Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Kemerdekaan, Sumpah Perlawanan terhadap Penindasan

Ribuan orang pagi itu berkumpul di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat. Berbagai atribut merah putih menghiasi suasana dan tubuh mereka; entah berupa ikat kepala, bendera, atau lembaran kain yang diikatkan di mata bambu runcing. Pandangan mereka kompak, menuju sebentang panggung.

Di atas panggung itu, Soerkano berdiri tegak dalam balutan jas dan celana putih serta kopiah di kepalanya. Di tangannya tergenggam sehelai kertas putih. Matanya menatap tajam ke arah ribuan orang yang berkerumun di hadapannya. Sejenak ia menghela nafas… Lalu berucap mantap, “Proklamasi, Kami bangsa Indonesia….”

Ya, hari itu, 17 Agustus, 75 tahun silam proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumadangkan. Deklarasi itu sekaligus menandai berakhirnya penjajahan Jepang atas Indonesia kala itu. Dus, kebulatan tekad bersama untuk melawan setiap agresi dan kolonialisasi baru dalam bentuk apapun.

Kini setelah 75 tahun Indonesia merasakan dan merayakan kemerdekaan, pesta dan proklamasi kemerdekaan di Jl. Pegangsaan itu seolah masih terus menggema. Namun demikian, penting untuk dicatat dan dicamkan dalam ingatan bahwa perjuangan rakyat Indonesia untuk merdeka dan terbebas dari tirani penjajahan tak serta merta berakhir setelah proklamasi kemerdekaan dibacakan.

Ingat catatan sejarah, setelah pesta besar di Pegangsaan Timur itu, rakyat Indonesia tak larut dan berpangku tangan, atau menjadi kaum rebahan kalau istilah anak melinial sekarang. Setelah proklamasi Indonesia harus menghadapi perang baru, yaitu perang setelah kemerdekaan.

Salah satu perang paling kondang setelah kemerdekaan adalah perang 10 November 1945 di Surabaya. Pada perang itu, salah satu jenderal paling hebat sekutu dari Inggris, Brigadir Jenderal Mallaby tewas. Sekutu geram, kemudian menggeluarkan ultimatum kepada warga Surabaya, dan dijawab dengan semangat jihad arek-arek Surabaya.

Lalu apa arti semua cerita lembaran sejarah di atas? Apakah untuk diulang-ulang disampaikan sebagai sebuah kisah nostalgia heroik bangsa Indonesia? Atau kita mau mengambil teladan sejarah dari para pejuang kemerdekaan Indonesia?

Apa teladan yang bisa kita ambil?

Bisa jadi sangat banyak teladan yang bisa kita contoh, namun salah satu yang paling penting adalah “perjuangan”. Ya, perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dari mereka yang melakukan penindasan, seperti para pejajah yang menindas rakyat Indonesia.

Seperti arek-arek Surabaya yang berjuang melawan sekutu yang berniat menindas bangsa Indonesia, padahal saat itu Indonesia sudah merdeka, kini sebagai anak bangsa, kita wajib meneruskan perjuangan itu. Meskipun Indonesia sudah merdeka 75 tahun lamanya, namun perjuangan setelah kemerdekaan harus terus dikobarkan.

Perjuangan para pejuang bangsa ini harus kita teruskan untuk melawan siapa? Melawan mereka yang mewarisi watak-watak kolonialis yang ingin menjajah negeri ini. Mungkin penjajahannya bukan lagi dalam bentuk mengangkat senjata, namun penindasan yang dilakukan tak kalah pedihnya.

Jadi, setiap 17 Agustus kita sebenarnya tidak hanya merayakan kemerdekaan bangsa Indonesia, namun momen itu juga merupakan deklarasi perlawanan terhadap segala macam bentuk penindasan yang dilakukan oleh mereka yang mewarisi watak kolonialisme di Indonesia.

Jika hal ini disadari oleh seluruh rakyat Indonesia, maka kaki-kaki pewaris kolonialisme akan gemetaran seperti gentarnya pasukan sekutu menghadapi arek-arek Surabaya. Sebab kemerdekaan bukan hanya pesta, tapi Sumpah perlawanan terhadap penindasan.[Billy]