Internasional
Gara-gara Cuitan Twitter, Rezim Saudi Penjarakan Dokter Tunisia 15 Tahun
Gara-gara Cuitan Twitter, Rezim Saudi Penjarakan Dokter Tunisia 15 Tahun
Gegara mendukung gerakan perlawanan Hizbullah Lebanon melalui Twitter, rezim kerajaan Saudi menghukum seorang dokter Tunisia dengan hukuman tidak manusiawi.
Dilansir AlahedNews, Sabtu (22/10), Mahdia Marzouki yang telah tinggal lebih dari satu dekade di kerajaan Saudi telah dijatuhi hukuman dua tahun dan 8 bulan penjara oleh apa yang disebut sebagai Pengadilan Kriminal Khusus rezim monarki Saudi, namun pengacara yang ditunjuk rezim Saudi mengajukan banding.
Selanjutnya, pihak berwenang monarki Saudi memperpanjang hukuman penjara Mahdia menjadi 15 tahun, kata Prisoners of Conscience, sebuah organisasi non-pemerintah independen yang mengadvokasi hak asasi manusia di Arab Saudi melalui Twitter.
Baca juga : Yahya Saree: Yaman Siap Melawan Setiap Agresi
Kelompok hak asasi itu mencatat bahwa dokter berusia 51 tahun itu tidak lebih dari 87 pengikut di Twitter dan dengan demikian tidak dapat disebut menghasut “keresahan publik dan mengganggu stabilitas keamanan sipil dan nasional,” sehingga sangat bertentangan dengan apa yang dituduhkan pemerintah Saudi.
Mahdia telah tinggal di Arab Saudi sejak 2008. Ia ditangkap pada Juli 2020, dan penyelidikan berlanjut selama beberapa bulan sebelum ia menerima hukuman awalnya dua tahun 8 bulan.
Saudara laki-lakinya mengatakan kepada stasiun radio Jawhara FM berbahasa Arab Tunisia bahwa semua kontak dengannya telah ditputus setelah ia ditangkap, menambahkan bahwa penyelidikan berlangsung selama satu tahun penuh.
Baca juga : Kelompok Perlawanan Lancarkan 20 Serangan Anti-Zionis
Pria itu juga menegaskan bahwa keluarganya telah menghubungi konsulat Tunisia untuk meminta bantuan beberapa kali, tetapi tidak berhasil, bahkan telah meminta Presiden Tunisia, Kais Saied dan Kementerian Luar Negeri untuk campur tangan.
Sejak Mohammed bin Salman menjadi pemimpin de facto monarki Arab Saudi pada 2017, kerajaan tersebut telah menangkap ratusan aktivis, blogger, intelektual, dan lainnya karena aktivisme politik mereka. Rangkaian kekerasan monarki Saudi yang sangat memprihatinkaj ini menunjukkan hampir tidak ada toleransi terhadap perbedaan pendapat bahkan dalam menghadapi kecaman internasional atas tindakan keras tersebut.
Cendekiawan Muslim telah dieksekusi dan pegiat hak-hak perempuan telah ditempatkan di balik jeruji besi dan disiksa karena kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkeyakinan terus ditolak oleh otoritas rezim kerajaan.
Selama beberapa tahun terakhir, Riyadh juga telah mendefinisikan ulang undang-undang anti-terorismenya untuk menargetkan para aktivis kemanusiaan.
Baca juga : Pasukan Kolonial Zionis Serbu Nablus