Ikuti Kami Di Medsos

Dunia Islam

Wawancara dengan Ulama Ahlusunnah Iran: “Membunuh Sesama Muslim Masuk Surga, adalah Khurafat!”

447875Menurut
 Kantor Berita ABNA, Maulawi Ali Ahmad Salami, yang lebih dikenal dengan nama 
Syaikh Maulawi Nadzhir Ahmad adalah ulama besar Ahlus Sunnah Iran yang saat ini
 menjadi wakil rakyat yang duduk di Majelis Khubregan Rahbari delegasi Provinsi 
Sistan dan Bluchistan Republik Islam Iran. Beliau juga anggota perkumpulan 
ilmiah bidang fiqh dan huquq Hanafi di Universitas Mazahib Islami dan juga
 menjadi dosen senior di Hauzah Ilmiah Darul Ulum Zahedan. Diluar pendidikan 
resminya di Hauzah Ilmiah beliau pernah menimba ilmu secara khusus dari
 beberapa ulama Ahlus Sunnah terkemuka seperti Maulana Taj Muhammad Buzurqzadeh
di Sarbaz, Maulana Mufti Muhammad Syafi’i ulama mufti Pakistan, Maulana
Muhammad Rafi Utsmani, Maulana Muhammad Taqi Utsmani, Maulana Syams al Haq, dan
Maulana Subhan Mahmud di Karachi Pakistan. Beliau juga mengantongi ijazah
sarjana S2 dengan gelar master ekonomi Islam dari Universitas Karachi Pakistan.

Diantara
buku-buku yang menjadi buah karya beliau seperti, Tarikh Islam, Mahurhai
 Da’wat wa Tabligh [Seputar Dakwah dan Tabligh], Banwan Nemuneh Asr
Payambar wa Sahabeh [Perempuan-perempuan Teladan di Masa Nabi dan Sahabat],
 Peristiwa Karbala dalam Pandangan Ulama Ahlus Sunnah, Hadiah untuk Kaum Muslimah
 dan banyak lagi lainnya. Selain menulis ratusan makalah ilmiah dengan berbagai 
tema dan pembahasan yang disampaikan dalam berbagai seminar nasional dan 
internasional. Dengan berbagai jabatan penting yang disandangnya dan aktivitas
 ilmiah yang dijalaninya, Syaikh Nadzhir Ahmad dikenal sebagai ulama Ahlus
Sunnah terbaik dan paling populer di Iran.

Dengan 
alasan tersebut, wartawan ABNA mengambil waktu disela-sela kesibukan beliau
untuk melakukan wawancara. Ditemui di ruang kerjanya sebagai wakil rakyat di
Teheran, wartawan ABNA Ali Shakir mengajukan beberapa pertanyaan seputar 
pandangan Ulama Ahlus Sunnah mengenai sosok dan ketokohan Imam Ali as.

Berikut
 petikan wawancara tersebut:

ABNA: Bagi
 penganut Syiah khususnya kaum muda, memiliki informasi yang sangat terbatas
 mengenai bagaimana pandangan Ahlus Sunnah mengenai imam pertama mereka.
Karenanya mohon dijelaskan bagaimana pandangan ulama Ahlus Sunnah mengenai
sosok kepribadian dan keutamaan Imam Ali as dari sisi keimanan beliau,
 keadilan, keberanian, ibadah, pengabdian, jihad, pengorbanan dan kecintaan Nabi
Muhammad Saw kepada beliau?. Silahkan.

-Bismillahirrahmanirrahim,
dan kepadaNya kita memohon pertolongan dan perlindungan. Jika dipersilahkan
saya akan memulainya dengan menjelaskan pandangan ulama Ahlus Sunnah mengenai
keluarga Nabi Saw secara keseluruhan lalu kemudian menyampaikan pandangan Ahlus
Sunnah terkait kepribadian Sayyidina Ali ra secara khusus.

ABNA: Silahkan.

-Kecintaan
 kepada Ahlul Bait adalah bagian dari iman kami dan kami sangat memegang prinsip 
itu. Dalam shalat kami, kami mengirim salam kepada Nabi dan keluarganya. Dan 
salam itu tercantum dalam kitab-kitab shahih kami, dan shalat kami tanpa
disertai dengan salam kepada keluarga Nabi, menjadi shalat yang rusak dan tidak
sempurna. Shalawat yang kami wajib melafazkannya dalam shalat yaitu, ‫”اللهم صل علی محمد و علی آل محمد کما صلیت علی ابراهیم و علی
آل ابراهیم انک حمید مجید، اللهم بارک علی محمد و علی آل محمد کما بارکت علی
ابراهیم و آل ابراهیم انک حمید مجید.” Do’a tersebut kami
 baca, baik dalam shalat berjama’ah, shalat sendiri, shalat malam dan lain-lain
pada saat kami melakukan tasyahud akhir. Dalam shalawat tersebut kami
 mengirimkan salam kepada Nabi dan keluarganya.

Demikian
pula pada khutbah Jum’at, shalawat kepada Nabi dan Ahlul Baitnya menjadi bagian
dari khutbah Jum’at yang harus diucapkan dalam bahasa Arab. Khutbah Jum’at yang
disertai ucapan shalawat tersebut disampaikan di seluruh dunia Islam bukan 
hanya di Iran. Disetiap hari Jum’at di semua masjid Ahlus Sunnah khutbah Jum’at 
tidak dibacakan sebelum diawali dengan bacaan shalawat kepada Nabi dan Ahlul
Bait. Jangan katakan, itu hanya diucapkan setelah terjadi revolusi Islam di 
Iran yang kemudian berubah menjadi pemerintahaan yang berasas mazhab Syiah,
 tidak. Melainkan sebelum revolusipun shalawat untuk Ahlul Bait sudah menjadi
bagian penting dalam khutbah Jum’at Ahlus Sunnah di Iran. Kami meyakini, Al
Hasan dan Al Husain adalah penghulu pemuda syuhada di Surga dan Sayyidah 
Fatimah adalah pemimpin kaum perempuan di Surga, dan itu telah menjadi 
keyakinan kami, dan sama sekali bukan karena terpengaruh atau dipengaruhi oleh
 ajaran Syiah.

Misalnya,
mengenai kejadian tragis di Karbala yang menjadi penyebab syahidnya Maulana al
Husain ra, ulama Ahlus Sunnah mengecam dan mengutuk peristiwa tersebut. Banyak
 kitab ulama Ahlus Sunnah yang telah ditulis berkenaan dengan peristiwa tersebut
 dan betapa mereka mengecam pembantaian keji tersebut. Diantaranya, ulama besar
Ahlus Sunnah Abu al Ali al Maududi, Syaikh Abu al Kalam Azad, Maulana Muhammad
 Syafi’i mufti besar Pakistan. Demikian pula dengan Maulana Mufti Muhammad
 Syafi’i yang menulis kitab “Syahid Karbala” dan pada bagian 
mukaddimah kitab tersebut beliau menulis, “Pada peristiwa tragedi Karbala 
bukan hanya umat manusia yang berduka dan bersedih namun juga bulan, matahari
dan awan turut meneteskan air mata duka.”

Saya 
juga berada di garis ulama Ahlus Sunnah dan Syiah yang mengecam dan mengutuk
terjadinya peristiwa biadab tersebut. Saya telah membaca banyak buku dan
 makalah seputar kejadian tersebut dan dari penelitian tersebut saya menulis 
buku khusus mengenai tragedi Asyura dengan judul, “Seputar Tragedi
 Karbala”.

ABNA: Mengenai
 Imam Ali sendiri, bagaimana pendapat anda?

-Beliau
adalah seorang ahli ibadah yang sangat mengagumkan, seorang pemberani, ahli
takwa dan dengan banyak lagi keutamaan yang tidak bisa dilukiskan dengan 
kata-kata. Dan semua keterangan mengenai hal tersebut diriwayatkan dalam 
kitab-kitab yang kami akui kesahihannya.

Sayyidina
Ali adalah menantu Nabi yang melaluinya keturunan Nabi berlanjut. Dan kami
 mengakui itu adalah sebuah keutamaan yang tidak dimiliki selainnya. Mengenai keilmuan dan kecerdasan beliau,
r iwayat yang bersambung sanadnya sampai ke Nabi Saw, menyebutkan, “Aku
 adalah kota ilmu, dan Ali adalah pintunya”. Selain itu kamipun mengakui
 bahwa yang paling menonjol kefakihan dan keilmuannya diantara para sahabat,
adalah Sayyidina Ali radiallahu anhu.

Dalam
 perang Khaibar, Ali adalah pahlawannya, yang Nabi bersabda tentang beliau pada
hari sebelumnya bahwa beliau akan menyerahkan bendera pasukan ke tangan 
seseorang yang akan membebaskan Khaibar. Para sahabat menanti dan berharap 
salah satu dari merekalah yang diserahkan bendera itu, namun pagi harinya Nabi
 memanggil Ali yang meskipun saat itu sedang sakit mata. Nabi seketika
menyembuhkan sakit Ali dan menyerahkan bendera kepempimpinan pasukan kepada
Ali. Dan sebagaimana yang dikatakan Nabi, Ali dengan kekuatan, keberanian dan
 kepemimpinannya berhasil menaklukan musuh dan membebaskan Khaibar.

ABNA: Kami
 berkeyakinan surah Al Maidah ayat 55 diturunkan berkenaan dengan Imam Ali as,
 yang ketika turunnya ayat tersebut baru saja menyedekahkan cincinnya pada
seorang fakir disaat beliau masih sedang dalam keadaan rukuk dalam shalatnya.
 Apakah anda juga meyakini demikian?

-Terdapat
 beberapa tafsir mengenai ayat tersebut. Dan salah satu misdaqnya bisa saja
memang Sayyidina Ali namun bisa juga misdaq yang lain, wallahu ‘alam. Namun 
yang pasti, kalaupun pendapat yang paling benar bahwa misdaqnya adalah
Sayyidina Ali, itu tidak memberi pengaruh apa-apa pada keyakinan kami, dan juga
tidak mesti membuat kami marah, sebab keyakinan kami mengatakan bahwa Sayyidina
Ali ra memang memiliki kelayakan untuk mendapatkan keutamaan seperti itu.

Sebagaimana
juga misalnya pada surah al Insan, yang disebutkan dalam salah satu riwayat 
bahwa surah tersebut turun berkenaan dengan Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah
 az Zahra beserta kedua puteranya, Hasan dan Husain yang saat itu sedang dalam 
keadaan berpuasa, namun menyedekahkan makanan buka puasa mereka pada orang yang
lebih membutuhkan, dan itu terjadi tiga hari berturut-turut, pada hari pertama 
sajian buka puasa mereka diserahkan kepada seorang fakir, besoknya kepada anak
 yatim dan esoknya lagi pada seorang yang ditawan. Namun itu adalah salah satu
 riwayat penafsiran, yang juga masih memberi ruang pada penafsiran lain, 
terutama karena memang ada riwayat-riwayat lain yang menyebutkan misdaq ayat
tersebut bukan mereka. Namun, sebut saja surah tersebut memang menceritakan
 mengenai keutamaan Ahlul Bait, itupun justru menguatkan keyakinan kami, dan 
kami bangga dengan itu, bahwa ini menjadi hujjah bagi kami mencintai dan
menghormati Ahlul Bait adalah sebuah keniscayaan pada agama ini.

ABNA: Namun
kami melihat sebagian dari kelompok yang menyebut dirinya Ahlu Sunnah ketika
 disampaikan keutamaan Ahlul Bait, justru tampak rasa tidak suka dari mereka.
 Bahkan diantara mereka ada yang memungkirinya dan menyebut itu kedustaan
–nauzubillah-. Bagaimana pendapat ulama Ahlus Sunnah terhadap mereka yang
melakukan pelecehan dan perendahan terhadap kemuliaan dan kesucian Imam Ali as
atau Ahlul Bait lainnya?

-Saya
 berani menegaskan pada anda, bahwa jika ada Sunni yang menghina Ahlul Bait, dia
 bukan hanya tidak tergolong dari kalangan Ahlus Sunnah bahkan juga telah murtad
 dan keluar dari lingkaran Islam.

ABNA: Dalam
beberapa kitab rujukan Ahlus Sunnah, seperti Tafsir Ruh al Ma’ani, Syarah
Nahjul Balaghah ibn al Hadid, Al Haafi Imam Syafii, Yanabi al Mawaddah al
Hanafi dan belasan kitab lainnya, diriwayatkan Sahabat Umar dalam beberapa
kesempatan pernah berkata, “Jika tidak ada Ali maka celakalah Umar.” Menurut
anda, apa yang dimaksudkan beliau atas perkataannya tersebut?

-Dalam
 beberapa kejadian, Sayyidina Umar mengeluarkan pendapat dan keputusan yang
salah, namun Sayyidina Ali yang berada disisi beliau meluruskan pendapatnya itu
bahwa bukan demikian, sehingga Sayyidina Umar segera menerima dan meluruskan 
pendapatnya. Karena itu beliau berkata, “Jika tidak ada Ali maka saya akan
celaka”.

ABNA:Apa
ini tidak menunjukkan bahwa imam Ali as lebih berilmu dibanding sahabat Umar?

-Ya,
 perkatannya tersebut menunjukkan hal tersebut. Dan kami semua menerimanya. Dan
 tidak mungkin ada Ahlus Sunnah yang menolak hal tersebut. Namun bagi kami, ini
menunjukkan keutamaan keduanya. Sayyidina Ali akan keilmuannya yang luas. Dan 
Sayyidina Umar akan kesigapannya untuk merujuk pada yang haq. Karena dua-duanya
memiliki keutamaan, karena itu kami menghormati keduanya, dan tidak mengecilkan
 salah satunya.

ABNA: Kami
 memiliki riwayat yang menyebutkan Nabi Muhammad Saw bersabda, “Ali bersama
 kebenaran dan kebenaran bersama Ali”, apa anda juga menerima dan meyakini
kebenaran riwayat tersebut?

-Ya,
 Ahlus Sunnah berkeyakinan, atas semua peristiwa yang terjadi antara Sayyidina
Ali dengan sahabat-sahabat yang lain, kebenaran bersama Sayyidina Ali.
 Misalnya, perselisihan antara Ali dan Muawiyah, dan perselisihan beliau dengan
Ummul Mukminin Aisyah ra.

ABNA: Karena 
itu anda tidak berkeyakinan bahwa para sahabat itu maksum dan terjaga dari
kesalahan?

-Sebelumnya 
saya akan menjelaskan kepada anda, makna yang benar dari istilah Sahabat Nabi.
S ahabat dalam pandangan mazhab kami adalah mereka yang bertemu dan melihat
Rasulullah Saw, mengimani beliau sebagai Nabi dan utusan Allah SWT dan 
meninggal tetap dalam keimanannya tersebut. Sahabat kami akui dan yakini tidak
 maksum tetapi memiliki kehormatan. Mereka satu sama lain memiliki derajat yang
berbeda, namun kami memandang mereka satu dalam penghormatan.

ABNA: Anda 
menerima dan mengakui keluasan dan ketinggian ilmu Imam Ali as dibanding 
sahabat-sahabat yang lain?

-Iya, 
sebelumnya juga sudah saya katakan, Nabi Muhammad Saw bersabda kepada
sahabat-sahabatnya, “Yang paling hakim diantara kalian adalah Ali.” Dan tidak
 mungkin seseorang disebut paling hakim jika juga tidak memiliki ilmu yang 
sangat luas dibanding yang lain. Dan inilah keutamaan Sayyidina Ali, sebagai
 orang paling alim.

Namun
 saya katakan kepada anda. Sahabat yang lain juga memiliki keutamaan dari sisi
 yang lain. Misalnya Sayyidina Umar pada satu sisi tertentu dan Abu Bakar utama 
pada sisi yang lain. Dan seterusnya. Dan keluasan ilmu Sayyidina Ali adalah 
sesuatu yang telah pasti dan menunjukkan keutamaan beliau yang sangat besar.

ABNA:
Apakah
 anda mengatakan dan memuji Imam Ali as saat ini, karena berhadapan dengan saya
 yang muslim Syiah?

-Tidak.
 Mengenai Sayyidina Ali tidak ada yang bisa diungkapkan kecuali kebaikan dan
 keutamaan saja. Setiap saya hendak berbicara mengenai Sayyidina Ali, yang
keluar dari lisan saya seluruhnya hanya kebaikan saja.

ABNA: Jika
 anda berbicara diatas mimbar, dan pendengar anda ada jama’ah dari Sunni dan
 juga ada yang Syiah, apakah anda tetap mengatakan apa yang baru saja katakan
mengenai Imam Ali as?

-Saya
 tidak punya pengetahuan mengenai Sayyidina Ali kecuali kebaikannya. Karenanya
tentu saja dimanapun, dan siapapun yang mendengarkan penyampaianku saya hanya 
akan berbicara tentang apa yang saya ketahui dari Sayyidina Ali, dan semuanya 
itu hanya kebaikan dan kebaikan saja. Saya bahkan punya kisah menarik mengenai
 ini.

ABNA: Silahkan
 anda ceritakan.

-Suatu
 malam saya bersama beberapa ruhaniawan dari kalangan Syiah dan Sunni Zahedan 
dalam sebuah perjalanan. Kami tiba di Sirkhan dan menjadi tamu warga setempat. Sayapun
mengusulkan, untuk mengisi waktu, sehabis makan, satu teman dari Syiah dan satu 
dari Sunni untuk menyampaikan ceramah. Yang terpilih mewakili teman-teman Sunni 
adalah saya. Dan ketika tiba giliran saya untuk berceramah, saya menyampaikan
 sikap dan pendirian Ahlus Sunnah tentang Ahlul Bait. Dan apa yang saya katakan 
pada malam itu, adalah juga yang telah saya sampaikan kepada anda. Sehabis 
ceramah, yang juga dihadiri warga setempat, mereka mendatangi dan mendekat
 kepada saya. Diantaranya ada yang bertanya, “Benarkah aqidah anda mengenai
Ahlul Bait demikian, sebagaimana yang anda sampaikan tadi?”. Saya jawab, “Bukan
hanya aqidah saya, tapi aqidah semua Ahlus Sunnah dipenjuru dunia. Dan saya
berani bersumpah demi Allah untuk memperkuat persaksian saya.”

Nah,
apa yang anda khawatirkan tadi mengenai saya, bahkan telah saya lakukan. Jika
 anda bersedia, menyediakan sebuah majelis yang semuanya adalah muslim Syiah,
 saya akan datang dan berbicara mengenai keutamaan Ahlul Bait dan Sayyidina Ali 
secara khusus dalam pandangan Ahlus Sunnah.

ABNA: Apa
yang semua anda katakan tadi mengenai keutamaan dan fadhilah Ahlul Bait adalah
juga menjadi keyakinan muslim Syiah. Namun mengapa saat ini yang terjadi di
 Pakistan, Irak, Suriah, Bahrain dan sebagian di Iran dan Afghanistan kita
 melihat kenyataan pahit adanya aksi kekerasan dan pembunuhan yang dialami oleh
warga muslim Syiah. Bahkan kita mendengar adanya fatwa dari ulama Ahlus Sunnah
bahwa membunuh orang Syiah akan memudahkan jalannya menuju surga. Apakah hal
 tersebut memiliki dasar dalam Islam? Apakah Islam mengajarkan membunuh sesama 
muslim dapat mengantarkan seseorang menuju surga?

-Saya 
meyakini, tidak ada kelompok Islam yang berkeyakinan seperti itu. Kelompok 
ekstrimis yang membunuhi orang-orang muslim Syiah misalnya dari kelompok Sepah
 Sahabeh Pakistan atau Jabhah al Nasrah Syam, meskipun mereka meyakini apa yang
 mereka lakukan itu diganjari pahala atau yang mereka lakukan itu adalah sunnah
 yang dianjurkan namun itu keyakinan dusta. Tidak bisa disandarkan pada Islam 
dan tidak ada Sunnah yang mengajarkan seperti itu.

Kita
punya riwayat, bahwa Nabi Muhammad Saw sebelum mengutus para Mujahidin ke medan
 jihad beliau memesankan kepada mereka, bahwa jika mereka memasuki suatu desa
 yang disitu diperdengarkan azan maka tidak diperkenankan untuk menyerang dan
merusak desa itu, meskipun disitu hanya ada satu orang yang muslim, apalagi
 kalau memang itu wilayah muslim. Jika ada yang berkeyakinan membunuh sesama 
muslim dapat menyebabkan masuk ke surga maka itu bukan keyakinan Islam,
melainkan keyakinan yang bersumber dari khurafat. Keyakinan itu tidak memiliki
 dasar sama sekali dalam agama ini baik dalam hukum syar’i maupun aqidah. Hanya 
angan-angan dan khufarat saja. Saya yakin mereka hanya orang-orang jahil yang 
dimanfaatkan untuk memecah belah kaum muslimin untuk kepentingan musuh-musuh
Islam.

ABNA: Jadi 
keyakinan membunuh muslim Syiah itu bisa mengantarkan ke surga digali dari
 khurafat saja dan tidak bersumber dari ajaran Islam?

-Iya, 
khurafat. Bahkan saya berkeyakinan, yang memiliki keyakinan seperti itu telah 
keluar dari golongan muslim.

ABNA: Jadi 
tragedi-tragedi yang kita lihat. Peledakan bom di wilayah komunitas Syiah,
 bahkan ditengah majelis-majelis dan shalat yang muslim Syiah lakukan, video
 yang menampilkan adegan memenggal kepala, mengunyah jantung sambil bertakbir,
 bagaimana anda menjelaskan itu?

-Kelompok
yang melakukan itu tidak bisa mengklaim diri berasal dari barisan muslim.
 Kalaupun mereka muslim, mereka adalah muslim yang jahil. Saya meyakini mereka
 dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam untuk melakukan itu, sehingga mencoreng 
wajah Islam dimata masyarakat dunia. Merekapun menjadi punya bukti bahwa memang
 orang Islam itu beringas dan gemar membunuh satu sama lain.

Sekali 
lagi saya tegaskan, bahwa barang siapa yang berkeyakinan membunuh muslim Syiah
 dengan alasan karena bermazhab Syiah dan itu berbuah pahala, maka telah keluar
 dari barisan kaum muslimin.

ABNA: Menurut 
anda sendiri, bagaimana keterkaitan aksi-aksi terror dan kekerasan tersebut
 dengan musuh abadi umat Islam yaitu Israel?

-Iya,
bagi mereka yang melakukan hal-hal yang justru menguntungkan pihak musuh yaitu
AS dan Israel maka secara langsung mereka teleh berkhidmat kepada musuh.

ABNA: Namun 
apa yang anda katakan dan yakini ini bertentangan dengan ulama-ulama Ahlus
Sunnah semisal yang berasal dari Arab Saudi. Mereka berkeyakinan Syiah itu 
telah kafir dan halal darahnya untuk ditumpahkan. Bagaimana anda menjelaskan 
ini?

-Tentu 
itu lebih banyak berkaitan dengan kepentingan politik, tapi saya tidak akan 
menyinggung itu, namun dari sisi syar’i saya katakan, tidak ada satu pun
 kelompok Islam di dunia ini dan masa sekarang yang menamakan diri mereka
Wahabi. Di masa-masa akhir abad pertama dan diawal abad kedua Hijriah, di benua
Afrika, seseorang bernama Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum, muncul 
sebagai pribadi yang terkenal, manhaj dan pemikirannya dari sekte Khawarij. 
Pengikutnya menamakan diri mereka Wahabi, yang maksudnya adalah pengikut Abdul
Wahab. Mereka berkeyakinan selain dari kelompok mereka bukanlah termasuk 
muslim, dan mereka merubuhkan masjid yang bukan masjid yang mereka bangun.
 Namun kelompok Wahabi tersebut telah punah dan kehabisan pengikut sebelum
 pertengahan kurun kedua dan sekarang sama sekali tidak lagi memiliki
 peninggalan dan bekas apapun.

ABNA: Namun
 bagaimana dengan kelompok Wahabi yang dikenal masa sekarang? Bagaimana anda 
menjelaskan?

-Mereka
yang kita sebut dan kenal sebagai Wahabi saat ini tidak pernah menamakan diri
 mereka Wahabi, mereka lebih sering menyebut diri mereka dengan sebutan Salafi.
Secara lughawi kami dan kalian adalah sama-sama Salafi. Karena Salafiyun
 artinya yang mengikuti para Salafush Saleh, yaitu orang-orang terdahulu yang
saleh. Sunni maupun Syiah, semuanya mengikuti orang-orang saleh terdahulu dari 
kalangan mereka. Karena secara bahasa, kita semua adalah Salafi. Namun Salafi
 secara istilah akan saya jelaskan.

Pada kurun kedua, disaat keilmuan umat Islam mencapai kejayaannya,
kitab-kitab tafsir dan kitab-kitab hadits marak ditulis para ulama, musuh Islam 
justru hendak mengacaukan keilmuan umat Islam. Mereka memasukkan pengaruh
 Filsafat Yunani kedalam ilmu-ilmu Islam, dan mensyarah ilmu-ilmu Islam dengan
merujuk pada pandangan Filsafat Yunani. Mereka melakukan itu sampai pada tahap 
mengkritisi Al-Qur’an dan Hadits dan menyampaikan kelemahan-kelemahannya.
 Misalnya mereka mengatakan, “Al-Qur’an kamu menyebutkan Tuhan itu memiliki
 tangan, Tuhan itu bersemayam di atas Arsy, dan sebagainya yang menunjukkan
bahwa Tuhan itu wujud materi dan terbatas. Dengan demikian Tuhan itu diadakan,
sementara Tuhan diklaim sebagai Pencipta segala sesuatu dan tidak ada yang
mengadakan. Mereka dengan argumen akal itu hendak merusak sumber rujukan Islam
yaitu Al-Qur’an dan Hadits, setidaknya mengurangi keutamaan dan nilai besarnya
dalam pandangan umat Islam.

