Berita
Kecaman untuk Orang Berilmu yang Tidak Mengamalkannya
Jelas bahwa menuntut llmu tidak selalu berjalan mulus, tidak sedikit menghadapi rintangan dan cobaan. Tetapi apalah arti semua itu dibandingkan dengan buahnya. Namun, di sisi lain tak patut dilupakan juga bahwa sebagian orang berilmu tak menunjukkan sisi kemuliaan dirinya. Ia tidak mendapatkan keberkahan sedikit pun dari ilmunya. Ia mirip binatang ternak yang dengan susah payah membawa setumpuk buku di atas punggungnya, namun tidak membuatnya paham isi buku-buku tersebut.
Orang berilmu seperti itu adalah orang berilmu yang tak beramal. Ia bagaikan pohon tak berbuah, awan yang tak menurunkan hujan, lilin yang menerangi sekitarnya dengan membiarkan dirinya terbakar. Ia pun seperti binatang yang terikat pada alat pemutar penumbuk tepung gandum. Setiap hari hewan itu cuma terus bergerak dan berjalan memutar, sehingga mustahil dibayangkan ia akan sampai ke suatu tempat. Semua perumpamaan itu menjelaskan kerugian dan nasib buruk yang dialami orang berilmu namun tak beramal.
Dalam Islam ada sejumlah riwayat yang mengandung celaan dan teguran terhadap orang berilmu seperti ini, di antaranya sebagai berikut:
1. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa bertambah ilmu tetapi tidak bertambah petunjuknya, ia tidak mendapatkan apa-apa darinya kecuali semakin menjauh dari Allah?” [Mahjal al Baidha, jil 2, hal 126]
2. Amirul Mukminin as berkata: “Ilmu itu berbarengan dengan amal. Barangsiapa mengetahui sesuatu, amalkanlah. Ilmu itu menyeru amal, sambutlah seruannya. Kalau tidak, ia akan meninggalkannya!” [Mahjal al Baidha, jil 2, hal 126]
3. Sebenarnya orang berilmu yang tak beramal tak pantas disebut orang berilmu. Rasulullah saw bersabda: ”Seseorang tidak dapat dikatakan berilmu sampai ia mengamalkan ilmunya.” [Mahjal al Baidha, jil 2, hal 126]
4. Bahkan lebih dari itu, ia memikul tanggung jawab semua orang berilmu, padahal bukan orang yang mendapat manfaat ilmu. Imam Ali as pernah mengingatkan masalah ini: “Jika kamu memiliki pengetahuan, amalkan pengetahuan itu supaya kamu mendapat petunjuk. Karena orang berilmu yang beramal tidak sesuai dengan pengetahuannya seperti orang bodoh yang tak menyadari kebodohannya. Bahkan, hujjah lebih kuat atas orang berilmu seperti ini dan kesengsaraanpun lebih lama baginya.” [Ushul al-Kafi, jil 1, hadis ke-6, Bab Isti’mal al-Ilmi]
Serigala Telah Menjadi Penggembala
Tak diragukan bahwa orang alim yang tak beramal adalah musibah terbesar bagi masyarakatnya. Masyarakat yang memiliki orang alim seperti ini akan menyongsong masa depan suram dan menakutkan. Seorang penyair mengatakan:
Penggembala kambing itu melindunginya dari serigala. Bagaimana bila penggembalanya adalah serigala.
5. Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa Imam Ja’far Shadiq as berkata: “Orang alim ialah orang yang amalnya membenarkankan ucapannya, bukan orang yang ucapannya membenarkan amalnya.” [Ushul al-Kafi, hadis ke-2, Bab Shifat al-Ilmi]
Pada dasarnya ini termasuk program penting apalagi bagi para ulama dan segenap mubalig untuk mengajak masyarakat lebih banyak berbuat dengan amalnya daripada dengan ucapannya.
6. Imam Ja’far Shadiq as berkata: ”Jadilah penyeru manusia dengan amalmu dan jangan menjadi penyeru dengan lisanmu.” [Safinah al-Bihar, sub judul “Amal”]
Ucapan yang Lahir dari Hati
Pengaruh mendalam suatu ucapan bersumber dari hati orang yang mengatakannya. Ia memiliki keyakinan kuat pada ucapannya dan membuka lebar-Iebar telinga batinnya untuk mendengarkan. Ucapan dari hati akan bertempat di hati dan berpengaruh kuat pada jiwa. Ciri paling jelas keimanan seseorang pada ucapannya ialah saat ia mengamalkannya sebelum orang lain, sebagaimana Imam Ali as pernah berkata:
7. “Hai orang-orang, demi Allah, aku tidak pernah memerintahkan kalian untuk melakukan suatu kebaikan kecuali aku lebih dulu melakukannya. Aku tidak pernah melarang kalian berbuat maksiat, kecuali aku lebih dulu meninggalkannya.” [Tafsir Nur al-Tsaqalain, 1/75]
8. Imam Ja’far Shadiq berkata: ”Di antara orang-orang yang siksaannya paling keras ialah orang yang bicara keadilan tetapi ia tidak mengamalkannya.”
Kebaikan dan Kehancuran Mmat
9. Rasulullah saw bersabda,”Ada dua kelompok dari umatku, apabila keduanya baik maka umat akan baik dan apabila keduanya rusak maka umat akan rusak.
Sejumlah sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, “Ya Rasulullah saw, siapakah dua kelompok itu?”
“Ulama dan umara,” jawab Rasulullah saw.
Muhaddits Qomi dalam kitab Sarinah al-Bihar setelah mengutip hadis itu membawakan hadis berikut: “Pada hari pembalasan api neraka akan berbicara kepada tiga kelompok manusia, yaitu, penguasa, orang alim dan orang kaya. Api neraka berkata kepada penguasa, “Hai orang yang telah Allah berikan kekuasaan tetapi kamu tidak berlaku adil!.” Kemudian api neraka memakannya sebagaimana seekor burung yang suka menunjukkan diri di hadapan orang lain sebagai orang baik, tetapi di balik itu kamu bermaksiat kepada Allah. Kemudian api neraka pun menelannya. Kepada orang kaya api neraka berkata, “Hai orang yang telah Allah limpahkan nikmat banyak, tetapi selalu menolak perintah Allah untuk menginfakkan sebagian dari yang diterimanya.” Setelah itu api neraka pun menelannya.” [Shafinal al-Bihar, sub judul “Amar”]
Saat Orang Alim Menjadi Sekutu Penguasa Zalim
Tidak ada sesuatu yang berbahaya bagi masyarakat selain bahaya orang berilmu yang mempersembahkan pemikiran dan ilmu mereka kepada para Firaun dan penguasa zalim hanya untuk memuaskan hawa nafsu mereka terhadap kenikmatan dan kegemerlapan dunia dan dengan berbagai cara membodohi masyarakat tentang ihwal orang-orang seperti mereka.
Sejak zaman Rasulullah saw hingga sekarang selalu saja ada orang-orang seperti Bal’am Bangura, Bu Rahib, dan Umayah bin Abi Shilah yang mempersembahkan ilmu, pemikiran, juga pengaruh mereka di masyarakat kepada orang-orang munafik, para Firaun, dan thagut hanya untuk mendapatkan harta, kedudukan atau karena kedengkian mereka.
Kelompok orang berilmu seperti ini memiliki sejumlah tanda sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Quran dan dengan keterangan itu kita dapat mengenalnya. Di antaranya, mereka adalah orang yang menyembah hawa nafsu dan melupakan Allah. Tujuan hidupnya rendah dan mereka mengesampingkan nilai tinggi kemuliaan dan kedudukan di sisi Allah demi tujuan hidup itu. Mereka berada dalam pengaruh kuat bisikan setan dan dengan mudah menjual diri sebagaimana anjing sakit yang tak pernah terpuaskan dahaganya. Mereka menyimpang dari jalan kebenaran dan pemimpin bagi orang sesat. Kita harus mengenali orang semacam ini dengan cermat dan mewaspadai secara serius.
Said Husain Husaini, “Bertuhan dalam Pusaran Zaman”