Berita
Islam Khas Nusantara Sebuah Keniscayaan
Gagasan atau ide Islam Nusantara akhir-akhir ini sering terdengar di tengah semakin maraknya pertikaian dan sengketa yang terjadi antar sesama umat Islam di Timur Tengah. Islam Nusantara pun digagas oleh Ormas Islam Nahdlatul Ulama sebagai topik bahasan pada muktamarnya mendatang.
Sejalan dengan hal tersebut, Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Cirebon menggagas Seminar Nasional bertema “Membumikan Islam Nusantara” pada Senin (27/4) di Universitas Nahdlatul Ulama Cirebon dengan menghadirkan pembicara Dr. Mushin Labib, Marsudi Wahid dan Dr. Arwani Syaerozi.
Pada kesempatan tersebut Dr. Mushin Labib menerangkan bahwa Islam Nusantara adalah sebuah keniscayaan. Sebagai sebuah pemahaman tentang wahyu yang dipahami dan kemudian dipersepsikan sesuai dengan lingkungan dan kultur bangsa Indonesia yang ini juga berlaku bagi daerah-daerah lain.
Islam Nusantara, kata Muhsin adalah salah satu respon untuk membedakan yang universal dan yang lokal. Memang harus ada penegasan batasan-batasan mana yang merupakan bagian dari agama dan mana yang memilki batas demografi. Sementara wahyu adalah sesuatu yang universal dan transenden.
“Tapi ketika wahyu diimplementasikan, maka perlu mengambil format-format yang ada di daerahnya,” terang Muhsin.
Sementara pembicara kedua, Marsudi Wahid mengamini apa yang disampaikan Mushin, lebih jauh menjelaskan bahwa Islam Nusantara—meski Marsudi merasa lebih tepat menyebutnya sebagai Islam Indonesia, tetap dapat memahami tema yang diangkat oleh panitia “Membumikan Islam Nusantara” karena menurutnya saat ini terjadi ancaman terhadap Islam Indonesia. Ancaman itu datang baik dari luar maupun dari dalam Indonesia sendiri.
Bagi Marsudi, Islam Indonesia adalah Islam yang mengakui Pancasila dan UUD 1945 sebagai ideologi dan dasar konstitusi negara. Jika tidak mengakui itu, maka menurut Marsudi bukanlah Islam Indonesia dan oleh karena itu tidak penting lagi untuk hidup di Indonesia sebab sudah otomatis bukan warga Indonesia.
“Silakan keluar dari Indonesia,” tegas Marsudi.
Dari sisi lain, Dr. Arwani Syaerozi sebagai pembicara terakhir menyoroti corak Islam Nusantara yang membuat Islam di Indonesia ini berbeda dan istimewa dibandingkan dengan Islam yang berkembang di negara-negara lain.
Corak yang pertama menurut Arwani adalah corak dakwah. Dalam berdakwah ini telah dicontohkan oleh para penyebar Islam terdahulu di Indonesia yang kita kenal dengan Wali Songo. Dakwah yang dilakukan oleh Wali Songo adalah dakwah akulturasi budaya yang di dalamnya ada misi perniagaan dan misi ideologi.
Corak yang kedua adalah corak bermasyarakat Islam Nusantara yang mengedepankan toleransi dan solidaritas dalam hidup bersosial dan bermasyarakat.
Corak yang ketiga adalah corak pendidikan Islam di Indonesia yang khas dengan adanya pesantren dengan tradisi ngaji bandongan, maknawi dan masih banyak lagi.
“Hal-hal tersebutlah yang membuat Islam Nusantara menjadi khas,” pungkas Arwani. (Lutfi/Yudhi)