Menghadapi mereka, ulama Islam terbagi atas dua kelompok. Pertama,
kelompok para ulama yang dalam menghadapi syubhat mereka hanya mendiamkan saja.
 Misalnya mereka berkata, “Ya memang benar Tuhan itu memiliki tangan, bersemayam
 di atas Arsy, dan sebagainya namun kami tidak mengetahui bagaimananya. Karena
 Al-Qur’an dan Hadits secara dzahir menyebutkan demikian maka kami tidak mungkin
akan mengingkarinya. Kami meyakini Tuhan memiliki tangan, namun tangan Tuhan
 bagaimana bentuknya? Wajah Tuhan bagaimana? Serta bagaimana posisi duduk Tuhan 
di atas Arsy dan seterusnya bukan pengkajian kami. Kami hanya meyakini
 sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an dan As Sunnah dan tidak punya wewenang 
untuk menakwilkan apalagi sampai mengingkarinya. Kelompok pertama inilah yang
disebut dan menamakan diri dengan Salafi.

Misalnya Imam Malik bin Anas ketika ditanya, “Bagaimana Allah 
istawa di atas Arsy?” maka beliau menjawab, “Allah istawa di atas Arsy adalah
 haq dan bertanya tentangnya adalah bid’ah.” Yaitu pertanyaan, tentang bagaimana
Allah istawa diatas Arsy adalah pertanyaan yang sia-sia. Bagi mereka, bagaimana
 Allah istawa itu tidak penting, namun mengimaninya wajib hukumnya. Dan sudah
 pasti mengimaninya adalah sesuatu yang benar.

Kelompok kedua, adalah ulama yang menakwilkan hal-hal mutasyabihat
 tersebut. Misalnya mereka mengatakan, yang dimaksud dengan Tangan Tuhan adalah
kekuasaan. Maksud Tuhan bersemayam diatas Arsy yaitu Tuhan mengontrol dan 
menguasai segala alam semesta beserta isinya. Yaitu, Tuhan bukanlah sebagaimana
 makhluk yang memiliki bagian-bagian tubuh, Dia adalah pencipta alam semesta dan 
segala maujud yang ada, dan Dia pula yang mengatur dan menguasainya, sehingga
tidak mungkin dibatasi oleh materi yang diciptakannya.

Dengan adanya pengaruh dari filsafat Yunani tersebut, umat Islam
terbagi dua, Salafi dan non Salafi. Mereka yang menolak takwil menyebut diri
 Salafi dan yang memberlakukan takwil dikenal sebagai kelompok Non Salafi.
 Aqidah Salafi adalah kami meyakini dan mengimani apa yang disampaikan Al-Qur’an
 dan Hadits yang shahih dan mempertanyakan tentang bagaimananya adalah 
kesia-siaan. Meskipun bagaimananya bagi kami tidak jelas namun kami tetap 
mengimaninya.”

Salafi kemudian terbagi lagi atas beberapa firqah, diantaranya
adalah Wahabi. Wahabi inilah kelompok yang paling jahil dan paling bengkok 
pemahamannya dari kalangan Salafi.

ABNA: Apa kemudian kaitannya,
antara adanya ikhtilaf dan perbedaan pemahaman itu dengan apa yang terjadi saat 
ini?

-Kaum muslimin dunia, jika kita hendak membaginya maka menurut saya 
terbagi atas tiga kelompok:

Pertama, kelompok literalis. Yaitu mereka yang mengimani dan
memahami apa yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits sesuai dengan apa yang
tertulis dan tersampaikan, yang kemudian merekapun mengamalkan apa yang mereka 
yakini itu. Mereka yang berada dalam kelompok ini, dari sisi keilmuan sangat
 rendah dan jahil. Mereka dapat dengan mudah mengkafirkan atau menganggap sesat 
kelompok Islam yang berbeda pemahaman
 dengan mereka. Meskipun mereka menyebut dan mengklaim diri sebagai Salafi, kami 
mengenal mereka dengan sebutan Wahabi. Mereka hanya memperhatikan apa yang
tersurat dari ayat dan hadits, dan cara mereka menafsirkan dan memahami agama 
tidak jauh beda dengan apa yang kita kenal sebagai Wahabi di kurun kedua.

Kedua, kelompok nash dan aqli. Mayoritas kaum muslimin di dunia
Islam berada di dalam kelompok ini. Mereka mengamalkan nash sebagaimana kelompok
 pertama namun tidak hanya sepenuhnya bergantung pada lahiriah teks melainkan 
juga menyandarkannya bagaimana Nabi menafsirkannya, bagaimana sahabat memahami 
dan mengamalkannya, bagaimana para imam mazhab menjadikannya sumber hokum dan 
disisi lain merekapun menggunakan akal sebagai alat bantu dalam memahaminya.
 Aktivitas mereka yang berada di kelompok ini lebih disibukkan dengan
kegiatan-kegiatan ilmiah, mengajar, tabligh, tarbiyah, berdakwah, penulisan,
 penelitian dan tidak memiliki perhatian yang besar terhadap mesti berdirinya
 hukumah Islamiyah. Prinsip mereka, dengan memperkenalkan pentingnya pengamalan
 ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari akan membuat masyarakat suatu waktu
 akan menegakkan sendiri pemerintahan Islam itu. Pemerintahan Islam bagi kelompok 
ini bukanlah prioritas utama.

Ketiga, kelompok nash, aqli dan siyasah. Secara aqidah mereka sama
 dengan kelpmpok kedua namun prioritas utama mereka adalah penegakan
pemerintahan Islam. Kelompok ini lahir sekitar 130 tahun lalu. Diantara tokoh
yang terkenal dari kelompok ini adalah Sayyid Jamaluddin al Afghani beserta 
muridnya Muhammad Abduh. Setelah itu Allamah Rasyid Ridha, Syaikh Hasan al
Banna, kelompok Ikhwanul Muslimin, Sayyid Qutb, Sayyid Abul ‘ala Mauludi sampai
 Imam Khomenei rahmatullah ‘alaihi. Mereka
bersungguh-sungguh memperjuangkan tegaknya pemerintahan Islam sebagai prioritas 
utama dakwah dan pergerakan mereka.

Sekarang, dengan mengenal ketiga kelompok ini, maka jelas
 perselisihan dan tragedi memilukan yang terus terjadi di dalam tubuh umat Islam
 karena keberadaan kelompok pertama, yang sadar atau tidak telah ditunggangi
 oleh kepentingan musuh.

ABNA: Penduduk sipil Suriah yang
 tidak berdosa telah menjadi korban kebiadaban dan kekejian kelompok teroris
 yang didukung dan didanai oleh AS dan Israel, darah mereka ditumpahkan tanpa
 alasan, dan tubuh-tubuh mereka ibarat mainan yang dijadikan obyek fitnah, bagaimana
 pandangan anda sebagai ulama Ahlus Sunnah menyikapi hal tersebut?

-Ulama Ahlus Sunnah memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai
hal ini. Sebagian mendukung kelompok oposisi sebagian lagi mendukung 
pemerintahan Suriah.

ABNA: Bagaimana menurut pendapat
pribadi anda mengenai serangan militer yang diberlakukan atas Suriah?

-Pendapat pribadi saya, apapun pergerakan yang menguntungkan
Amerika dan Israel dan memberi manfaat pada kepentingan-kepentingan mereka 
terutama jika itu lebih memperkuat eksistensi dan pengaruh AS dan Israel di
 Timur Tengah secara khusus dan dunia Islam secara umum maka saya mengecamnya. Kami 
tidak pernah mengizinkan adanya serangan militer ke Negara yang berdaulat. Kami
 tidak pernah menyepakati adanya serangan militer yang ditujukan atas Suriah,
Pakistan dan Afghanistan. Islampun tidak membolehkan hal tersebut. Terlebih lagi,
di Negara-negara tersebut yang menjadi korban paling banyak dirasakan oleh
rakyat sipil yang tidak berdosa.

Yang paling banyak ambil andil dalam kekerasan dan pembunuhan yang
tengah terjadi di daerah-daerah konflik adalah kelompok al Qaedah. Menurut hukum 
syar’i mereka layak dikecam. Islam tidak pernah membolehkan apa yang tengah
mereka lakukan dengan aksi-aksi teror mereka. Islam jika memberlakukan jihad,
 memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi, jika tidak maka bukan 
jihad namanya. Jihad adalah peperangan melawan kaum kuffar bukan sesama kaum 
muslimin.

ABNA: Pendapat anda sendiri
 mengenai jihad nikah bagaimana?

-Pertama dari sisi bahasa saja, istilah jihad nikah tidak tepat,
 karena jihad adalah peperangan melawan kaum kuffar bukan dengan kaum muslimin. Kedua 
secara istilah, nikah jihad melenceng dari syariat. Dalam Islam tidak ada 
istilah jihad nikah. Perempuan yang menyerahkan dirinya dengan mengatasnamakan 
jihad nikah untuk memenuhi nafsu kelompok oposisi tersebut sama halnya
 membinasakan dirinya sendiri.

ABNA: Mengenai makam-makam 
keluarga Nabi dan sahabat-sahabatnya di Suriah yang dirusak oleh kelompok 
oposisi apa itu memiliki dasar dalam ajaran Islam?

-Jika memang benar itu pengrusakan tempat-tempat suci tersebut 
dilakukan oleh kelompok Salafi maka menurut keyakinan mereka yang hanya
 berdasarkan pada lahiriah teks dan mengandalkan dugaan belaka maka itu 
perbuatan benar dan dianjurkan dalam Islam versi mereka. Karena mereka meyakini 
membangun bangunan diatas kuburan tidak bisa dibenarkan dan harus dirubuhkan. Mereka
mengatakan punya riwayat dan hujjah yang membenarkan perbuatan mereka untuk
 menghancurkan bangunan yang dibangun diatas kuburan.

Namun kaum muslimin yang berbeda pandangan dengan mereka juga ada,
dan lebih banyak. Bahwa membangun bangunan diatas makam-makam para wali adalah
 bentuk pemuliaan dan penghormatan terhadap tokoh-tokoh besar Islam tersebut. Dan 
keyakinan mereka ini juga harus dihargai dan dihormati. Karenanya tindakan 
Salafi tidak bisa dibenarkan. Mereka tidak boleh menghancurkan bangunan yang
 dibangun oleh kelompok yang meyakini itu sebagai keutamaan.

ABNA: Anda mengatakan bahwa Ahlus
Sunnah juga menghormati dan memuliakan Imam Husain as. Karenanya sudah menjadi 
keniscayaan penghormatan dan pemuliaan juga harus ditujukan kepada anak keturunan 
beliau. Namun kita lihat realitas yang terjadi, para pemberontak Suriah justru
 menyerang dan merusak makam Hadhrat Zainab, Sukainah, dan Ruqayyah yang
 merupakan keturunan Imam Husain as, apa menurut anda itu bukan penghinaan
 terhadap pribadi Nabi Muhammad Saw dan Imam Husain as?

-Iya demikianlah. Menyerang dan merusak makam keturunan Nabi Saw
 bukan hanya tidak diperbolehkan tapi juga haram secara syar’i, begitu juga
 makam muslim-muslim lainnya. Masyarakat setempat mendirikan bangunan di
makam-makam suci tersebut sebagai bentuk penghormatan yang berdasarkan dari
 keyakinan mereka yang juga memiliki sumber dan hujjah yang kuat, karenanya 
harus dihormati. Dalam Al-Qur’an disebutkan adanya larangan untuk tidak
 menghina dan menjelek-jelekkan berhala yang disembah dan dijadikan tuhan oleh 
orang-orang musyrik karena itu akan memancing mereka untuk juga menghina Allah
Swt dan Islam. Karenanya sangat tidak dibenarkan apa yang telah dilakukan
kelompok oposisi di Suriah yang merusak makam, masjid dan tempat-tempat yang
d imuliakan kaum muslimin.

ABNA: Pengrusakan yang dilakukan
kelompok Salafi atau Wahabi bukan hanya di Suriah namun juga di kota Madinah. Apa 
penjelasan anda mengenai apa yang dilakukan pemerintahan Saudi terhadap pemakaman
Baqi?

-Mereka melakukan itu karena mereka mereka meyakini riwayat yang 
menyebutkan jangan mendirikan bangunan di atas kuburan, karenanya meruntuhkan 
bangunan yang dibangun diatas kuburan bagi mereka bukan penghinaan melainkan
 keharusan agama. Inilah yang saya katakana tadi bahwa mereka memahami teks 
agama berdasarkan penalaran mereka belaka. Sebab dimasa Kekhalifaan Utsmaniah,
 bukan hanya makam suci keluarga dan keturunan Nabi yang dibuatkan bangunan dan
 kubah, juga para syuhada perang Badar. Namun ketika Madinah jatuh di bawah
penguasaan Salafi/Wahabi mereka merusak semua bangunan itu. Meskipun umat Islam
 sedunia memprotes apa yang mereka lakukan, mereka tetap saja melanjutkan
 pengrusakan sampai pemakaman Baqi rata dengan tanah.

Bagi kami apa yang mereka lakukan itu tidak bisa dibenarkan. Peninggalan-peninggalan
Islam harus dijaga karena itu warisan yang berkisah tentang masa lalu yang
sangat bermanfaat dan memberi pengaruh besar bagi generasi kemudian. Makam adalah
peninggalan terakhir dan kenangan dari orang yang pernah hidup sebelumnya 
karenanya makam harus dikenali dan dijaga supaya ingatan tentangnya bisa terus
 membekas, bukan malah dirusak dan dihancurkan. Namun melihat kondisi pemakaman 
Baqi saat ini, kita sungguh sangat miris, kita tidak bisa mengenali secara 
pasti dari makam-makam itu.

ABNA: Pemimpin Besar Revolusi
Islam Iran Ayatullah Sayyid Ali Khamanei menegaskan karena Imam Ali bin Abi
Thalib as diakui keutamaannya oleh semua mazhab dalam Islam, baik itu Sunni
 maupun Syiah karenanya beliau semestinya dijadikan sebagai poros persatuan umat
Islam. Menurut anda sendiri bagaimana?

-Apa yang beliau katakan itu sangat tepat. Dan jika benar-benar
 terjadi dan diamalkan, akan sangat banyak perbedaan dan perselisihan yang
terjadi di antara kaum muslimin akan terselesaikan. Kami Ahlus Sunnah meyakini
 Sayyidina Ali dan semua Ahlul bait memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia. Namun
 kami juga berharap, sebagaimana Sayyidina Ali ra yang memberi dukungan dan 
penghormatan kepada tiga khalifah sebelumnya, saudara-saudara kami dari muslim
 Syiah juga melakukan hal yang sama. Jika itu yang terjadi, saya yakin meskipun 
semua perbedaan tidak bisa dituntaskan, setidaknya mampu menimimalisir
 perbedaan yang ada dan menciptakan kondisi yang sangat baik bagi terwujudnya 
persatuan kaum muslimin, dan bisa bekerjasama dalam suasana yang penuh
penghormatan dan saling memahami.

ABNA: Pembicaraan dengan anda yang
 sarat dengan ilmu,  argumen yang logis 
dan saran-saran yang konstruktik menjadi pembicaraan ini sangat menyenangkan
 bagi saya.

-Terimakasih. Saya pernah mengajar di Universitas Adyan kota Qom. Suasana 
persahabatan dan persaudaraan benar-benar sangat saya rasakan selama berada di
Qom. Sesuatu yang sangat sulit dipercaya. Sebelumnya informasi yang saya 
dapatkan, Qom yang semuanya muslim Syiah adalah Syiah yang ekstrim yang hatta 
mendengar kata Umar disebutkan mereka akan marah dan memukul yang menyebutkan 
nama itu. Dan itu tidak saya temukan dikota itu.

ABNA: Terimakasih atas waktu yang 
telah anda luangkan untuk pembicaraan yang hangat dan sangat bermanfaat ini.

-Sama-sama.