Ikuti Kami Di Medsos

Artikel

Islam Nabi vs Islam Mazhab

Dalam sejarah Islam, kita membaca kisah-kisah menakjubkan bagaimana Baginda Rasul terakhir mendakwahkan Islam: Islam yang lebar, luas, penuh empati dan simpati pada sebanyak mungkin manusia. Inilah Islam yang menampung semua, bukan membuang yang sudah ada.

Beliau kerap menjawab pertanyaan apa itu Islam dengan cara yang mudah, sederhana, dan bahkan tak jarang hanya dengan satu atau beberapa kalimat. Dalam banyak kesempatan Rasulullah mengajarkan orang beberapa syarat sederhana untuk menjadi Muslim. Misalnya, Rasul bersabda Islam itu menghapuskan yang telah lalu; Islam itu sikap tidak berbohong; Islam itu tidak marah; Islam itu sikap mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri; Islam itu sikap berbakti kepada orangtua; Islam itu sikap menolong yang lemah; Islam itu sikap menghormati tetangga; Islam itu tidak menzalimi sesama: Islam itu tidak meminum khamar, berjudi, berzina dan lain sebagainya. Intinya Islam itu adalah kebaikan-kebaikan sederhana yang dapat dipahami, diresapi dan segera diamalkan semua orang.

Dalam waktu singkat, orang-orang kafir yang tidak punya dendam, kepentingan yang terancam oleh datangnya Islam dan kepentingan-kepentingan sesaat lainnya, berbondong-bondong menerima Islam Muhammadi itu dengan lapang dada. Lingkaran Islam dan umat Muhammad pun berkembang luas, dengan satu ikatan verbal yang ringan: dua kalimat syahadat. Sampai-sampai Rasul bersabda: “(Dua kalimat syahadat) itu ringan di mulut tapi berat timbangannya di sisi Allah.”

Islam yang seperti itu kembali ditegaskan dalam Khotbah Terakhir di Haji Wada’, yang sejatinya berisi wasiat Nabi kepada umatnya agar menjadi manusia yang sebenar-benarnya.

Itulah Islam yang menyebar kemana-mana dan menjadi pengikat persaudaraan dan kasih sayang di antara beratus-ratus juta umat manusia. Islam seperti inilah yang mengilhami berbagai gerakan pembebasan dan penghapusan perbudakan di seantero jazirah Arab dan Afrika. Inilah Islam yang meluluhkan hati bangsa-bangsa Timur yang berbudaya tinggi, penuh seni, perasaan dan kehalusan budi pekerti. Inilah Islam yang menggoyang singgasana-singgasana kekuatan imperialis dan kolonialis di mana pun mereka berada. Inilah Islam yang menggelegak dalam sanubari berjuta-juta manusia, menggelorakan semangat perjuangan kemerdekaan di mana-mana, mencetuskan karya-karya ilmu pengetahuan yang menakjubkan, mengakhiri Abad Kegelapan di Barat dan mengakhiri kekuasaan beratus kerajaan absolut di Timur.

Dan ini pula tentunya Islam yang memiliki masa depan abadi, daya tarik universal dan menjangkau seluruh lapisan manusia, yang pandai maupun tidak, yang kaya maupun miskin. Inilah Agama Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai Rahmat sekalian alam, mewarisi risalah para nabi dan rasul sebelumnya. Ya inilah Islam yang murni, bersih, putih, berseri-seri, menyinari relung-relung hati budak-budak miskin dan kaum buruh yang tertindas. Ini dia Islam yang menghunjam tajam jantung diktator dan penguasa zalim.

Ya. Islam Muhammadi itu telah menghancur-leburkan berbagai tuhan dan berhala, di Timur maupun di Barat, dengan keperkasaan logika yang jernih.

Namun, Islam ini pula yang dimusuhi, mendapat tentangan dan perlawanan yang juga tiada henti-hentinya, dari Goliath angkara murka dunia. Mereka tak henti-hentinya ingin membendung air jernih yang turun dari Tuhan sekalian alam untuk melegakan dahaga umat manusia ini. Dengan bermacam rupa cara. Dan di antara caranya adalah dengan membuat kejernihan dan kesederhanaannya menjadi demikian keruh, pengap, sumpek, sempit dan dangkal.

Mulailah mereka merancang pemahaman agama yang tidak lagi membebaskan dan memerdekakan manusia tetapi membelenggunya dalam berbagai simbol, atribut dan kerangkeng yang sempit dan bodoh. Lalu mereka menyebut kerangkeng itu dengan nama mazhab—suatu istilah yang sebenarnya bermakna tafsir atau sudut pandang. Mazhab adalah kerangkeng Islam yang pertama, yang mengeluarkan sekian banyak Muslim yang mulai menghirup udara segar, merdeka, bergiat memupuk kebaikan bumi dan langit, sesuai tuntunan sederhana Rasul untuk tidak berbohong, tidak curang, menolong sesama dan sebagainya. Maka Islam itu pun berubah dari sang penolong dan penyelamat menjadi hakim yang jahat dan pemarah. 

Mata para penghuni kerangkeng mazhab ini lalu seperti tak pernah melihat diri sendiri, karena selalu sibuk meneropong, siapa yang sudah masuk dalam kerangkengnya dan siapa yang masih di luar. Bila sudah masuk dan meringkuk, maka pemimpin mazhab pun senang, dan memberinya sebutan sebagai “Muslim”. Babak perbudakan mazhab pun dimulai.

Di luar mazhab, yakni orang-orang yang masih terikat dengan ajaran-ajaran sederhana Rasul dan tak henti-hentinya mengucapkan kalimat syahadat yang demikian membebaskan itu, langsung dilabeli keluar dari “kerangkeng” Mazhab. Seolah-olah para gembong mazhab itu ingin Islam Rasul yang merdeka itu menjadi lebih terkendali, terkekang, sempit, pengap, sumpek dan akhirnya menguras energi Muslim yang baru saja dimerdekakan oleh syahadat itu sebagai budak mazhab. Umat Islam pun tidak lagi sibuk menghayati dan menerapkan apa yang diajarkan Rasul berupa saling menghormati, berbakti kepada orangtua, menolong yang lemah, mencari ilmu sampai nun jauh kemana-mana, menerawang angkasa yang luas, dan sebagainya. Budak-budak mazhab sibuk dengan hal-ihwal yang sama sekali aneh, jauh dari kemanusiaan manusia, mirip seperti zombie-zombie yang hanya bisa menularkan virus mazhab kepada sesamanya.

Puncaknya, para penghuni kerangkeng mazhab ini ingin sekali mengganti Islam Nabi Muhammad yang jernih, lapang, luas dan lurus itu menjadi semacam urusan organisasi, birokrasi dan administrasi, yang ada registrasinya, biaya masuknya, sekretariatnya dan sebagainya. “Islam” yang kedua ini sebenarnya hanyalah penjara di dalam kepala mereka yang salah memahami Islam Muhammadi. Islam mazhab ini terlalu sempit untuk menampung air rahmat Ilahi yang turun sebagaimana disebutkan dalam Alquran surah Ar-Ra’ad ayat 17.

Islam yang mempersempit lingkaran umat, memperbesar penjara “mazhab”, memperluas cakupan syirik dan menutup rapat arus tauhid bukanlah Islam Muhammadi. Ia adalah apa yang disebut dalam ayat di atas dengan zabad, yaitu buih yang mengambang akibat derasnya arus yang mengalir dari tempat ketinggian. Lalu ayat itu melanjutkan: “Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia akan tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan” (QS. Ar-Ra’ad: 17).

La haula wala quwwata illa biLLAH (Abu Jawad/Yudhi)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *