Berita
Kelahiran Maujud Rahmat bagi Semesta Alam
Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)”. Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata”. [QS. ash-Shaff: 6]
Kerusakan dan kezaliman telah mengkristal di tengah masyarakat Arab di masa Nabi saw belum diutus. Tak satu pun gerakan massa dan tak ada pula karakter sosial dan kultural bentukan tabiat kehidupan padang pasir yang mampu menghentikan kondisi lemah dan lesu (yang menyeret pada kehancuran). Pelbagai indikasinya tampak di semenanjung Arab. Kendati muncul pelbagai aliansi sebagai fenomena sosial yang menentang kelemahan itu, namun keragamannya menunjukkan hilangnya kekuatan sentral di masyarakat.
Keretakan masyarakat Quraisy juga dapat kita saksikan pada pertikaian mereka seputar pembangunan Kabah. Padahal saat itu, kaum Quraisy termasuk kabilah Arab paling mulia dan solid. Kita dapat berargumentasi atas keterpurukan masyarakat dalam kerusakan melalui pelbagai peringatan yang berulang kali disuarakan kaum Yahudi yang tinggal di jazirah Arab. Dus informasi yang mereka sebar ke tengah warga Arab ihwal kedatangan seorang reformis dan juru selamat manusia yang membawa risalah langit.
Kaum Yahudi berkata kepada mereka: Sungguh akan datang seorang nabi dan ia akan benar-benar menghancurkan berhala-berhala kalian. [QS. al-Baqarah: 89; Bihar al-Anwar: 15/231]
Nabi saw dilahirkan dan tumbuh di tengah keluarga bertauhid, berakhlak mulia, dan berkedudukan tinggi. Bahkan dapat dikatakan, Abdul Muthalib sudah tahu perihal Nabi saw dan masa depan ilahiahnya melalui pelbagai riwayat yang menegaskan itu. Perhatiannya kepada Nabi saw terlihat saat ia berdoa untuk meminta hujan dengan bertawasul kepada Nabi saw. Padahal saat itu beliau masih menyusui. Pasalnya, Abdul Muthalib mengetahui kedudukan beliau di sisi Allah Swt. [As-Sirah al-Halabiyyah: 1/182; Syahristani, al-Milal wa an-Nihal, 2/248]
Demikian pula keadaan paman beliau, Abu Thalib, yang selalu menjaga Nabi saw dan mendukungnya untuk menyampaikan risalah dan secara terang-terangan mendakwahkannya. Abu Thalib tetap mendukung Rasul saw sampai akhir hayatnya yang penuh berkah, kendati akibat itu, harus menanggung pelbagai gangguan dan boikot kaum Quraisy.
Adapun kedua orang tua Nabi Muhammad saw, sebagaimana ditunjukkan banyak riwayat, anti terhadap kesyirikan dan berhala. Cukuplah sabda Nabi saw berikut sebagai dalilnya, “Aku senantiasa berpindah dari sulbi-sulbi pria-pria suci ke rahim wanita-wanita suci.” Sabda beliau itu mengisyaratkan kesucian para orang tua dan ibu-ibu beliau dari setiap kenistaan dan kesyirikan. [Syaikh Mufid, Awa’il al-Maqalat, hal. 12-13]
Agama Nasrani tidak dapat merealisasikan tujuannya di tengah masyarakat serta tidak punya langkah efektif untuk menyelesaikan badai kesesatan dan penyimpangan yang melanda dunia. Kala itu, semua manusia berada dalam kesesatan fitnah dan kebingungan, sehingga mudah diperdaya oleh kepandiran orang-orang jahil. Situasi Romawi tidak kalah buruk dengan rivalnya di Persia. Bahkan kondisi di jazirah Arab tidak lebih baik dari keduanya. Alhasil, semua berada dalam tepi jurang api.
Imam Ali as dalam beberapa khutbahnya melukiskan tragedi mengenaskan saat itu dengan gambaran yang terukur, sentimental, dan aktual. Di antaranya, beliau menjelaskan kondisi masyarakat sebelum diutusnya Nabi saw,
“Allah mengutusnya saat terjadi masa vakum para rasul, umat-umat terlelap dalam tidur panjang, dan fitnah makin berkobar serta tersebarnya pelbagai persoalan dan berkecamuknya pelbagai peperangan. Dunia kala itu tampak tak bercahaya, kesombongan merajalela, dedaunan mulai layu, buahnya mulai tumbang, dan airnya mulai mengering. Menara-menara petunjuk telah lenyap dan agen-agen kejahatan bermunculan. Mereka bermuka masam di hadapan pendukung dan pencari kebenaran. Mereka mengobarkan fitnah. Makanan mereka bangkai, slogan mereka kecemasan, dan selimut mereka pedang.” [Nahjul Balaghah, Khutbah 89]
Dalam keadaan pelik yang dialami umat manusia itu, terbitlah cahaya Ilahi yang menerangi manusia dan negeri, serta mengabarkan berita gembira tentang kehidupan mulia dan kebahagiaan abadi. Itu terjadi manakala bumi Hijaz diberkati oleh kelahiran seorang nabi mulia bernama Muhammad saw. Beliau saw lahir pada Tahun Gajah (570 M) bulan Rabiul Awwal, sebagaimana disepakati mayoritas ahli hadis dan sejarahwan.
“Beliau dilahirkan pada hari Jum`at, 17 Rabiul Awwal sesudah terbitnya fajar.” Inilah pendapat arus utama di kalangan mazhab Imamiyah. Sementara selainnya berpendapat bahwa beliau dilahirkan pada Senin, 12 Rabiul Awwal. [Silakan merujuk Imta`ul-Asma‘ yang memuat pelbagai pendapat seputar hari kelahiran Nabi saw]
Sumber-sumber sejarah mencatat beberapa peristiwa unik di hari kelahiran beliau. Misalnya, padamnya api kaum Persia, gempa yang menghancurkan banyak gereja dan peribadatan kaum Yahudi, robohnya banyak hal yang disembah selain Allah Azza wa Jalla dari tempatnya, serta tumbangnya sejumlah berhala yang diletakkan di Kabah. Seluruh peristiwa itu membuat para tukang sihir dan dukun terbelalak. Mereka tak berdaya menafsirkannya. Dus, terbit serangkaian bintang yang tak terlihat sebelumnya.
Majma’ Jahani Ahlulbait, Muhammad saw