Berita
Islah: Jalan Damai Sampang
Pernah mendengar dongeng tentang malaikat yang dihukum turun ke bumi dan hanya dibolehkan kembali ke surga setelah menemukan 3 kebaikan? Seandainya malaikat yang seperti itu benar-benar ada, pasti dia akan memasukkan peristiwa islah Sampang ke dalam daftar 3 kebaikan yang dibutuhkannya. Lagi pula, apa yang ada dalam sebuah upaya perdamaian, kecuali kebaikan?
Kita sebagai umat Muslim, sekaligus sebagai warga Indonesia, pun pasti merasa gembira bahkan tercerahkan, dengan perdamaian antara pengungsi Sampang dengan warga desa asal mereka di Madura. Peristiwa ishlah yang inisiatifnya justru muncul dari warga-bukan pemerintah atau tokoh masyarakat-seolah menjadi anak tangga yang menaikkan maqam spiritual kita dengan menunjukkan bahwa pemaafan dan persaudaraan jauh melangkahi kebencian, kesedihan, dan duka cita. Kita tahu apa yang sebelumnya dialami kedua pihak yang terlibat dalam ishlah bukan hal sepele-ada korban nyawa, ada kehilangan sejumlah besar harta-benda. Namun pada akhirnya mereka mampu menunjukkan bahwa kekhilafan tidak harus melahirkan dendam, dan perbedaan tidak untuk diperselisihkan. Perbedaan adalah niscaya, kodrati, dan tak ada sikap lain yang bisa dipilih kecuali menghargainya.
Ishlah diperintahkan oleh Al-Quran–setidaknya 40 ayat dalam Kitab Suci menyebut istilah yang bermakna bukan hanya perdamaian, melainkan juga perbaikan, pelurusan, dan reformasi itu. Dalam karyanya Wawasan Al-Quran Ustadz Quraish Shihab menulis bahwa Al-Quran menggarisbawahi perlunya menghindari sikap lahir maupun batin yang dapat mengeruhkan hubungan di antara sesama Muslim, demi meningkatkan ukhuwah.
Setelah menyatakan bahwa orang-orang Mukmin bersaudara, dan memerintahkan untuk melakukan ishlah (perbaikan hubungan) jika seandainya terjadi kesalahpahaman di antara dua orang (kelompok) kaum Muslim, Al-Quran memberikan contoh-contoh penyebab keretakan hubungan sekaligus melarang setiap Muslim melakukannya.
Perbuatan yang dilarang itu antara lain:
1.Mengolok-olok kaum yang lain, mencela diri sendiri (sesama Muslim), memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
2.Berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan orang lain, serta menggunjing, yang diibaratkan oleh Al-Quran seperti memakan daging-saudara sendiri yang telah meninggal dunia.
” Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kaum (pria) mengolok-olokkan kaum yang lain, karena boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) itu lebih baik daripada mereka (yang mengolok-oLokkan); dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita yang lain, karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olokkan lebih baik dan mereka (yang memperolok-olokkan), dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri, dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Sejelek-jeleknya panggilan adalah (sebutan) yang buruk sesudah iman. Barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Hujurat [49]: 11).
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Hujurat [49]: 12)
Rasulullah Muhammad Saw. juga bersabda:
“Hindarilah prasangka buruk, karena itu adalah sebohong-bohongnya ucapan. Jangan pula saling mencari-cari kesalahan. Jangan saling iri, jangan saling membenci, dan jangan saling membelakangi.” (Diriwayatkan oleh keenam ulama hadis, ke An-Nasa’i, melalui Abu Hurairah).
Semoga kita semua diberi kekuatan untuk memilih sikap lahir maupun batin yang selalu mengantar kita ke jalan ishlah-jalan perbaikan, jalan pelurusan, jalan perdamaian, jalan reformasi (perbuatan dan pemikiran). Ishlah sudah pasti memberikan harapan masa depan yang lebih baik. Wallahu a’lam bishawwab. (pangestuningsih/Islam Indonesia)
Sumber : Islam Indonesia