Berita
Kajian – Menjawab Keraguan tentang Kemusyrikan Ayah Nabi Ibrahim
Salah satu yang menjadi keyakinan para Pecinta Ahlul Bait as yaitu semua nenek moyang para Nabi a.s. adalah seorang Mukmin dan bertauhid, dalam artian tidak menyekutukan Allah swt. Seperti yang telah dikatakan Syeikh Mufid dan sebagian besar Mazhab Ahlus Sunnah dalam salah satu kitabnya bahwa cahaya kenabian tidak akan ditempatkan dalam nutfah orang musyrik. Maka dari itu ketika ada sebuah pernyataan bahwa ayah Nabi Ibrahim as adalah seorang yang musyrik dan menyekutukan Allah swt, maka mazhab para pecinta Ahlul Bait as menyangkal hal demikian.
Lalu apa yang menyebabkan lahir pendapat atau keyakinan tentang kemusyrikan ayah Nabi Ibrahim dan dari mana mulainya? Silahkan perhatikan surat at-Taubah ayat 113-114 di bawah ini.
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam.”
وَ ما كانَ اسْتِغْفارُ إِبْراهيمَ لِأَبيهِ إِلاَّ عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَها إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْراهيمَ لَأَوَّاهٌ حَليمٌ
“Dan permohonan ampun Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkan kepada bapaknya. Maka ketika jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sungguh, Ibrahim itu seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.”
Terjemahan di atas adalah terjemahan bahasa yang sering kita temukan. Lalu apakah benar bahwa bapak Ibrahim as adalah seorang musuh Allah? Lalu apa jawaban dari pecinta Ahlul Bait as dalam hal ini?
Kata (اب) abu dalam ayat di atas tidak bermakna seorang ayah melainkan seorang paman. Yakni bahwa yang dimaksud ayat di atas bukanlah ayah Ibrahim melainkan pamannya Ibrahim. Al-Quran kadang memakai kata abu untuk menyampaikan makna paman seperti dalam surah Baqarah ayat 133 di bawah ini.
أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاء إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قالَ لِبَنيهِ ما تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدي قالُوا نَعْبُدُ إِلهَكَ وَ إِلهَ آبائِكَ إِبْراهيمَ وَ إِسْماعيلَ وَ إِسْحاقَ إِلهاً واحِداً وَ نَحْنُ لَهُ مُسْلِمُون
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.”
Kalau kita melihat lagi sejarah maka tidak ada keraguan bahwa Nabi Ismail adalah paman dari Yaqub dan bukan ayahnya, karena Yaqub adalah anak dari Nabi Ishaq. Namun di ayat ini, anak-anak Nabi Yaqub as memanggil (اب) abu kepada Nabi Ismail yang seharusnya beliau adalah paman mereka. Maka dari itu kita menemukan bahwa kata abu dalam al-Quran juga dipakai untuk makna seorang paman.
Kesimpulannya adalah bahwa sekarang kita tidak bisa dengan pasti menisbatkan bahwa yang dimaksud abu itu adalah Ayah Nabi Ibrahim as. Mungkin saja ia adalah paman Ibrahim yang bernama Azar. Lalu karena ia mengurus Nabi Ibrahim as dari kecil sehingga al-Quran menggunakan kata abu. Dan penggunaan abu di sini adalah penggunaan majaz bukan penggunaan hakiki. [Wallahu ‘alam]. (AM/Sutia)