Berita
Islam Nusantara dari Gedung Nusantara
“Dulu wayang katanya haram, bid’ah, dan seterusnya. Datang Sunan Kalijaga memberikan ruh kemudian itu diubah menjadi sebuah tarbiyah,”kata Ir. H. A. Helmy Faishal Zaini, di gedung Nusantara I DPR RI dalam acara Halaqoh Kebangsaan bertema Islam Nusantara: Mengembangkan Sikap Toleran, Moderat, dan Maslahat.
Helmy yang merupakan Ketua Fraksi PKB DPR RI ini menjelaskan bahwa perspektif Islam Nusantara didasari pandangan yang bersifat simbiotik dan mencari formula titik-temu antara perspektif negara dan agama sehingga terjadi hubungan harmonis. “Sehingga Islam yang masuk ke Indonesia, merupakan Islam yang menghormati budaya setempat.”
Menurutnya pula, hal itu dapat saling memberikan warna dan saling menjaga. Sebab itulah Helmy menilai, dari peninggalan auliya’, Walisongo, yang terwujud dalam peninggalan-peninggalan seperti situs-situs bersejarah itulah dapat dipelajari nilai-nilai Islam Nusantara yang ramah terhadap budaya Indonesia.
“Masjid Menara Kudus misalnya, ini menurut saya fenomena yang menjadi fondasi penting!”kata Helmy.
“Bisa kita bayangkan kalau Borobudur adanya di Saudi Arabia, Prambanan adanya di Jeddah, mungkin sudah hancur. Jangankan yang berbeda agama, situs-situs peninggalan Nabi Muhammad (saw) saja, itu sudah banyak yang hilang. Bahkan ketika pertama kali pemerintah Saudi Arabia hendak memindahkan atau menggusur makam Baginda (saw), tidak lepas dari peran ulama NU membentuk Komite Hijaz, mengirim perwakilan untuk menolak pemindahan makam Nabi. Ketika isu itu muncul kembali, kami pun melayangkan protes lagi,”imbuh Helmy.
“Islam Indonesia itu luar biasa! Menghormati budaya setempat, kearifan lokal yang dimiliki. Akhirnya Islam di Indonesia memiliki pemeluk terbesar. Saya rasa kalau para ulama tidak menjaga ini, mungkin NKRI, Pancasila, sudah lama tidak ada,” pungkas Helmy.
KH. Ma’ruf Amin, Rais Aam PBNU juga turut hadir menyampaikan sambutan dalam acara ini. Ia menyampaikan bahwa Islam Nusantara adalah Islam yang menjadi sumber inspirasi dalam berbangsa dan bernegara. “Mengajak orang dengan suka rela, tidak memaksa, santun, toleran dan menerima adanya perbedaan,” kata Ma’ruf Amin seraya menambahkan bahwa Islam Nusantara dilandaskan pada aspek pemikiran. Tidak tekstual, dan tidak liberal melainkan moderat. Menurut Ma’ruf Amin jika ingin mencari sebuah dalil dan tidak ada di teks, ya dipakai ijtihad, untuk mencari yang maslahat. “Karena, maslahat itulah syariat Allah,”katanya. “Mereka yang suka halal bihalal, Maulidan, itu ya Islam Nusantara. Termasuk tahlilan, dan lain-lain. Kalau Islamnya tekstual, itu dianggap haram.”
Halaqoh Kebangsaan ini juga menghadirkan intelektual muda NU Syafiq Hasyim, Ph.D dan Akhmad Sahal, Pengurus PCINU Amerika yang merupakan kandidat Ph.D di University of Pennsylvania Amerika Serikat) sebagai narasumber. (Malik/Yudhi)