Berita
Ikan Sepat Di Tangan Bang Toyib
Selasa siang (7/10) tim ABI Press menghadiri undangan yang tersebar melalui broadcast. Acara yang kabarnya akan membahas persoalan ‘politik’ itu dilaksanakan di salah satu fakultas di Universitas Indonesia (UI) Depok. Namun ternyata, setelah kami tiba di sana, acara tersebut dinyatakan “tertutup” untuk media alias “haram” diliput, sehingga kami pun memutuskan bertolak meninggalkan lokasi tersebut.
Suasana asri kampus UI membuat kami betah, tertahan tak beranjak meninggalkan kawasan sejuk itu. Saat menyempatkan diri berkeliling sejenak, tampak berbeda dengan jalur lalu lintas di ‘luar’ sana, di area dalam kampus UI lebih terasa sejuk dan asri. Pohon-pohon lebat dan rindang di sisi kanan dan kiri jalan, serta danau-danau kecil memperindah pemandangan.
Kami pun memutuskan berhenti sejenak untuk istirahat. Tak berselang lama, tampak di kejauhan dua orang sedang sibuk mencari ikan. Satu orang melempar jala, dan satunya membawa ember dan drum untuk menaruh ikan tangkapannya. Kami pun mendekat, dan mulai berbincang. “Kita mencari ikan seminggu sekali,“ tutur salah seorang yang bernama Bang Toyib, sambil menarik jala yang beberapa waktu lalu dilempar ke rawa.
Berbeda dengan lirik lagu, “tiga kali puasa, tiga kali lebaran, abang tak pulang….” Bang Toyib yang satu ini, kesehariannya justru lebih sering di rumah. Bang Toyib, pemilik nama asli Muhammad Toyib ini sudah menggeluti profesi ini selama 15 tahun. “Kalau ikan yang hidup, kita jual ke anak-anak; TK, SD gitu mas, tapi kalau mati kita masak sendiri,“ ungkap Bang Toyib.
Tak lebih dari dua jam mencari, ember agaknya sudah penuh terisi ikan. Ia pun istirahat sejenak sebelum berkemas pulang ke rumahnya di wilayah Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Di hari-hari biasanya, Bang Toyib mencari ikan sendirian. Namun kali ini ditemani Anas, keponakannya yang sedang libur sekolah. Anas bertugas membersihkan ikan-ikan dari lumpur, dan memilah ikan yang hidup dan mati. “Yang hidup dimasukin ke drum dengan air bersih, kalo mati dimasukin plastik,” tutur Anas.
Ikan yang tertangkap adalah ikan sepat. Jenis ikan air tawar, yang mudah ditemui di rawa-rawa, danau, bahkan di got-got. Di tangan Bang Toyib, ikan-ikan ini bisa “disulap” menjadi rupiah. Berpindahnya ikan di rawa-rawa, bahkan got ini ke dalam aquarium menjadikannya lebih bernilai. Kepada anak-anak TK, dan SD ia menjualnya dengan harga 1000 hingga 2000 rupiah per ekor, sebagai ikan hias.
Lima belas tahun berjualan ikan, memiliki makna tersendiri bagi Bang Toyib. Ia mengaku, akhir-akhir ini sudah banyak tempat yang dahulunya banyak ikan, namun sekarang sudah tidak ada. “Banyak sungai tercemar, sebagian ketutup bangunan-bangunan. Jadinya ikan pada habis,” ungkap Bang Toyib. Sedangkan di beberapa tempat, dilarang mencari ikan. “Bahkan di sini, saya sempat ditegur sama petugas keamanan, dicurigai dan sebagainya,” keluh Bang Toyib. Padahal menurutnya, ikan sepat yang dia tangkap bukanlah jenis ikan yang sengaja dibudidayakan, melainkan ikan liar yang bisa ditemui dimana saja. ‘’Hanya saja di sini ikannya lebih banyak,’’ pungkas Bang Toyib menyebut alasannya lebih senang menjala ikan di tempat itu. (Malik/Yudhi)