Berita
Kapan Jakarta Bebas Macet?
Akibat salah dan telat kelola sejak awal, masalah transportasi di Jakarta kian menumpuk. Macet di jalanan menjadi pemandangan tiap hari, menguras energi dan emosi. Membicarakan hal ini, Tempobekerjasama dengan Kementerian Perhubungan Republik Indonesia menggelar Diskusi Kebijakan di Sektor Transportasi Ibukota di Menteng, Jakarta, Senin (21/12).
Menurut Sutanto Suhodo, Deputi Gubernur DKI Bidang Industri Perdagangan dan Transportasi, ada beberapa penyebab sulitnya mengurai masalah transportasi di Jakarta.
“Kita belum mampu kendalikan jumlah penduduk. Jakarta ini kan perputaran ekonominya paling besar. Jadi orang berkumpul di Jakarta, ada gula pasti ada semut,” terang Sutanto.
“Nah mereka kan pasti beraktivitas. Butuh transportasi. Di sinilah demand tinggi tapi supply kurang. Lebih dari 90% alat transportasi itu butuh jalan. Jadilah macet,” tambah Sutanto.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia, S. Ipoeng Poernomo menyebutkan masalah transportasi publik di Jakarta ini memang kelebihan beban.
“Tiap hari di Jakarta itu ada 25 juta orang yang melakukan perjalanan. Di Jakarta itu ada 3 juta mobil, ditambah tamu dari luar Jakarta itu ada 600.000 dari Bodetabek,” terang Ipoeng.
“Makanya tak heran, kecepatan rata-rata kendaraan di Jakarta itu hanya 4 km/jam. Kalau di Fatmawati malah hanya 4 ruko per jam,” canda Ipoeng.
Menurut Ipoeng salah satu penyebab kemacetan ini adalah hanya ada satu infrastruktur jalanan. Idealnya jalan harus elevated, agar tidak menumpuk.
“Idealnya bangun jalan yang elevated. Bayangkan semua di jalan yang sama. Berhimpit-himpit di jalan raya. Dari sepeda motor, Metromini, sampai Ferrari. Idealnya Jakarta ada 3 level jalan.”
“Selain itu kita butuh struktur transportasi yang terintegrasi dengan kereta api mulai dari laut dan udara. Ini tantangan ke depan yang harus kita dukung,” lanjut Ipoeng.
Hermanto Dwiatmoko, Direktur Jenderal Perkeretaapian yang juga hadir dalam diskusi ini mengamini pendapat Ipoeng dan mengatakan solusi saat ini dari pemerintahan adalah dengan memperbanyak dan memperbaiki kereta api. Baik MRT maupun LRT.
“Kenapa pake kereta api? Karena mengurangi biaya transportasi masyarakat, hemat energi dan jalan yang digunakan lebih sedikit,” ujar Hermanto. “Tak hanya MRT, tapi juga LRT.”
Hermanto menyebutkan pihaknya merencanakan hal ini tak hanya di Jakarta tapi juga di delapan kota di Indonesia. Ia mengatakan 2019 sebagian sudah bisa operasional.
Dengan semua keterlambatan dan masalah yang menumpuk ini, kemacetan akan tetap menjadi menu harian warga Jakarta. Belum ditambah bertambahnya jumlah kendaraan bermotor tiap tahunnya. Akankah Jakarta benar-benar bisa terbebas dari macet? (Muhammad/Yudhi)