Berita
Jadikan Pengalaman Sebagai Guru Terbaik
Sekali waktu, Imam Ali bin Abi Thalib mengatakan, “Orang bijak adalah orang yang mendapat nasihat dari pengalaman-pengalamannya.” Dengan kata lain, orang yang mengambil pelajaran dari pengalaman, masa lalu, atau juga bisa disebut sejarah, tidak akan jatuh ke dalam lubang kesalahan yang sama, tidak akan terjerumus dalam kesesatan yang sama. Tentu ini hanya sebagian kecil dari makna bijak yang penulis pahami.
Proklamator kita dalam satu kesempatan juga menyampaikan betapa pentingnya arti sejarah dan pengalaman masa lampau.
“Jangan melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kaca benggala daripada masa yang akan datang.”
Begitulah sebagian isi pidato Bung Karno saat HUT Proklamasi tahun 1966 silam. Menekankan bahwa pengalaman, sejarah, menempati posisi penting dalam kehidupan. Ia laksana peta petunjuk, yang akan memandu kita mencari jalan. Ia juga laksana pondasi dalam sebuah bangunan. Tidak ada dinding yang kokoh dan atap yang kuat tanpa ada pondasi yang menopang kuat di bawahnya. Pondasi dibangun paling awal, ia menjadi sejarah bagi bangunan di atasnya, berperan sebagai penopang dari dinding dan atap di atasnya.
Saat ini dapat kita lihat, beragam tingkah manusia dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang setiap harinya berbuat baik, khusyuk beribadah, rajin ke masjid, menghormati tetangga, menolong sesama dan perbuatan baik lainnya. Ada yang bersikap sombong, angkuh, dan kikir. Ada juga yang setiap hari hanya berpikir tentang kerja dan upaya menumpuk harta. Dari fenomena tingkah laku dan perbuatan manusia yang beragam dan kita lihat saat ini, dapat kita tarik sedikit kesimpulan bahwa apa yang terjadi, yang mereka lakukan saat ini, adalah imbas dari pengalaman mereka dalam menyikapi masa lalu; ada yang menyikapinya dengan mengambil pelajaran, ada yang sama sekali mengabaikan.
Orang yang yang taat beribadah, suka berbuat baik misalnya, tentu ia lakukan itu karena ada faktor yang mendasarinya. Ada pengalaman yang ia pelajari. Entah ia mengambil pelajaran dan teladan akhlak dari tokoh masa lalu, atau yang lainnya.
Begitu juga dengan orang yang abai terhadap lingkungan sekitar, tidak peduli sesama, suka bertingkah sombong dan sebagainya, dapat dilatarbelakangi pengabaiannya terhadap pelajaran-pelajaran dan pengalaman-pengalaman masa lalunya.
Dalam hal agama, khususnya Islam, mempelajari pengalaman-pengalaman masa lalu sangatlah penting bagi terjaganya agama itu sendiri, sekaligus pemeluknya.
Seseorang akan memiliki pijakan pondasi yang kuat, dan peta petunjuk jalan yang akurat selama ia dapat mengambil pelajaran dari sumber pengalaman yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Sebagaimana ia mengambilnya dari pengalaman-pengalaman hidup Nabi saw dan para pemimpin suci lainnya.
Dengan begitu maka sikap salih, sikap taat, dan akhlak baik lainnya akan senantiasa menerangi dan menghiasi perjalanan hidupnya.
Seseorang akan memiliki pijakan pondasi lemah, peta petunjuk jalan yang salah, selama ia tidak mampu mengambil pelajaran dan pengalaman dari masa lalu. Termasuk juga jika ia mengambil pelajaran dari pengalaman-pengalaman orang yang salah; maksudnya, ia menganggap benar perbuatan tokoh yang sejatinya jauh dari kebenaran. Hingga tanpa sadar ibarat menjadikan penjahat sebagai pahlawan karena dilatarbelakangi ketidaktahuan.
Lemahnya pondasi dan tiadanya petunjuk jalan yang benar, akan menjerumuskan seseorang pada hal-hal yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan, sebaliknya justru akan mendekatkannya pada kesombongan dan kesesatan, sebagaimana musafir kehilangan peta dan petunjuk arah mustahil sampai pada tujuan, sama halnya bangunan yang kehilangan pondasinya pun bakal lebih potensial mengalami kehancuran. (Malik/Yudhi)