul Ushul Ilmil Hadis dan Al-Makhal ila Ilmish Shohih. Afandi mengatakan: “Dan Al-Hakim telah mencatat hadis-hadis tentang Ahlulbait yang tidak termaktub di dalam Shahih Al-Bukhari, seperti hadis ‘Ath-Thoirul Masywi’ dan hadis ‘Man Kuntu Maulahu.’
Setelah Abu Abillah Al-Hakim, terdapat sekelompok tokoh ilmu Hadis dari kaum Syiah yang mengarang di bidang Dirayah. Di antara mereka ialah Sayyid Jamaluddin Ahmad ibn Thawus Abul Fadhail. Dialah peletak istilah-istilah hadis Syi’h Imamiyah berkenaan dengan pembagian hadis kepada empat macam; shahih, hasan, muwatssaq dan dzaif. Ibnu Tawus wafat pada tahun 673 H.
Dan di antara mereka ialah Sayyid Allamah Ali ibn Abdul Hamid Al-Hasani. Ia mengarang kitab Syarh Ushul Dirayatul Hadis. Ia juga melaporkan dari Syeikh Allamah Al-Hilli ibn Al-Muthahhar dan Syeikh Zainuddin yang masyhur dengan gelar Syahid Tsani (sang syahid kedua), sebuah kitab bernama Ad-Dirayah fi Ilmid Dirayah dan syarahnya yang berjudul Ad-Dirayah.
Dan di antara mereka ialah Syeikh Al-Husein ibn Abdul Shomad Al-Haritsi Al-Hamadani; pengarang kitab Wushulul Akhyar ila Ushulil Akhbar, Syeikh Abu Mansur Al-Hasan ibn Zainudin Al-‘Amili; pengarang kitab Muqod-dimatul Muntaqo dan Ushul Ilmil Hadis, dan Syeikh Bahauddin Al-‘Amili pengarang kitab Al-Wajizah fi Ilmi Diroyahtul Hadis. Saya telah menyarahi kitab terakhir ini dalam sebuah kitab yang saya namai dengan judul Syarah Nihayatud Dirayah, dan dicetak di India sampai menjadi kurikulum di sekolah-sekolah pendidikan agama.
Dikutip dari buku karya Ayatullah Sayyid Hassan Ash-Sadr, Peradaban Syiah dan Ilmu Keislaman.