Berita
Isi Permufakatan Jahat “Deal of The Century” dan Respon Internasional
Baru-baru ini, Presiden AS Donald Trump telah memaksakan keinginan sepihaknya soal “dua negara” untuk menyudahi konflik Israel-Palestina. Itu pun dengan persyaratan teramat ketat yang lagi-lagi sepihak dan menguntungkan rezim ilegal zionis Israel. Padahal, yang terjadi bukanlah konflik antar dua pihak, melainkan penjajahan dan penganiayaan suatu rezim ilegal bernama zionis Israel vis-a-vis Palestina.
Rakyat Palestina kontan menolak mentah-mentah dan menantangnya. Rencana Trump ini juga menuai banyak kritik dan disebut-sebut justru memperburuk keadaan. Apa sebenarnya isi rencana perdamaian Israel-Palestina Trump? Berikut rangkuman beberapa poinnya.
- Luas wilayah Palestina hanya berkisar 15 persen dari total wilayah kedaulatan Palestina sebelum 1948. Pencaplokan wilayah Palestina kemudian berlangsung secara bertahap. Pada 1947, pasca dikeluarkannya resolusi 181 yang baru berupa rencana partisi, wilayah Palestina sudah diserobot entitas zionis sebesar 55 persen. Wilayah Palestina praktis hanya sisa 45 persen.
- Pada 1967, luas wilayah Palestina makin mengerut dan hanya tinggal 22 persen. Ditambah dengan penyerobotan tanah dan rumah milik warga Palestina oleh rezim zionis serta pembangunan pemukiman ilegal zionis, di masa kini luas wilayah Palestina hanya tersisa 15 persen. Bahkan luas dua kotanya, Gaza dan Ramalah, tak lebih besar dari Jakarta.
- Baitul Maqdis (Yerusalem) secara keseluruhan menjadi ibukota rezim zionis Israel, dan sebesar 30 persen tanah Tepi Barat dan Lembah Yordania akan menjadi milik rezim zionis Israel.
- Palestina dapat menjadi negara otonom. Namun tidak diperbolehkan memiliki tentara, dan Hamas wajib melucuti senjatanya.
- Palestina dapat menjadikan kawasan Abu Dis, atau pemukiman Shuafat yang terletak di sebelah timur Yerusalem, sebagai ibukota di masa mendatang. Usulan ini diinisiasi oleh rezim Kerajaan Arab Saudi yang mendukung pemufakatan jahat Deal of the Century.
- Sejumlah kecil pengungsi Palestina dapat mengambil hak mereka untuk kembali ke tanah air tanpa perlu membayar kompensasi.
- Dalam jangka waktu lima tahun akan dibangun satu pelabuhan dan satu bandara baru untuk Palestina. Hingga dua fasilitas itu terbangun, Palestina dapat menggunakan bandara dan pelabuhan milik rezim zionis Israel.
- Palestina akan menerima kucuran dana sebesar 50 milliar dolar yang akan dicicil selama 10 tahun.
- Dataran Tinggi Golan akan tetap berada di bawah kekuasaan rezim zionis Israel.
- Sungai Yordan dan Laut mati tak lagi menjadi perbatasan bagi Tepi Barat. (Kini jalur penyambung Tepi Barat dengan dunia luar adalah dua jembatan yang langsung menyambung ke wilayah Yordania)
- Tepi Barat dan Jalur Gaza akan dihubungkan dengan terowongan sepanjang 24 kilo meter. Terowongan itu berbentuk jembatan layang dengan ketinggian 30 meter di atas tanah yang akan dibangun secara bersama oleh sejumlah negara.
- Ada sejumlah pemukiman rezim zionis Israel yang berada dalam kawasan Palestina dan militer rezim zionis Israel memiliki hak untuk memasukinya.
- Penduduk Palestina di Tepi Barat tidak memiliki akses ke Bandara Ben Gurion di Tel Aviv. Yang dapat menghubungkan mereka dengan dunia luar hanyalah dua jembatan yang telah disebutkan.
- Tepi Barat sepenuhnya terkurung dalam kawasan yang diduduki rezim zionis Israel. Bagian Palestina yang memiliki perbatasan dengan dunia luar (selain wilayah yang diduduki Israel) adalah Jalur Gaza saat ini yang berbatasan dengan Laut Mediterania sejauh 12 km. Namun kemungkinan besar Gaza tak akan diizinkan memiliki pelabuhan. Sebab jalur Rafah selama ini berada di bawah kekuasaan Mesir.
Salah satu yang paling disorot adalah masalah pencaplokan Lembah Yordania oleh rezim zionis Israel. Lembah Yordania termasuk kawasan bersuhu hangat dan sangat baik untuk dijadikan lahan pertanian dan berada di atas sumber air utama Palestina.
Lembah Yordania adalah sepertiga dari Tepi Barat itu sendiri. Terdapat lebih dari 56 ribu orang saat ini yang tinggal di Lembah Yordania (dua persen penduduk Palestina di Tepi Barat). Maka, masalah pencaplokan kawasan lembah Yordania ini akan menjadi pemicu terbesar ketegangan di Palestina.
Respon Internasional
Kontra:
- Ayatullah Sayyid Ali Khamenei (Pemimpin Revolusi Islam) menuliskan dalam akun Twitternya, ‘Deal of the Century’ insya Allah, tidak pernah terwujud, ini adalah pengkhianatan besar (terhadap) dunia Islam. Kami berharap para pemimpin Bahrain dan (Arab) Saudi akan menyadari betapa sulitnya langkah yang mereka lewati dan betapa berbahayanya itu bagi masa depan mereka.” Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan bahwa “apa yang disebut ‘Visi untuk Perdamaian’ hanyalah proyek impian dari pengembang real estat yang bangkrut” dan menyebutnya sebagai “mimpi buruk bagi kawasan dan dunia.”
- Sekjen Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah, mengecam apa yang disebut rencana perdamaian Trump untuk Timur Tengah, dan mengatakan bahwa apa yang digambarkan AS sebagai “kesepakatan abad ini” tersebut adalah “kesepakatan gagal” dan “kejahatan bersejarah”. “Kesepakatan ini berarti hilangnya hak-hak Palestina, Arab, dan Islam. Ini adalah kewajiban agama, moral, nasional dan politik untuk menentang [rencana perdamaian ini], karena ini adalah kesepakatan yang tidak adil dan bertentangan dengan hak-hak tempat suci.”
- Ayatullah Sayid Sistani (Marja Ahlulbait terbesar di Irak)dalam pernyataan pada Selasa (28/1/2020) malam mengecam prakarsa yang dirancang AS dan mengatakan, prakarsa ini telah melukai perasaan ratusan juta bangsa Arab dan umat Muslim di seluruh dunia.
- Anggota senior Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) Osama Hamdan menekankan, kesepakatan abad ini sebagai bagian dari upaya Amerika untuk menghapus isu Palestina dan memberi legalitas kepada rezim penjajah Israel di kawasan, AS ingin bangsa Palestina mengabaikan haknya, merusak persatuan bangsa tertindas ini dan memperkuat Israel. “Kesepakatan abad tidak akan bertahan lama dan mereka yang menganggap mampu meraih posisi lebih baik di kawasan dengan mengiringi rencana Donald Trump, sepenuhnya keliru,” papar Hamdan.
- Mohammed Ali Al-Houthi, Pemimpin Ansarullah Yaman, “Kesepakatan Trump adalah agresi terang-terangan AS terhadap Palestina dan negara, dan itu adalah kesepakatan yang didanai oleh (Arab) Saudi dan UEA (Uni Emirat Arab) untuk memperkuat pendudukan Israel.
- Presiden Lebanon Michel Aoun, mengecam kesepakatan abad ini dan mengatakan “Ancaman dan tekanan Israel dan kecenderungan untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel adalah indikasi yang mengkhawatirkan. Perdamaian tidak bisa dicapai dengan mengorbankan para pengungsi Palestina yang dipaksa keluar dari tanah air mereka dan kehilangan identitas mereka.”
- PBB menegaskan kembali komitmennya terhadap solusi dua negara berdasarkan perbatasan yang sudah ada sebelum Perang Enam Hari 1967, sebelum rezim pendudukan zionis Israel mencaplok wilayah Palestina.
- Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menentang prakarsa Presiden AS Donald Trump untuk perdamaian di Timur Tengah, serta menganggapnya “bias dan mengadopsi narasi Israel” dalam konflik. Karena itu, OKI menyerukan kepada 57 negara negara anggotanya agar tidak berurusan dengan prakarsa yang dinamai Perjanjian Abad Ini tersebut, atau tidak bekerja sama dengan pemerintah AS untuk mengimplementasikannya.
- Liga Arab pada 1 Februari, mengeluarkan penolakan secara bulat atas rencana tersebut. Dalam komunike bersama, para pejabat dari 22 negara anggota mengatakan kesepakatan itu tidak akan menghasilkan perdamaian yang adil antara kedua belah pihak, dan liga tidak akan bekerja sama dengan AS untuk mengimplementasikannya.
- Suriah melalui Kementerian Luar Negeri mengecam rencana yang disebut sebagai kesepakatan abad ini, menurutnya proyek ini mewakili kapitulasi sebelum pendudukan Israel dan menegaskan bahwa AS dan Israel memusuhi negara Arab. “Suriah menuntut DK PBB mengecam penghinaan AS atas legitimasi internasional dan mengingatkan bahwa resolusi PBB menyerukan diakhirinya pendudukan Israel atas wilayah Arab dan Palestina,”
- Indonesia melalui Wakil Menteri Luar Negerinya Mahendra Siregar dalam konferensi OKI di Jeddah, Arab Saudi mendorong negara-negara OKI untuk tetap konsisten dengan keputusan yang telah dibuat sebelumnya, dan tetap bersatu dalam menyikapi proposal sepihak AS untuk Palestina yang tidak berdasar pada hukum internasional dalam mempertahankan status kota Yerusalem.
- Malaysia, melalui Menteri Luar Negeri Datuk Saifuddin Abdullah, dalam konferensi OKI di Jeddah, Arab Saudi menyatakan, “Partisipasi Malaysia pada pertemuan ini merupakan bukti komitmennya yang tak tergoyahkan terhadap perjuangan Palestina, dan menegaskan kembali peran OKI dalam upaya mengakhiri pendudukan (rezim zionis) Israel di wilayah Palestina sejak 1967.”
- China melalui Kementerian Luar Negeri mengatakan bahwa resolusi PBB berupa solusi dua negara, prinsip tanah bagi perdamaian, serta langkah-langkah lain yang didukung kalangan internasional, membentuk dasar bagi menyelesaikan konflik Israel-Palestina.
- Parlemen Kuwait telah memutuskan untuk memboikot konferensi Bahrain. Menteri Luar Negeri Kuwait menyatakan bahwa “… kami menerima apa yang diterima saudara-saudara Palestina kami.” Pemerintah Kuwait menunjuk duta besar pertamanya untuk Palestina tak lama setelah rencana sepihak itu diumumkan secara lengkap.
- Qatar menyatakan bahwa ‘Qatar menegaskan kesiapannya untuk memberikan dukungan yang diperlukan bagi setiap upaya dalam yayasan-yayasan ini demi menyelesaikan masalah Palestina; perdamaian tidak dapat berkelanjutan kecuali hak-hak rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka dan berdaulat di perbatasan 1967, termasuk Yerusalem Timur, dan untuk kembali ke tanah mereka, dilindungi.
- Jordania menyatakan oposisi terbuka terhadap rencana itu. Kementerian Luar Negeri mengatakan bahwa satu-satunya jalan menuju perdamaian Timur Tengah yang komprehensif dan abadi adalah pembentukan negara Palestina merdeka yang didasarkan pada tanah yang ditangkap oleh Israel dalam perang 1967, dan dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya.
- Rusia dalam tanggapan resmi awalnya, melalui juru bicara kepresidenan Dmitry Peskov, menyatakan, “Cukup jelas bahwa beberapa ketentuan rencana ini tidak sepenuhnya sesuai dengan resolusi yang relevan oleh Dewan Keamanan PBB dan mencatat oposisi Palestina dan Arab.
- Kementerian Luar Negeri Turki mengecam rencana tersebut dan mengatakan itu ditujukan untuk “mencuri tanah Palestina”
Pro
- Arab Saudi mengatakan dalam sebuah pernyataan, “Kerajaan menghargai upaya Administrasi Presiden Trump untuk mengembangkan rencana perdamaian yang komprehensif antara pihak Palestina dan Israel; dan mendorong dimulainya negosiasi damai langsung antara pihak Palestina dan Israel, di bawah naungan Amerika Serikat.”
- Kementerian luar negeri Bahrain mengatakan dalam sebuah pernyataan, “Bahrain mendukung semua upaya untuk mencapai solusi yang adil dan komprehensif tentang masalah Palestina,” dan berterima kasih pada Amerika Serikat atas usahanya.
- Kementerian Luar Negeri Mesir mengeluarkan pernyataan bahwa Mesir mengakui pentingnya mempertimbangkan inisiatif pemerintah AS dari perspektif pentingnya mencapai penyelesaian masalah Palestina. Mesir meminta kedua pihak yang relevan untuk melakukan pertimbangan yang cermat dan menyeluruh dari visi AS demi mencapai perdamaian dan membuka saluran dialog di bawah naungan AS.
- Kementerian Luar Negeri Maroko menyatakan bahwa Maroko “menghargai” rencana AS, dengan menambahkan bahwa penerimaan oleh para pihak adalah “dasar bagi implementasi dan keberlanjutan rencana”.
- Duta Besar Uni Emirat Arab mengeluarkan pernyataan bahwa rencana tersebut menawarkan titik awal yang penting untuk kembali ke negosiasi dalam kerangka kerja internasional yang dipimpin AS.
- Kementerian Luar Negeri Perancis pada awalnya mengatakan dalam sebuah pernyataan, “Perancis menyambut baik upaya-upaya Presiden Trump dan akan mempelajari secara cermat program perdamaian yang telah ia suguhkan.
-
Source: berbagai sumber