Ikuti Kami Di Medsos

Akhlak

Imam Khomeini: Telaah Hadis Ujub [Bag. 5]

Keburukan-keburukan Ujub

Ketahuilah bahwa ujub itu merusak dan merupakan kejahatan berbahaya yang mencemari keimanan dan amalan manusia. Dalam jawabannya terhadap pertanyaan yang diajukan seorang perawi hadis tentang ujub yang merusak perbuatan, Imam Jafar Shadiq as mengatakan bahwa ujub dalam keimanan adalah salah satu bentuknya. Sedangkan dalam hadis yang baru dikutip di atas [ Imam Khomeini: Telaah Hadis Ujub Bag. 4] kita membaca bahwa Allah menganggap ujub lebih buruk daripada dosa sedemikian sehingga Dia menimpakan dosa kepada mukmin agar terhindar dari ujub. Rasulullah saw memandang ujub sebagai salah satu perusak amal manusia. Dalam kitab al-Amali yang disusun oleh Syaikh Shaduq, Imam Ali as diriwayatkan berkata:

“Seseorang yang dimasuki ujub akan hancur.”

Setelah meninggal dan memasuki alam barzah bentuk kegembiraan yang timbul dari ujub akan berbentuk hal yang sangat mengerikan dan menakutkan yang tidak dapat dibandingkan. Dalam sebuah nasihat yang diberikan oleh Rasul saw kepada Imam Ali as sebelum wafatnya, beliau saw berkata:

“Tidak ada kesendirian yang lebih mencekam daripada kesendirian yang dihasilkan oleh ujub.”

Nabi Musa as pernah bertanya kepada iblis tentang dosa yang menjadi sarana iblis menaklukkan anak cucu Adam, iblis menjawab ketika mereka merasa ujub pada diri sendiri, mengagungkan perbuatan baik mereka, dan meringankan bobot dosa mereka.

Allah Swt memerintahkan Daud as untuk “Menyampaikan kabar gembira kepada pelaku dosa dan memperingatkankan orang-orang siddiq agar tidak ujub dengan segenap perbuatan mereka. Sesungguhnya semua orang akan hancur jika aku berlaku teliti kepadanya dalam perhitungan-Ku.”

Aku berlindung kepada Allah dari hitung-hitungannya yang menghancurkan hamba-hamba Allah Swt yang siddiq dan yang lebih mulia daripada mereka.

Dalam kitab al-Khishal, Syaikh al-Shaduq meriwayatkan dari Imam Shadiq as berkata “Iblis berkata jika aku berhasil menundukkan anak cucu Adam dalam tiga hal aku tidak akan peduli pada apapun yang mereka lakukan karena semua amalnya tidak akan diterima: pertama, ketika seseorang membesar-besarkan amalnya, kedua lupa pada dosa-dosanya, dan ketiga ketika ujub merasukinya.

Disamping itu seluruh keburukan yang telah kamu baca ada banyak dosa besar dari sifat buruk yang merupakan buah dari pohon buruk ujub. Ketika akar ujub memasuki hati manusia ia membawa manusia kepada syirik dan kemurtadan serta hal-hal yang lebih buruk lagi daripada itu. Salah satu dari sifat buruk itu adalah meremehkan dosa. Seseorang yang terkena penyakit ujub tidak akan pernah berniat untuk memperbaiki dirinya. Namun ia justru memandang dirinya sebagai orang suci, bersih serta tidak pernah berpikir untuk membersihkan dirinya dari dosa yang tebal, menjadi penghalang bagi manusia untuk melihat aibnya sendiri. Ini adalah suatu malapetaka besar yang tidak hanya menghalanginya mencapai segala bentuk kesempurnaan tetapi juga menanamkan ke dalam dirinya segala jenis sifat buruk yang membawanya menuju kehancuran abadi. Bahkan dokterdokter jiwa tidak akan mampu menyembuhkannya.

Akibat lain dari keburukan ujub ialah tumbuhnya keyakinan seseorang pada dirinya sendiri dalam segenap perbuatan sehingga ia berpikir bahwa dirinya tidak bergantung kepada Allah, tidak melihat keutamaan yang diberikan kepadanya, dan dalam pikirannya yang sempit tersirat anggapan bahwa Allah Swt wajib untuk memberi balasan dan pahala.  Di antara keburukan lain yang ada dalam diri manusia yang terkena penyakit ujub adalah memandang hina pada orang lain, ia menganggap perbuatan mereka sebagai tidak penting, betapapun mungkin perbuatan itu jauh lebih baik daripada perbuatannya sendiri. Ini juga merupakan salah satu sebab kehancuran manusia dan duri dalam jalannya menuju keberhasilan dan keselamatan

Akibat buruk yang lain adalah manusia menjadi condong pada riya, karena jika seseorang memandang dirinya sebagai tidak berarti, mengecilkan perbuatanny,a melihat akhlak yang buruk pada dirinya, tidak patut diperhitungkan, ia tidak akan menjadi ujub pada diri sendiri, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatannya. Sebaliknya ia tidak akan memandang dirinya dan semua perbuatan yang dilakukannya sebagai buruk dan jelek sehingga ia tidak akan terdorong untuk menonjolkan semua itu. Namun kalau ia memandang dirinya sebagai manusia sempurna dan perbuatannya besar ia akan terdorong untuk memamerkan dan berbuat riya. maka dari itu semua keburukan yang dikemukakan dalam hadis kedua  [Imam Khomeini: Telaah Hadis Riya] pada bab sebelum ini berlaku pula untuk ujub.

Akibat buruk lain dari ujub adalah menimbulkan kerusakan lain berupa kesombongan yang membinasakan dan membawa manusia pada semua akibat buruk yang ditimbulkan oleh dosa kesombongan.

Cukuplah jika disebutkan bahwa penderita penyakit ujub harus mengetahui bahwa sifat buruk itu merupakan benih bagi munculnya banyak sifat buruk lainnya yang salah satu darinya saja sudah cukup untuk melahirkan kehancuran dan siksaan abadi. Jika seseorang mencoba memahaminya dengan baik dan mempelajari hadis dan ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah saw atau para Imam Ahlulbait as ia akan menyadari bahwa ia harus memperbaiki dirinya dan akan berusaha mencari cara untuk menyiapkannya sebelum –semoga Allah Swt menghindarkannya– ia membawanya ke alam yang akan datang. Jika itu yang terjadi maka matanya tertutup di dunia ini dan terbuka di alam barzah dan –setelah itu– di hari kebangkitan ia akan melihat bahwa orang yang mengerjakan dosa-dosa besar jauh lebih baik daripada dirinya. Ia akan melihat bahwa Allah menenggelamkan mereka ke dalam lautan kasih dan sayangnya karena mereka telah menyesal dan mengucapkan tobat atau karena keyakinannya yang besar terhadap rahmat-Nya.

Sementara makhluk yang malang ini karena menganggap dirinya tidak membutuhkan rahmat Allah  Swt dan dalam lubuk hati yang muncul kepercayaan diri yang berlebihan karena ia telah berada pada kedudukan tinggi yang tidak memerlukan rahmat-Nya maka Allah Swt akan menghakiminya dengan tegas sebagaimana yang diinginkan sendiri agar ia dihakimi secara adil. Allah Swt akan menunjukkan kepada dirinya bahwa ia bukan saja tidak melaksanakan satu ibadah pun melainkan juga bahwa perbuatan ibadah dan kesalehannya hanya menjauhkan dirinya dari Allah menjauhkan diri dari tujuannya. Keimanan dan perbuatannya tidak sah melainkan juga menjadi sebab kutukan abadi dan siksaan di neraka. Semoga Allah tidak menghakimi setiap manusia dengan keadilan-Nya karena jika demikian tidak seorangpun dari manusia akan selamat sebagaimana telah disebutkan di atas. Doa-doa yang diucapkan oleh hamba-hamba pilihan Allah dan para Imam dipenuhi dengan pengakuan kegagalan mereka untuk semua berbuat sesuai dengan tuntutan ibadah kepada Allah.

Makhluk yang paling sempurna dan manusia paling dekat dengan Allah Swt yaitu Rasulullah saw pernah mengucapkan: “Kami tidak mengetahui bagaimana seharusnya engkau diketahui, kami tidak menyembah-Mu sebagaimana engkau seharusnya disembah.”

Lalu apakah yang seharusnya kita lakukan? Sudah pasti mereka Rasul saw dan para Imam as menyadari kebesaran-Nya dan mereka mengetahui hubungan antara wujud yang mungkin dan wujud wajib secara baik. Meskipun demikian mereka mengetahui bahwa kalaupun mereka menghabiskan umurnya dalam beribadah kepada-Nya mereka masih belum mampu bersyukur kepadanya apalagi menghormati yang sesuai dengan esensi dan sifat-Nya.

Mereka mengetahui bahwa tidak ada sesuatu pun yang maujud pada dirinya sendiri. Hidup, kekuatan, pengetahuan dan setiap kesempurnaan lain adalah bayang-bayang dari sifat-sifat Allah Swt, setiap maujud yang mungkin berada dalam keadaan membutuhkan Zat Mutlak dalam segala hal; suatu bayangan yang bergantung dan tidak mandiri. Rasul dan para Imam as memiliki pengetahuan tentang Allah Swt, mereka memiliki pengetahuan tentang keindahan dan kebesaran-Nya. Mereka adalah orang-orang yang telah menyaksikan secara langsung kekurangan dan kelemahan mereka dan menyaksikan secara langsung kesempurnaan Wujud Mutlak. Kita makhluk-makhluk malang ini yang pandangannya telah dikaburkan oleh tabir tebal kebodohan, kelalaian dan ujub serta seluruh daya pikir indra pendengaran, penglihatan, dan indra lain kita telah tertutup oleh tabir dosa lahir maupun batin. Kitalah yang sok menunjukkan kekuatan di hadapan Zat Yang Maha Kuasa dengan memandang diri kita sebagai wujud yang mandiri tidak bergantung.

Duhai Allah Yang Maha Kuasa, anugerahilah kami kemampuan untuk bertaubat dan menyadari segenap kewajiban kami. Anugerahilah kami sebagian dari cahaya pengetahuan-Mu yang mengisi hati para arif dan wali-Mu. Anugerahilah kami pemahaman akan wilayah kekuasaan Kerajaan-Mu. Bimbinglah kami untuk menemukan kelemahan dan kesalahan kami. Singkapkanlah misteri Alhamdulillahirobbilalamin kepada kami makhluk yang bodoh, yang menisbahkan segala sifat terpuji kepada para makhluk. Berilah pengetahuan bahwa tidak satupun dari sifat terpuji itu yang dapat disebarkan kepada maujud yang diciptakan, ungkapan kepada kami kebenaran ayat, “Apapun kebaikan yang ada pada dirimu [makhluk], itu berasal dari Allah dan apapun keburukan yang ada pada dirimu itu berasal dari dirimu sendiri. [QS. an-Nisa: 79]

Ya Allah, gurtkanlah kalimat tauhid pada hati kami yang kotor dan keras. Kami adalah manusia dari dunia gelap yang berada di balik tabir-tabir, terombang-ambing di antara kemurtadan dan kemunafikan. Kami telah berlaku egois menyembah diri sendiri dan ujub pada diri sendiri. Singkirkanlah keburukan cinta diri dan cinta dunia dari hati kami, dan jadikanlah kami pencinta dan penyembah-Mu. Sesungguhnya Engkaulah yang berkuasa melakukan segala sesuatu.

Imam Khomeini, “40 Hadis: Hadis-hadis Mistik dan Akhlak”

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *