Berita
Kementerian Agama Bahas Definisi Agama dan Penodaan Agama
Kementerian Agama menggelar rapat membahas isu-isu keagamaan di Indonesia. Rapat dipimpin Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan dihadiri sejumlah pejabat Kemenag di ruang rapat Menag, Kantor Kemenag Jalan Lapangan Banteng Barat No 3-4, Jakarta Pusat, Senin (11/02).
“Rapat ini adalah tindaklanjut diskusi pada Jumat lalu (Majelis Risalah Jakarta),” ujar Menag.
Sebelumnya, Kementerian Agama menggelar diskusi yang dihadiri ‘alumni Ancol’ di kediaman rumah dinas Menag, Komplek Widya Chandra, Jakarta, Jumat (8/02).
Menag Lukman mengawali rapat dengan paparan tentang perlunya aturan terkait persoalan penodaan dan penistaan agama. Aturan itu antara lain menjabarkan tentang definisi pokok agama, pengertian penistaan, siapa yang berhak menentukan suatu tindakan itu dianggap penistaan atau penodaan, siapa yang berhak menentukan batasan pokok ajaran agama, dan sebagainya.
“Problemnya ada kekosongan hukum dan norma yang mestinya menjadi acuan penegak hukum dari berbagai kasus baik itu penodaan agama, pelecehan agama dan penistaan agama yang hingga saat ini belum ada kejelasan hukum,” ujar Menag.
Baca juga Menteri Lukman Saifuddin: Pemahaman Dangkal Dapat Picu Radikalisme Agama
Rapat pun kemudian mengerucut pada kemungkinan revisi terhadap undang-undang yang terkait dengan penodaan agama, khususnya UU PNPS tahun 1965 dan alternarif wadah hukum lainnya.
“Mungkinkah kita menjabarkan pasal 1 dan 4 terkait penafsiran pokok-pokok ajaran agama untuk menyempurnakan UU PNPS tahun 1965, atau mencari wadah hukum lainnya,” sambung Menag.
Pada bagian akhir diskusi, Menag berharap ada tindaklanjut berupa draf rumusan dengan prioritas untuk membahas serta mendalami materi hukum untuk dikaji bersama termasuk dengan mengundang ahli hukum dan pakar.
“Ini bisa menjadi cara kita memberikan budaya hukum yang baik kepada masyarakat. Jangan sedikit-sedikit masyarakat mengadukan ke aparat penegak hukum, dan dulu tidak pernah ada kejadian seperti ini. Dengan membuat batasan yang jelas, publik bisa diedukasi bahwa ada kepastian hukum,” tandas Menag. (bimas.kemenag)