Akhlak
Imam Khomeini: Telaah Hadis Riya (Bag. 2)
Beda Pengetahuan dan Keimanan
Ketahuilah, keimanan berbeda dengan pengetahuan tentang Allah dan sifat-sifat-Nya–seperti sifat al-Kamaliyyah (kesempurnaan) al-Jalaliyyah (keagungan) atau sifat-sifat-Nya yang lain–pengetahuan tentang malaikat, kitab-kitab suci, dan hari akhir. Orang yang memiliki pengetahuan tentang semua itu tidak lantas menjadi mukmin. Iblis memiliki pengetahuan tentang semua itu lebih dari saya dan engkau atau manusia pada umumnya, namun ia tetap tidak beriman. Keimanan adalah tindakan hati, jika tidak masuk dalam hati, pengetahuan tidak bisa disebut keimanan. Setiap orang yang telah mengetahui suatu prinsip melalui metode rasional harus mengantarkan pengetahuannya itu ke lubuk hatinya dan menjadikannya tindakan hati berupa kepasrahan (taslim) atau ketundukan serta penerimaan dan penyerahan diri (istislam). Hanya dengan demikianlah seseorang jadi mukmin.
Buah keimanan ini adalah ketentraman (ithmi’nan). Bilamana cahaya keimanan menguat, hatinya pun menentram dan mantap. Semua pengaruh ini tidak muncul dari pengetahuan. Sebab, mungkin saja ia mengenal sesuatu dengan argumen tetapi hatinya tidak tunduk kepadanya sehingga pengetahuan itu jadi sia-sia. Sebagai contoh, kalian semua mengetahui secara akal bahwa mayat tidak dapat membahayakan kalian dan bahwa semua orang mati di dunia ini tidak memiliki kekuatan untuk melakukan sesuatu, bahkan ia tak mampu melakukan gerakan seekor lalat dan bahwa semua daya jasmaniah dan rohaniahnya telah hilang semuanya. Namun, karena hati kalian tidak menerimanya dan tidak menyetujui penilaian akal itu, kalian tetap tidak berani melewatkan semalam suntuk dengan sesosok mayat. Sebaliknya, jika hati kalian bersepakat dan menerima penilaian akal itu, tidur semalaman bersama mayat itu tidak akan sulit bagi kalian. Bahkan, setelah beberapa kali melakukannya, hati kalian akan menjadi benar-benar tunduk dan tidak akan ada lagi rasa takut atau ngeri berhadapan dengan mayat.
Karena itu, jelas bahwa ketundukan yang merupakan tindakan hati berbeda sama sekali dengan pengetahuan yang merupakan tindakan akal. Mungkin saja seseorang dapat membuktikan secara logis kemaujudan Allah Swt, hari akhir, dan pelbagai butir akidah lurus lainnya; namun semua itu tidak lantas dapat dianggap sebagai keimanan dan orang itu juga tidak dapat dianggap sebagai mukmin. Bahkan, mungkin saja ia malah tergolong kafir, munafik, atau musyrik.
Saat ini, mata kita tertutup dan pandangan gaib (al-bashirah malakutiyyah) kita tersekat. Namun, saat yang tersembunyi disingkapkan, kerajaan Ilahi hakiki ditampakan, dunia lahiriahnya dimusnahkan, dan kebenaran dibukakan; kalian akan menyadari bahwa banyak orang yang tidak memiliki keimanan sejati kepada Allah Swt dan penilaian rasional mereka tidak sampai menjadi keimanan. Sebelum kalimat “la ilaha illallah” tertulis dengan tinta akal dalam lembaran hati yang putih bersih manusia tidak akan beriman pada keesaan Allah Swt. Ketika kalimat nurani Ilahi itu tergores dalam hati, dengan sendirinya hati akan menjadi tempat bagi kerajaan Dzat yang Mahakuasa. Hanya setelah itulah manusia tidak lagi melihat wujud yang terpengaruh di alam raya selain Allah Swt. Ia tidak lagi mengharapkan kedudukan atau kemuliaan apapun dari sesama manusia. Ia juga tidak akan lagi mengejar kemasyhuran dan kehormatan di sisi orang kebanyakan. Hati orang ini tidak akan menjadi riya dan manipulatif.
Karena itu, jika kalian melihat riya dalam hati kalian, sadarilah bahwa hati kalian belum sepenuhnya tunduk pada ajaran-ajaran akal dan keimanan belum bersinar di hati kalian. Jika kalian menganggap makhluk lain sebagai Tuhan atau wujud yang Maha Berdaya mempengaruhi peristiwa di dunia ini sehingga kalian tidak meyakini Allah Swt sebagai satu-satunya faktor itu, berarti kalian telah bergabung dengan kelompok kelompok orang munafik, musyrik, atau bahkan kafir.
Akibat-akibat Buruk Riya
Wahai kalian yang telah menyerah pada riya, yang telah mempercayakan keimanan dan pemahaman agamamu di bawah perlindungan musuh Allah Swt, iblis. Dan Allah Swt memberikan kepada manusia, apa yang menjadi hak khusus Allah Swt, engkau telah menukar cahaya–yang akan menerangi hati dan rumahmu, dan terbukti sebagai sumber penyelamat dan kebahagiaan abadimu yang akan menganugerahimu pandangan cemerlang dan memberimu kedekatan kepada Allah Swt–dengan kegelapan malapetaka abadi yang menakutkan. Engkau telah kehilangan harta karun alam yang lain, mengucilkan dirimu dari jalan Sang Kekasih yang paling suci dan memusnahkan pandangan terhadap Zat yang Tertinggi.
Bersiaplah untuk menerima kegelapan yang tidak akan diikuti oleh seberkas sinar pun, kehinaan yang tidak dapat kau lepaskan, penyakit yang tidak tersembuhkan, kematian yang sesudahnya tidak ada kehidupan, dan api yang dinyalakan dari dalam lubuk hati yang membakar seluruh wilayah serta jasadmu. Kita tidak mampu memahami atau membayangkan panasnya api itu sebagaimana telah dinyatakan oleh Allah dalam kitab suci-Nya;
[Yaitu] api [yang disediakan] Allah yang dinyalakan, yang naik sampai ke hati. (QS. al-Humazah: 6-7)
Api yang dinyalakan Allah Swt akan membakar hatimu pula. Tidak ada api yang dapat membakar hati kecuali api yang menyala di neraka. Jika fitrah tauhid–yang merupakan fitrah (pola penciptaan) Allah Swt dalam diri manusia–diabaikan dan digantikan dengan kemusyrikan dan kekafiran, tak ada syafaat dari siapa pun yang dapat menyentuhnya dan manusia akan mengalami penderitaan abadi. Hukuman macam apakah itu? Inilah akibat dari kemurkaan Allah Swt.
Karena itu, wahai sahabatku, janganlah kau jadikan dirimu sasaran murka Allah Swt–hanya demi kemasyhuran khayali yang tidak bermakna dimata makhluk-makhluk Allah Swt yang lemah dan demi perhatian yang tidak berharga dari manusia yang tanpa daya. Janganlah engkau menukar rahmat Allah Swt yang tidak terhingga dengan kemasyhuran di antara manusia yang bahkan tidak berguna dan tidak berlaku lama serta darinya engkau tidak akan mendapat manfaat apa-apa melainkan justru mengundang rasa sesal yang luar biasa. Dan ketika hubunganmu dengan dunia khayal yang penuh tipu daya ini terputus, sedangkan engkau tak lagi dapat berbuat apa-apa, rasa sesal dan penderitaan tidak akan berguna lagi.
Bersambung…………
Imam Khomeini, “40 Hadis: Hadis-hadis Mistik dan Akhlak: Hadis Riya”