Akhlak
Imam Khomeini: Telaah Hadis Riya (Bag. 5)
Tahap Kedua: Riya dalam Perbuatan
Sekalipun merupakan faktor yang lebih kecil dibanding riya, pada tahap pertama, dalam mendorong kita menuju kekufuran, orang yang bersikap riya dalam perbuatan dapat berakhir seperti riya pada tahap pertama–yaitu, riya dalam akidah dan keimanan–yang mendorong kita pada kekufuran. Kita telah menyebutkan dalam pembahasan hadis pertama bahwa di alam malakut, manusia dapat memiliki bentuk berbeda dari bentuk manusia. Bentuk-bentuk itu sesuai keadaan jiwa seseorang dan sifat-sifatnya. Jika di sini engkau memiliki sifat-sifat manusiawi yang baik di alam itu, sifat-sifat tersebut akan menjadikanmu tetap berada dalam bentuk manusia. Sifat-sifat baik itu dipandang sebagai kebalikan yang sejati hanya jika diri jasmani (nafsu) tidak ikut berperan dalam pembentukannya.
Baca sebelumnya Imam Khomeini: Telaah Hadis Riya (Bag. 4)
Guru dan Syaikh kami yang terhormat, Ayatullah Shahabadi mengatakan bahwa al-Quran, bagi praktik ruhaniah yang palsu, tidak sah dan ukuran bagi perjuangan ruhaniah yang benar adalah sejauh mana rasa mementingkan diri sendiri terlibat dalam praktik-praktik itu. Yaitu, apakah seluruh perjuangan ruhaniah itu diperuntukkan bagi Allah Swt atau dilakukan karena motif-motif pribadi. Jika seorang pencari di jalan Ilahi yang mementingkan dirinya sendiri dan praktik ruhaniah yang dimaksudkan untuk memperoleh kekuasaan bagi tujuan-tujuan duniawi, usaha-usahanya dianggap tidak sah dan suluknya [kemajuan di jalan ruhaniah] akan membawanya pada malapetaka di dunia lain. Orang tersebut biasanya memiliki anggapan yang keliru tentang keruhanian. Apabila seorang pesuluk mengambil jalan yang lurus dan benar-benar mencari Alah Swt, pengabdiannya berada dalam batas-batas syariat, Allah Swt akan membantunya, sebagaimana yang dijanjikan dalam ayat berikut:
Dan orang-orang yang berjihad demi Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat baik. [QS. al-Ankabut: 69]
Dengan begitu, perbuatannya akan membimbingnya menuju kebahagiaan, egoisme akan terhapus, dan kebanggaan diri akan lenyap. Jelas sekali, siapapun yang menunjukkan perbuatan baiknya di depan orang lain–yang perbuatan baiknya itu memiliki tujuan mementingkan diri sendiri–ia akan menjadi manusia sombong, bangga akan dirinya sendiri, dan mengutamakan kepentingan dirinya sendiri, dan semua itu akan menyebabkan musnahnya semua perbuatan baiknya. Jika eksistensi dirimu dipenuhi rasa cinta diri, keserakahan terhadap harta kekuasaan, kemasyhuran, dan keinginan untuk menguasai makhluk-makhluk Allah Swt, perbuatan baikmu dan keutamaanmu tidak dapat dihitung sebagai perbuatan baik dan sikap moralmu jauh dari moralitas agama yang sebenarnya. Kekuatan yang bekerja dalam dirimu adalah kekuatan iblis dan keadaan batinmu tidak menggambarkan keadaan manusia. Ketika engkau membuka matamu di alam lain, engkau akan membuka dirimu bukan dalam bentuk manusia, melainkan serupa dengan kelompok iblis. Diri seperti itu yang merupakan sarang iblis, mustahil memperoleh pengetahuan agama dan menghayati ruh tauhid. Kecuali jika diri batinmu telah berubah menjadi manusia dan hatimu bersih dari segala kotoran dan kenistaan, engkau tidak akan memperoleh manfaat dari penerapan praktik-praktik ruhaniah seperti yang telah difirmankan Allah Swt dalam salah satu hadis qudsi:
“Tidak ada [tempat] yang cukup luas untuk-Ku, tidak bumi-Ku, dan tidak pula langit-Ku, melainkan hati hamba-Ku yang beriman.”
Tak ada maujud yang menjadi tanda keindahan Sang Kekasih melainkan hati orang beriman. Penguasa hati seorang mukmin adalah Allah Swt, bukan dirinya sendiri. Pelaku sejati dalam wujud mukmin adalah Sang Kekasih, sehingga hati mukmin itu tidak suka membangkang dan kebingungan.
“Hati seorang mukmin berada diantara dua jari Allah Swt, Dia dapat mengembalikannya ke mana saja yang Dia sukai.”
