Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Jagoan Haji

Suatu hari ketika masih tinggal di sebuah kota di Jawa Timur, saya diundang tetangga untuk menghadiri acara walimah. Tapi yang membuat saya terkejut, kata walimah itu kini telah mengalami pengembangan. Ia tidak lagi hanya berarti nikah atau acara ijab-kabul, tapi semua bentuk kumpul-kumpul suka. Nah, kali ini saya diundang untuk menghadiri salah satu acara walimah dengan pengertian yang baru, yaitu walimah (tasyakuran) naik haji.

Yang lebih mengejutkan lagi, orang yang mengundang saya itu adalah orang yang sama mengundang saya tahun lalu dan tahun sebelumnya. Dengan kata lain, juragan ikan lele dan bawang ini adalah ‘haji langganan’, bahkan dia dapat dianggap kolektor gelang besi yang dikenakan oleh peserta ONH. Di rumahnya semua perlengkapan haji, seperti tas pinggang, kartu identitas dan no kloter, jerigen air zamzam, tersimpan rapi di galeri haji yang berada dalam area rumahnya yang sangat besar.

Saya datang agak terlambat. Rupanya jalan gang telah ditutup. Para preman parkir tampak berjaga-jaga dan duduk di tengah jalan. Tenda-tenda besar pun terpasang sepanjang tiga rumah. Ada selingan musik kasidah dan lagu-lagu Arab yang menurut telinga saya bukan jenis lagu relijius, meski dilantunkan dalam bahasa Arab. Tulisan ‘Selamat Menunaikan ibadah Haji, Bpk Haji Margani dan Keluarga” dan kaligrafi Arab berisikan ayat al-Quran tentang ibadah haji terpampang di dinding luar rumah dan ruang tamu. Pak Haji tampak berseri-seri dan tak henti-hentinya mempersilakan para tamu yang sebagian besar miskin memperbaiki gizi dan nutrisi dengan menu-menu makanan lezat dan gratis.

Acara ‘walimah’ ini benar-benar meriah dan mewah ini berlangsung hingga menjelang azan subuh. Warga yang umumnya miskin nampaknya menganggap acara itu sebagai acara tahunan yang rutin. Maklum, pak Margani memang memang ‘haji langganan’.

Seperti sebelum-sebelumnya, sepulang dari ibadah haji, acara penyambutan sejak asrama hingga kampung rumah akan segera digelar. Iring-iringan mobil, termasuk mobil mewahnya, memacetkan jalan, dan tentu saja mengundang perhatian warga tetangga. Haji tajir yang doyan pujian ini datang dengan pakaian lengkap bak seorang emir dari keluarga Saud. Igal melilit kepalanya dan gamis mewah membungkus tubuhnya . Meski tetap berbahasa Indonesia, dia mengubah aksennya dengan gaya Arab. Benar-benar membuat orang-orang kampung yang tidak pernah haji terkagum-kagum.

Seperti tahun-tahun sebelumnya juga, pak Margani tetap memberikan ‘bantuan finansial’ kepada tetangga dan pelanggannya. Bantuan yang saya maksud adalah bantuan ala Pemerintah asing atau IMF alias hutang plus uang terimaksih (kata lain dari bunga).

Bagi orang seperti Pak Margani, mungkin haji bukan lagi sebuah ibadah kolosal super berat yang merupakan momentum penghayatan derita dan perjuangan Ibrahim AS, tapi penegasan status sosial, dan tiket kekuasaan. “Jagoan haji” yang hanya lulus Tsanawiyah ini sudah mempersiapkan dana puluhan milyar untuk memuluskan jalan menuju kekuasaan dalam pilkadal.

Meski dikenal arogan, suka pamer, gila pujian, berbicara kasar, dan tak berpendidikan, masyarakat, juga para pejabat dan kyai menghormatinya, dan sangat mungkin memilihnya. Dasar “jagoan haji”! (ML)

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *