Berita
Kekerasan dan Sisi Gelap Demokrasi
Selama 15 tahun melewati masa Reformasi, negara Indonesia telah menjadi negara yang lebih demokratis dari pada sebelumnya. Demokrasi memberikan pencerahan dan angin segar pada kebebasan bagi warganegara, meski ternyata di satu sisi demokrasi juga menciptakan sisi gelap yang selama ini kita rasakan.
Ruang Demokrasi
Kran demokrasi yang terbuka sangat lebar ketika Reformasi memunculkan kelompok garis keras yang juga menggunakan kebebasan dalam demokrasi untuk mengusung agenda yang sangat tidak demokratis.
Begitu yang disampaikan oleh Sidney Jones saat bedah buku dan diskusi dalam peluncuran bukunya yang berjudul “Sisi Gelap Demokrasi: Kekerasan Masyarakat Madani di Indonesia,” Kamis (26/2) di Paramadina Graduate School, Jakarta.
Terkait mengapa sisi gelap demokrasi ini bisa muncul lebih disebabkan karena dua hal yaitu karena faktor kepemimpinan dan faktor penegakan hukum. Sidney juga menambahkan pada tahun 2013 sering terjadi serangan kepada kelompok minoritas tapi polisi tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi untuk saat ini, ketika Indonesia digoyang oleh sisi gelap demokrasi.
“Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan pemimpin yang tegas dan penegakan hukum yang jelas,” tegas Sidney.
Maman Imanulhaq, Komisi VIII DPR RI yang juga menjadi salah satu pembicara dalam peluncuran buku tersebut mencontohkan kelompok ANNAS (Aliansi Nasional Anti Syiah) yang menemui anggota dewan pada tanggal 4 Februari lalu untuk menyampaikan aspirasinya dengan alasan bahwa hal tersebut adalah hak konstitusinya sebagai warganegara.
“Itu salah satu sisi gelap demokrasi, akhirnya mereka yang melakukan dakwah kebencian pun bisa masuk ke gedung DPR dan menyampaikan aspirasinya,” terang Maman.
Dalam paparannya, Maman juga menyatakan sepakat dengan Sidney terkait lemahnya aparat negara untuk menindak para pelaku intolerasi. Menurutnya, jika aparat tegas maka kelompok intoleran akan gentar melakukan aksi intoleransinya.
Kekerasan sebagai Sisi Gelap Demokrasi
Sementara itu, pembicara selanjutnya, Zainal Abidin Baqir, Ketua Program Agama dan Lintas Budaya, UGM masih mempertanyakan tentang sisi gelap demokrasi yang dimaksudkan. Sebab menurutnya, keberadaan organisasi-organisasi ataupun forum-forum garis keras di Indonesia bukanlah sisi gelap demokrasi, tapi merupakan bagian dari konsekuensi dari sebuah demokrasi.
Bagi Zainal, sisi gelap demokrasi itu apabila negara lemah dan tidak mampu merespon tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok garis keras. Sebab menurutnya, selama kelompok-kelompok garis keras tidak melakukan kekerasan, maka hal tersebut sah dalam demokrasi, namun bila melakukan tindak kekerasan maka itu tidak perlu diperdebatkan lagi.
“Semua orang saya kira sepakat bahwa kekerasan itu tidak boleh atas alasan apapun baik terhadap orang sesat, orang kafir, kepada siapapun kekerasana tidak boleh,” tegas Zainal.
Pentingnya Gerakan Sosial
Peneliti Senior PUSAD Paramadina dan pengajar HI UGM, Samsu Rizal Panggabean, menyetujui apa yang disampaikan Zainal. Dia juga menegaskan bahwa kekerasan merupakan batasannya, namun jika telah melewati batas dan melakukan tindak kekerasan, maka harus menerima risikonya untuk mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan yang ada.
Kondisi kebebasan beragama selama ini, mengkhawatirkan bagi Rizal, dan menurutnya dibutuhkan gagasannya untuk tidak lagi mengharapkan dari pemerintah, terutama terkait kebebasan beragama sebagai sebuah fasilitas publik yang akan disediakan oleh negara. Namun hal tersebut harus diperjuangkan dan mesti menjadi sebuah hasil dari perjuangan.
“Kita harus melakukan gerakan demokrasi sosial yang lebih luas yang tidak menunggu dan berharap dari pemerintah,” pungkas Rizal. (Lutfi/Yudhi)