Wahai engkau hamba malang, yang menyembah dirimu sendiri dan telah membiarkan setan dan kebodohan mempermainkan hatimu, serta mencegah Allah berkuasa atas hatimu, keimanan macam apakah yang harus kau miliki agar hatimu menjadi tempat penjelmaan Ilahi dan kekuasaan mutlak-Nya? Perhatikan, kecuali engkau telah mengubah dirimu dan menghilangkan kesombonganmu, maka engkau akan dicap sebagai kafir dan akan dimasukkan ke dalam kelompok kaum munafik meskipun engkau mengaku-ngaku sebagai mukmin yang telah menundukkan dirinya di bawah kehendak Allah Swt.
Eksistensi Manusia, Amanah Allah Swt
Sahabatku, bangunlah, waspadalah. Bukalah kedua matamu dan ketahuilah bahwa Allah yang Mahakuasa telah menciptakan dirimu demi Dia, sebagaimana diungkapkan dalam hadis berikut:
“Wahai anak cucu Adam, Aku ciptakan segala sesuatu untuk [mengabdi kepada]mu dan Aku ciptakan dirimu untuk [mengabdi kepada]-Ku.”
Dia telah membuat hatimu sebagai tempat khusus-Nya. Dan dirimu adalah tempat tinggal bagi kehormatan Ilahi. Allah yang Mahakuasa tidak akan tenggang rasa dalam masalah kehormatannya. Janganlah engkau keterlaluan sampai sebatas ini dan membiarkan tangan-tangan menjarah kehormatan dan tempat tinggal-Nya. Berhati-hatilah terhadap kecemburuan Allah Swt. Jika tidak, Dia akan mempermalukanmu di dunia yang tak dapat kau tanggung, betapapun engkau mencobanya. Engkau telah bersalah, melanggar kehormatan Ilahi dalam hatimu, di depan para malaikat Allah Swt dan Nabi-nabi-Nya. Ketinggian moral yang dengannya para wali Allah mencapai kedekatan dengan Allah Swt telah kau arahkan pada selain-Nya dan kau tundukan hatimu –yaitu, tempat milik Allah– untuk para musuhnya. Dengan demikian, engkau telah melakukan syirik dalam hatimu. Takutlah kepada Allah yang Mahakuasa, Yang selain akan merendahkan bentukmu dan menghinakanmu di alam kelak di hadapan para malaikat dan nabi-Nya, Allah Swt juga akan menghinakanmu di dunia ini dan mengutukmu sampai ke tingkat yang tidak dapat ditanggung lagi–keburukan yang tak dapat ditutupi lagi. Dia menyembunyikan semua dosa, namun Dia juga Maha Pencemburu. Dia Maha Pengasih namun juga penghukum yang paling keras. Dia berkata bahwa Dia akan menutupi semua perbuatan buruk selama itu tidak melewati batas tertentu. Semoga Allah Swt menghindarkannya, jangan sampai timbunan perbuatan burukmu membangkitkan murka-Nya melewati batas kesabaran dan kemauan-Nya untuk menutupi dosa-dosamu sebagaimana yang telah kau baca dalam sejumlah hadis.
Dengan demikian, sadarkanlah dirimu sendiri, berlindunglah kepada Allah Swt, dan kembalilah kepadanya. Karena Allah Mahakuasa, Maha Pengasih, dan selalu melimpahkan rahmat-Nya. Jika engkau memohon ampunan kepada-Nya, Dia niscaya akan segera mengampunimu, menutupi seluruh kata dan perbuatan burukmu di masa lalu, sehingga tak seorang pun dapat mengetahuinya. Dia akan menjadikanmu sesosok manusia istimewa, teladan, sifat-sifat baik, dan bayangan bagi sifat-sifat Ilahi. Dia akan membuat kehendakmu terlaksana di alam nanti sebagaimana kehendak-Nya berlaku di seluruh alam semesta. Dalam salah satu hadis disebutkan bahwa, mankala para ahli surga hendak menetap di sana, Allah Swt berseru: “Dari Zat Maha Esa, abadi, dan kekal kepada hamba yang juga abadi dan kekal. Jika Aku ingin sesuatu, Kuperintahkan ia untuk mewujud maka mewujudlah ia. Sejak itu, Aku menjadikanmu di tingkat yang jika engkau ingin sesuatu, engkau perintahkan sesuatu untuk mewujud, maka mewujudlah ia.”
Karena itu, janganlah engkau mementingkan dirimu sendiri dan tunjukkanlah kehendakmu di bawah kehendak Allah Swt. Zat Mahakudus akan membuatmu sebagai perwujudan bagi kehendakn-Nya dan memberimu kekuasaan untuk mengatur semua urusanmu serta menganugerahimu kemampuan untuk mencipta di akhir. Tentu saja ini sama sekali bukan tafwidh [yaitu memasrahkan total kepada Allah Swt tanpa diiringi usaha, semacam fatalisme] yang merupakan ajaran sesat seperti yang telah dibuktikan di tempatnya.
Kini, sahabatku, pilihlah kehendakmu yang ini atau yang itu, namun ketahuilah bahwa Allah Swt tidak membutuhkan dirimu atau diriku atau seluruh makhluk lain, dan Dia juga tidak membutuhkan pengabdian dan keikhlasan segenap makhluk-Nya.
Imam Khomeini, “40 Hadis: Hadis-hadis Mistik dan Akhlak: Hadis Riya”