Berita
Ibadah Haji, Pemersatu Umat Islam
Saat ini, seluruh umat Islam di seluruh dunia memasuki bulan Zulhijjah. Bulan ini dikenal dengan bulan ibadah haji. Pasalnya, dalam bulan ini, terdapat kewajiban menunaikan ibadah haji bagi kaum Muslim yang mampu. Ibadah paripurna ini dilaksanakan setahun sekali menjelang peringatan Idul Adha.
Para jamaah haji berdatangan dari segala penjuru di dunia dengan aneka perbedaan. Baik dari segi ras, warna kulit, kebangsaan, hingga mazhab keagamaan. Kendati begitu, ibadah haji justru mempersatukan dan menyetarakan mereka semua dalam satu kondisi ruhani, yaitu sebagai hamba Allah Swt.
Seluruh jamaah, tanpa kecuali, melakukan ibadah haji dengan niat yang khusus dan di tempat-tempat yang telah ditentukan syariat Islam. Terdapat pula pelbagai bacaan yang wajib dilantunkan, keharusan melakukan tawaf dan sa’i, mengenakan pakaian khusus, dan melaksanakan pelbagai kewajiban lainnya.
“Kesamaan secara simbolik ini merupakan pesan yang sangat gamblang kepada umat Islam bahwasanya dalam kehidupan sosial umat juga seharusnya menghadirkan keseragaman tersebut,” kata Ketua Umum Ahlulbait Indonesia, Zahir Yahya, dalam diskusi online bertema “Haji, Manifestasi keadilan dan Persatuan Umat” (Jumat, 24 Juli 2020).
Beliau menambahkan bahwa Nabi Ibrahim as yang membangun Kabah mengajarkan bagaimana seorang hamba bermigrasi dari kecerberaian menuju persatuan melalui aspek spiritualitas. Dalam momen ibadah haji, jamaah berhimpun di satu tempat. Maka, di situlah kongres terbesar kaum muslimin sedang digelar.
“Maka, masalah persatuan menjadi masalah yang sangat penting, yang seharusnya dihasilkan dari ibadah haji,” lanjutnya.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mukti, yang juga menjadi pembicara dalam diskusi siang itu, mengatakan, meski terdapat perbedaan di antara para jamaah yang melaksanakan ibadah haji, namun di dalamnya tetap terbina persatuan dan kerukunan.
“Bisa menjadi spirit bahwa persatuan bisa tercapai di tengah perbedaan umat… Spirit persatuan dalam ibadah haji sangat kuat,” tandasnya.
Abdul Mukti menambahkan bahwa ibadah haji memiliki dimensi persatuan yang luar biasa dan sangat aktual. Pada pelaksanaan ibadah itu, seluruh umat Islam di dunia bersatu, beribadaj bersama, dengan niat yang sama. Ini membuktikan bahwa persatuan di tubuh umat Islam bukan perkara mustahil.
“Spirit yang terus melekat di tengah umat Islam ini, terutama dalam momen ibadah haji, menjadi modal kuat untuk merajut persatuan,” ujarnya.
Pemimpin Redaksi Republika periode 2005-2010, Ikhwanul Kiram Mashuri, sangat mengapresiasi tema diskusi kali ini. Menurutnya, semua yang disampaikan (para pembicara) itu sudah terjadi dan dilaksanakan para jamaah haji. Para jamaah haji, ujarnya, merupakan “agen perubahan”. Baik dalam hal ekonomi, agama, bahkan dalam segala hal.
“Di tingkat rakyat, haji menjadi manifestasi persatuan. Inilah salah satu hikmah dari (ibadah) haji,” tegasnya.
Namun, menurutnya, semua itu belum terjadi di level pimpinan. Yang terdampak adalah rakyat di negara masing-masing. “Inilah masalahnya,” ujar Mashuri. Salah satunya, lanjut dia, saat jamaah haji asal Republik Islam Iran dilarang beribadah haji beberapa tahun terakhir ini.
“Permasalahannya, dicampuraduknya masalah haji yang merupakan kewajiban umat Islam di seluruh dunia dengan masalah-masalah politik,” ujarnya.
Padahal, lanjutnya, jika Islam kuat dan bersatu, niscaya orang-orang di luar Islam tidak akan berani menganggu. “Namun sayangnya, kondisinya masih bercerai berai dan bertengkar satu sama lain,” tandas Mashuri. Sebagai contoh, katanya, situasi di Libya, di mana Turki dan Mesir kini saling berhadap-hadapan.