وَماأَرْسَلْناكَإِلاَّرَحْمَةًلِلْعالَمين
(Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan (untuk) menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS. al-Anbiyya:107
Pada dasarnya, salah satu sebab penisbatan bahwa Islam adalah agama penebar rahmat atau cinta kasih adalah ayat di atas.
Sederhananya, karena Nabi Muhammad saw adalah pembawa dan pendiri agama Islam, beliau diutus tiada lain untuk menebarkan kasih sayang di alam semesta, maka dapat disimpulkan bahwa agama Islam adalah agama penebar cinta kasih.
Terlebih dari itu, cinta kasih adalah agama itu sendiri.
Imam Ja’far as-Shadiq as berkata, “Adakah agama selain cinta kasih?”
Dari hadis Imam as di atas, penulis berpendapat bahwa apabila ada orang yang beragama namun ia tidak mempunyai cinta kasih maka hakikatnya ia tak beragama. Agama hanya sebagai jubah lahiriah saja baginya.
Cinta kasih seharusnya menjadi hal yang utama bagi kaum Muslim kala mereka bertutur dan bertingkah laku. Karena dengan mengambil ibrah dari Alquran, hampir setiap awal surah terdapat sejumlah kalimat, “Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Kalimat Basmalah ini diulang dalam hampir setiap surah, seakan-akan ingin mengenalkan kepada para pencinta Alquran bahwa agama Islam adalah agama yang mengajarkan cinta kasih.
Allah SWT adalah Dzat yang paling menyayangi setiap makhluk-Nya. Derajat kedua setelah Allah adalah para Nabi Allah as dan para Auliya Allah. Mereka begitu menyayangi setiap makhluk ciptaan-Nya. Namun di antara para Nabi Allah, Nabi Muhammad saw adalah yang paling menyayangi umat dan makhluk ciptaan Allah.
Dalam sebuah makalah tertulis bahwa Nabi Muhammad saw, sabar dengan cacian dan gangguan umatnya waktu itu karena beliau sangat ingin mengantarkan umat menuju kebahagiaan yang abadi dan hatinya begitu lembut, sampai kala menjelang wafat pun beliau masih memikirkan umatnya, dengan berkata, “Umatku..umatku!”
Para nabi adalah orang-orang yang penuh dengan kasih sayang, karena kalau mereka tidak menyebarkan agama mereka dengan kasih sayang, maka orang-orang akan lari dari sisi mereka dan menjauhi mereka. Maka dari itu cinta dan kasih adalah dasar ajaran mereka.
Allah SWT berfirman;
وَلَوْكُنْتَفَظًّاغَليظَالْقَلْبِلاَنْفَضُّوامِنْحَوْلِك
(Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (QS. al-Imran:159
Namun saat ini, justru ada kelompok ekstremis yang mengaku mewakili Islam, sebut saja ISIS dan DAESH yang kejam, menakutkan dan jauh dari wajah cinta kasih. Jika kelompok ekstremis ini dibiarkan maka tak mustahil beberapa puluh tahun mendatang kita tidak akan melihat lagi orang-orang memeluk agama Islam. Karena para anak-anak dan pemuda kita akan merasa takut dengan keberadaan kelompok ekstrem semacam ISIS yang dengan berani menggorok leher orang-orang tak bersalah. Maka dari itu penting kiranya para cendekiawan Muslim menidaklanjuti masalah ini.
Pertanyaan selanjutnya, jika Islam adalah agama cinta kasih, kenapa terjadi peperangan di zaman Nabi saw? Bukankah peperangan itu sama sekali tak mencerminkan cinta kasih?
Jawabannya adalah bahwa agama Islam adalah agama yang sangat tidak menyukai pengkhianatan dan kekejaman. Perang yang terjadi di zaman Nabi saw pun disebabkan karena mempertahankan diri dan akibat adanya pengkhianatan dari musuh Islam. Dalam sejarah, sama sekali kita tidak akan melihat bahwa Nabi saw berperang dengan alasan selain mempertahankan diri atau pengkhianatan musuh-musuh beliau.
Bukan berarti pula, ketika cinta kasih ada, lalu kita diganggu dan dizalimi maka kita akan diam begitu saja. Islam tidak mengajarkan hal yang demikian. Kalau seandainya musuh memanfaatkan cinta kasih agama Islam –badihi-nya dan akal pun akan menghukumi– untuk melawan dan berperang dengannya.
PR umat Islam sekarang adalah menjaga ajaran Islam Cinta Kasih itu sendiri. Jangan sampai kita, kelompok Islam Cinta Kasih kalah semangat dengan mereka yang telah membawa stigma buruk bagi citra Islam. Jika kita kalah semangat dari mereka, maka jangan berpikir bahwa Islam Cinta Kasih akan bertahan di masa depan. (Sutia/Yudhi)