Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Hikmah Perbedaan di Antara Manusia

Manusia diciptakan dalam bentuk yang bermacam-macam. Ada yang buta, ada pula yang dapat melihat; ada yang berwajah buruk, ada pula yang menawan; ada yang hitam, ada pula yang putih. Pertanyaannya, apakah ini tidak bertentangan dengan keadilan, sebab yang buta dan yang berwajah buruk, misalnya, tidak dapat menikmati banyak kenikmatan dunia dan tidak dapat mewujudkan keinginannya; bahkan kondisi seperti ini membatasi kemampuan mereka untuk berbuat baik? Jika demikian, muncul dua pertanyaan; pertama, apakah di akhirat kelak Allah Swt akan memberikan ganti kepada mereka atas keterbatasan ini? Kedua, andaikan salah seorang di antara mereka mati dalam keadaan kafir, apakah di akhirat ia akan tersiksa sehingga dengan demikian ia menjadi orang yang tidak beroleh dunia dan akhirat?

Baca juga Perbedaan Syiah dan Sunni Menurut Sayyid Ruhullah Khomeini

Jawaban: Adanya perbedaan dalam penciptaan manusia dari sisi perbandingan baik dan buruk, kesempurnaan atau kekurangan, serta seluruh perbedaan lain seperti kemiskinan dan kekayaan, sehat dan sakit, semua ini sebenarnya tunduk pada hikmah khusus yang secara umum dapat diarahkan pada segi-segi tertentu dari hikmah yang dituntut dalam hal itu,  dengan berapa poin sebagai berikut;

Pertama, apabila segala sesuatu dapat dikenali dengan mengenali lawan-lawannya maka tidak ada kesempatan bagi munculnya hal yang baik tanpa adanya yang buruk dan tidak tercipta suatu ketidaksempurnaan tanpa adanya kekurangan, begitu seterusnya.

Kedua, sesungguhnya perbandingan yang telah disebutkan itu akan menjadi sangat penting dalam keberadaan munculnya kemampuan Allah Swt yang mutlak. Dus, agar Dia dikenal sebagai Zat yang Mahamampu atas segala sesuatu.

Ketiga, adakalanya kemaslahatan seseorang tersimpan dalam keburukan (rupa), kebutaan, ujian kemiskinan sakit, dan sebagainya. Jika diteliti kembali dalam sebagian kondisi, akan didapati adanya kemaslahatan tersembunyi pada apa yang dikehendaki Allah Swt. Banyak sekali bukti-bukti terkait masalah ini. Namun cukup kiranya disebutkan satu contoh saja.

Pernah diceritakan bahwa salah seorang Nabi as melewati sungai dan bermaksud menyeberanginya. Beliau melihat sekelompok anak kecil yang di antaranya terdapat seorang buta, sementara anak-anak yang lain berkumpul sambil mengganggunya dengan sesekali membenamkannya ke dalam air.

Melihat itu, Nabi as tersentuh lalu memohon kepada Allah Swt agar menyembuhkan mata anak itu. Allah Swt mengabulkan permohonannya hingga anak tersebut dapat melihat. Kini, ia bukan lagi sosok anak seperti sebelumnya namun telah dapat memegang tangan teman-temannya lalu membenamkannya ke dalam air dan tidak melepaskan mereka hingga tercekik di dalam air. Dengan cara ini, anak yang baru saja disembuhkan penglihatannya itu telah membunuh beberapa anak kecil lainnya dengan menghilangkan nyawa mereka ke dalam air. Sekarang Nabi as pun memohon kepada Allah Swt sambil berkata, “Sesungguhnya Engkau lebih mengetahui ketimbang aku tentang anak kecil itu.” Lalu meminta kepada Allah Swt agar anak kecil itu dikembalikan ke kondisi semula yaitu menjadi buta kembali.

Keempat, yang termasuk salah satu hikmah perbedaan di antara manusia adalah bahwa mereka merupakan ajang ujian agar dapat membedakan antara jalan kebahagiaan dan kesengsaraan sekaligus membedakan pengikut kedua jalan tersebut. Orang-orang terpuji akan diuji dengan kesabaran dan kerelaan sementara orang yang sabar akan beroleh derajat kaum penyabar. Adapun orang-orang yang benar dan selamat akan mampu melewati ujian dengan bersyukur dan menjalankan seluruh takdir Allah Swt atas mereka di hadapan sesama orang teruji. Berkenaan dengannya, Allah Swt berfirman dalam surah al-Furqan ayat ke-20: Dan Kami jadikan sebagian dari kalian cobaan bagi sebagian yang lain, maukah kalian bersabar?

Berkenaan dengan ganti rugi atas kekurangan ini, tak perlu diragukan lagi. Sebab, salah satu sifat Allah Swt adalah Maha Penolong . Di sisi lain, telah ditetapkan dalam pembahasan-pembahasan ilmu kalam bahwa Allah Swt akan mengganti kerugian para hamba yang mengalami berbagai penyakit dan kesulitan serta kekurangan berdasarkan kadar kerelaan mereka dalam menghadapi musibah ini jika berkaitan langsung dengan Allah Swt, seperti baik buruknya atau kendala-kendala penciptaan dan lain-lain yang tidak ada campur tangan ikhtiar manusia di dalamnya.

Dalam kitab al-Kahfi, terdapat riwayat dari Abdullah bin Abi Yavur yang berkata, “Aku pernah mengeluh kepada Abi Abdillah as atas penyakit-penyakit yang menimpaku dan saat itu beliau as sedang sakit. Beliau lalu berkata kepadaku, ‘Wahai Abdullah, seandainya orang mukmin mengetahui pahala yang akan didapatkannya ketika tertimpa kesulitan-kesulitan, niscaya ia akan selalu mengharapkannya.” [Ushul al-Kahfi, juz 2, bab “Syiddatu Ibtila’ al-Mu’min”, hal. 255]

Pada jilid ke-11 kitab Bihar Al Anwar, diriwayatkan bahwa seorang buta bernama Abu Bashir menemui Imam Muhammad Baqir as lalu meminta beliau berdoa kepada Allah Swt untuk menyembuhkan kebutaannya. Kemudian Imam as memintanya agar mendekat lalu mengusapkan tangan beliau yang mulia ke kedua matanya dan ia pun dapat melihat. Lalu Imam berkata “Apakah engkau ingin menjadi orang seperti ini di mana engkau memiliki yang dimiliki orang-orang yang engkau pun harus bertanggung jawab atas apa yang menimpa mereka di hari kiamat? Ataukah engkau mau dikembalikan seperti keadaan semula dan akan mendapatkan surga?”

Pemahaman yang dapat dipetik dari hadis di atas adalah bahwa Allah Swt akan mengganti rugi beban yang dipikul orang buta di dunia ini dengan memberikan pertolongan dalam menghadapi beratnya hisab. Abu Basyir pun memilih sabar dalam kebutaan demi meraih surga. Kemudian ia pun kembali pada kondisinya semula.

Dalam banyak hadis dan riwayat Islam dikatakan bahwa Allah Swt memperbanyak pemberiannya di hari kiamat kepada orang-orang yang tertimpa musibah ketika di dunia dan akan memberikan pengganti atas kekurangan seperti itu. Demikian pula kepada orang yang tertunda pengabulan doa dan hajatnya; disebabkan masalah itu, Allah Swt akan memberikan banyak anugerah dan hadiah agar setiap mukmin senantiasa berharap dikabulkan doanya sewaktu di dunia.

Imam Ja’far Shadiq as berkata bahwa seorang mukmin hendaknya berdoa kepada Allah Swt dalam segala hajatnya. Niscaya Allah Swt akan berkata, ‘Tundalah pengabulannya.” Ini karena Dia rindu pada suara dan doanya. Di hari kiamat kelak, Allah Swt akan berkata, “Hambaku, engkau telah berdoa kepada-Ku dan Aku akhirkan pengabulannya; dan pahalamu adalah ini dan itu, dan engkau telah berdoa kepada-Ku ini dan itu. Kini aku akhirkan pula ijabahnya, maka pahalanya adalah ini dan itu.”

Beliau berkata, “Seyogianya seorang mukmin selalu berharap bahwa dirinya tidak dikabulkan doanya di dunia ini karena banyaknya pahala yang dijanjikan.”

Adapun maksud bahwa semua manusia di dunia ini telah tertimpa berbagai jenis bala, maka itu disebabkan maslahat yang berhubungan dengan alam atau selainnya. Sementara orang yang disebut kehilangan dunia serta akhiratnya adalah bila dirinya mati tanpa keimanan. Masalah ini berhubungan dengan buruknya ikhtiar mereka, bersama kekurangan yang menimpanya di dunia ini. Mereka pun–dalam memenuhi keinginannya–memilih jalan kufur dan tidak beriman. Karenanya mereka tidak akan pernah berkesempatan mendapatkan rahmat Allah Swt di akhirat.

Abdul Husein Dasteghib, Menepis Keraguan Beragama

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *