Berita
Karakteristik Konsep Mahdawiyah (1/8)
Sesungguhnya dasar keyakinan akan datangnya seorang penyelamat ―yang di dalam Islam terefleksi dalam konsep Mahdawiyah― merupakan fenomena kemanusiaan universal. Maka itu, ia tidak terbatas pada agama atau aliran tertentu. Fakta ini dengan sendirinya dapat menjadi bukti kuat untuk mematahkan kritik mengenai konsep ini. Konsep Mahdawiyah bukan hanya produk mazhab Syiah. Karena, konsep ini juga disepakati oleh seluruh kaum muslimin. Konsep Mahdawiyah merupakan kenyataan yang berbasis fakta sejarah dan memiliki landasan syariat, pada konsep ini pun tidak melazimkan kerusakan akidah dan penyangkalan sejarah. Ciri-ciri itu sebagai berikut:
Ciri Pertama: Kelahiran Imam Mahdi as serba-rahasia sebagaimana dikehendaki-Nya dan tak terelakkan
Dengan terbuktinya konsep Mahdawiyah versi Ahlulbait, tampak jelas salah satu konsekuensi yang paling menonjol dari konsep ini; bahwa kelahiran Imam Ke-12 serba rahasia, sehingga memungkinkan beliau untuk mengalami kegaiban dari pandangan manusia dan tersembunyi di tempat aman yang telah ditentukan Allah Swt hingga beliau diizinkan muncul sebagai bintang terakhir di langit imamah. Beliau adalah imam kaum muslimin yang tak ada lagi imam setelahnya. Fakta ini melazimkan suatu kehidupan yang juga serba rahasia dan umur yang panjang. Dengan demikian, ihwal prinsip imamah tetap eksis sepanjang sejarah melalui wujud seorang dari dua belas imam, apakah ia hadir atau pun gaib.
Karena itu, tidak tepat jika dikatakan; kenapa kelahiran Imam Mahdi as dan wujud suci beliau―setelah wafat sang ayah―tidak disaksikan dan tersentuh oleh orang yang ingin melihat beliau, sehingga kita dapat mempercayai wujud suci beliau? Sebab, jika demikian halnya, kegaiban dan ketersembunyian beliau dari pandangan mata tak lagi memungkinkan bagi beliau, dan beliau bukan lagi imam ke-12, di samping jumlah para imam akan melebihi angka dua belas. Semua ini bertentangan dengan dalil-dalil hadis yang telah kami sebutkan. Maka, kelahiran beliau yang serba rahasia merupakan konsekuensi lazim dari dalil-dalil tersebut.
Telah dijelaskan bahwa pembuktian atas fakta objektif suatu masalah, seperti kelahiran, wujud, dan kehidupan Imam Mahdi, tidak bisa hanya bersandar pada sejarah, selagi sejak awal kita meyakini bahwa masalah ini sangat dirahasiakan. Namun, diperlukan pembuktian teologis sekaligus historis yang di dalamnya akidah memerankan tugas utama, sementara sejarah berfungsi sebagai pelengkap saja. Karena, kita sejak awal mengakui adanya kalangan pengingkar dan skeptis terhadap masalah ini, selama masalah kelahiran Imam ini masih serba rahasia.
Sedangkan, mereka yang mengetahui kelahiran beliau berjumlah sedikit, sehingga terbuka lebar bagi pihak lain untuk mengingkari dan meragukan. Bahkan pihak pihak yang masih kerabat dekat beliau dan para pengikut khususnya. Selama mereka tertutup dari hakikat yang misterius ini, maka tatkala mereka ditanya tentang kelahiran Imam Mahdi as, juga wujud suci dan kehidupan beliau, mereka akan mengingkarinya dan menuturkan apa yang dikatakan oleh sebagian orang bahwa mereka tidak pernah melihat dan mendengar berita dan wujud sucinya.
Karena itu, kita tidak akan membicarakan ihwal materi yang dapat diindra dan dikenali. Pun, tidak mendiskusikan masalah yang tunduk secara penuh pada pena sejarah, sehingga dalam kerangka pembuktian atau pengingkarannya kita bergantung pada data-data ahli sejarah dan perawi. Namun, kita akan membahas pokok masalah kegaiban itu sendiri, kendati bukan kegaiban mutlak. Karena kita juga masih merasakan percikan-percikan yang dapat dirasakan dan diketahui orang-orang terbatas; yaitu kalangan yang mengetahui kelahiran beliau kemudian bersaksi, dan kalangan yang mengetahui kegaiban panjang. Karena itu, kami tegaskan bahwa sudut pandang Ahlulbait terhadap konsep Mahdawiyah bersifat teologis.
Artinya, pengingkaran sebagian orang terhadap Mahdawiyah tidak dapat dijadikan bukti historis dan alasan logis untuk memastikan ketiadaan wujud beliau selama kita meyakini sejak awal, bahwa masalah ini sangat rahasia. Dengan demikian, kita hanya dapat membahasnya dari aspek sejarah melalui kesaksian orang-orang yang pernah melihat dan mendengar beliau, dan percaya kepadanya, tanpa peduli lagi pada ungkapan para pengingkar yang menganggap masalah ini sebagai fenomena biasa dan bukan rahasia. Untuk itu, pada bab ini, kita akan mendudukkan pembahasan pada dua tema: pertama, menelaah bukti-bukti kelahiran dan keberlangsungan wujud suci beliau, dan kedua, mengkaji dalil-dalil para pengingkar.
Pembahasan selanjutnya: Bukti-Bukti Sejarah Wujud Imam Mahdi as
Abdul Karim Albahbani, “Mahdiisme dalam Perspektif Ahlulbait as”