Ikuti Kami Di Medsos

Akhlak

Keburukan Hasad

Hasad itu sendiri merupakan salah satu penyakit hati yang merusak.

Darinya, lahir banyak penyakit hati lain, seperti takabur dan rusaknya amal perbuatan. Masing-masing dari akibat hasad ini adalah petaka dan sebab efektif bagi kehancuran manusia. Di sini saya akan membahas sebagian kecil keburukan hasad yang jelas dan saya ketahui. Dalam dua hadis sahih, Imam Ja’far Shadiq as dan Imam Muhammad Baqir as memberitahu kita perihal pelbagai akibat buruk hasad.

Mu’awiyah bin Wahhab meriwayatkan bahwa Imam Shadiq as berkata, “Hasad, ‘ujub, dan kesombongan adalah racun bagi agama.”

Muhammad bin Muslim meriwayatkan bahwa Imam Baqir as berkata, “Seseorang dapat dimaafkan karena sesuatu yang dilakukan dalam keadaan marah. Namun, dengki dapat melahap keimanan sebagaimana api memakan kayu.”

Telah diketahui bersama bahwa iman adalah cahaya Ilahi yang menerangi hati insan dengan cahaya kemuliaan-Nya, sebagaimana disebutkan dalam hadis qudsi berikut, “Luasnya bumi-Ku maupun langit-Ku tidak akan dapat memuat-Ku. Hati seorang Mukminlah yang mampu.”

Baca juga Imam Khomeini: Hadis Hasad (2/7)

Cahaya ruhani dan percikan Ilahi yang menjadikan kalbu insan lebih agung daripada hal-hal lain di dunia ini tidak akan seiring sejalan dengan kegelapan dan kesempitan yang dimaujudkan oleh keburukan yang mengerikan. Sifat mengerikan itu membuat hati manusia begitu sempit dan resah yang akibatnya menjadi nyata di sepanjang alam batiniah dan lahiriah. Hati menjadi pedih dan tertekan, dada terasa sempit dan tercekik, dan wajah menjadi suram dan masam. Keadaan itu dapat memadamkan cahaya iman dan mematikan kalbu manusia. Makin kuat sifat itu, ia makin mengurangi terangnya kalbu. Semua sifat batiniah dan lahiriah dalam keimanan dihilangkan oleh akibat-akibat dengki yang terwujud di dalam dan di luar kepribadian seseorang. Manusia beriman adalah pribadi optimis yang memiliki sikap penuh harap kepada Tuhan dan merasa puas atas cara Allah membagi dan menetapkan anugerah-Nya di antara makhluk-Nya. Orang dengki merasa tidak rela terhadap Tuhan dan marah pada nasib yang ditetapkan oleh-Nya. Seperti disebutkan dalam hadis, orang beriman tidak akan dengki terhadap mukmin lain; ia cinta kepada mereka, sementara orang yang dengki bertindak dengan cara sebaliknya.

Mukmin sejati tidak dikuasai kecintaan pada hal-hal duniawi, sementara orang dengki dijangkiti kejahatan karena kecintaannya pada dunia. Seorang mukmin tidak punya rasa takut dan kesedihan apapun dalam hatinya, selain rasa takut pada hal yang berhubungan dengan Sumber dan Tujuan Puncak seluruh makhluk.

Namun, takut dan sedihnya orang dengki berkisar di seputar sosok yang didengkinya. Seorang mukmin punya raut wajah berseri-seri, menggambarkan wataknya yang menyenangkan. Orang dengki punya wajah suram dan air muka masam. Mukmin bersikap rendah hati dan (seringkali) tidak sombong atau pun dengki.

Dengki itu merusak keimanan seperti api membakar kayu. Jadi, tak ada keraguan sama sekali soal bahaya kejahatan yang merampas keimanan manusia itu. Padahal, keimanan itu sumber keselamatannya di akhirat dan dalam kehidupan serta kekuatan bagi hatinya; dan kejahatan itu juga menjadikannya insan malang yang tak berdaya.

Kejahatan besar yang menjadi bagian tak terpisahkan dari dengki adalah kebencian pada Sang Pencipta dan Yang Maha Pengasih serta kejengkelan terhadap ketetapan-Nya. Karena tidak dapat lagi melilhat, disebabkan tabir gelap nafsu jasmani, ketenggelaman kita dalam dunia indrawi telah membutakan mata dan menulikan telinga. Kita tidak sadar bahwa kita sedang marah pada Raja dari semua raja, juga tak tahu tentang apa bentuk yang akan diraih oleh kemarahan dan dendam kita sebagai akibat dari kejahatan itu di alam yang akan datang, alam abadi kita. Imam Shadiq as berkata, “Barangsiapa berbuat demikian, bukan dari aku dan aku bukan pula darinya.” Namun, kita tak tahu kemalangan yang diakibatkan penolakan Tuhan atas kita dan akibat apa yang akan menimpa kita lantaran kejijikan-Nya pada kita. Orang yang terusir dari lingkungan wilayah (penjagaan)-Nya dan tidak diterima di bawah standar rahmat dari Yang Maha Pengasih, tak ada harapan lagi bagi keselamatannya. Ia tak akan dapat menerima syafaat dari pemberi syafaat: … siapa yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya kecuali dengan izin-Nya? (QS. al-Baqarah: 255)

Siapa yang akan berlaku sebagai penolong bagi orang yang murka dan dendam kepada Tuhan, yang berada di luar batas wilayah-Nya, dan ikatan cinta antara dirinya dan Tuhannya telah terputus? Celaka bagi kita karena malapetaka yang kita undang bagi diri kita sendiri! Walaupun semua peringatan dan rambu-rambu sudah diteriakkan para nabi Allah untuk membangunkan kita dari tidur, toh yang tumbuh hari demi hari hanyalah kelalaian dan kemalangan kita.

*Sumber: Imam Khomeini: Telaah Hadis Hasad (3/7)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *