Ikuti Kami Di Medsos

Internasional

Tiga Tahun Pertanian Yaman Dihujani 900 Serangan Udara

Data yang dikumpulkan Proyek Pemantauan Dampak Sipil (CIMP) di Yaman menunjukkan total 348 serangan udara dan 570 kasus penembakan telah mempengaruhi pertanian sejak Januari 2018. Jika dirata-ratakan, dalam sehari terjadi satu insiden.

Wawancara dengan warga sipil di lapangan oleh Dewan Pengungsi Norwegia mendokumentasikan hilangnya nyawa dan harta benda. Dus, bagaimana hal ini mendorong petani keluar dari tanah yang telah mereka garap selama beberapa generasi. Ladang penghasil makanan akhirmya dibiarkan tandus.

“Kekerasan yang telah melanda lebih dari 900 pertanian adalah bagian dari pola yang lebih besar di mana perang yang tidak masuk akal menghancurkan kemampuan Yaman untuk memberi makan dirinya sendiri. Kapal penangkap ikan telah ditenggelamkan, pasar hancur, dan pabrik tepung dibumihanguskan. Situasi ini memotong garis hidup jutaan orang. Para petani yang mampu menyediakan makanan untuk menyelamatkan nyawa telah dibom, dikupas, dan dibunuh saat menanam tanaman di ladang mereka. Orang Yaman tidak sedang kelaparan. Mereka didorong ke dalam jurang oleh orang-orang dengan senjata dan kekuatan,” kata Sekretaris Jenderal Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), Jan Egeland.

Rangkaian serangan itu menyebabkan negara tersebut berisiko kelaparan jika tindakan segera tidak diambil. Mata uang Yaman telah jatuh ke rekor terendah, harga pangan naik 140 persen lebih tinggi dari sebelum perang, dan respon bantuan sangat kurang.

Ali Ibrahim adalah seorang buruh tani yang desanya di Hajjah, dihantam delapan serangan udara. Salah satu serangan itu menyasar gubuk sepupunya di pertanian tempat mereka berdua tinggal.

“Tiga [dari keluarga sepupu saya] tewas, termasuk seorang bayi yang baru berusia beberapa bulan,” katanya.

Sementara itu, Abdullah Ahmed Mohammed Mahyoub harus meninggalkan pertaniannya pada 2015 lalu ketika pertempuran darat mendekati desanya. Tanah Abdullah kini terbengkalai sejak ia melarikan diri.

“Banyak pertanian sekarang tandus, karena petani telah meninggalkan rumah mereka dan tidak ada yang bekerja di mereka,” papar Egeland yang kemudian memberikan langkah konkrit untuk mengakhiri krisis pangan. “Otoritas militer dan politik di Saana dan Aden, dan negara Anggota PBB yang telah memberikan dukungan untuk konflik ini (AS, Inggris, Prancis, UEA, dan Arab Saudi)… harus mendorong gencatan senjata segera.”

Negara-negara (baca: monarki) Teluk, dan donor Barat harus memulihkan pendanaan mereka untuk para pengungsi ke level yang sama seperti tahun lalu, sehingga tanggapan bantuan yang terpangkas dapat ditingkatkan kembali. ”

*NRC: Norwegian Refugee Council, Kamis 24 September 2020.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *