Berita
Hidup, Peka dan Berguna
Sebatang pohon singkong dapat tumbuh berdiri tegak menjulang ke atas. Ketika ‘rela’ dipotong-potong batangnya, lalu ditanam kembali ia akan tumbuh dengan tunas-tunasnya yang baru, dengan batang yang lebih banyak dan bercabang.
Dari situ dapat diambil sedikit gambaran mengenai kehidupan manusia yang rela ‘memotong’ atau memberikan apa yang ia punya untuk dikorbankan kepada orang lain yang membutuhkannya. Ia akan memperoleh imbalan berlipat dari apa yang diberikan. Sebagaimana janji Allah SWT yang akan melipatgandakan pahala dan kebaikan bagi hamba yang berjuang di jalan-Nya dan menginfakkan sebagian hartanya.
Tentu tidak mudah untuk mengorbankan apa yang kita punya untuk orang lain, sebagaimana tidak mudahnya pohon singkong yang mungkin menahan ‘sakit’ akibat dipotong bagian batangnya. Namun hal itulah yang kemudian menumbuhkan ‘tunas-tunas’ kebaikan yang kelak dapat dipetik hasil yang lebih besar.
Logikanya begini, ketika saat ini kita hanya bisa membantu meringankan beban satu orang, dan kita rela membantunya, kelak kebaikan kita akan berlipat ganda sebagaimana janji Allah SWT. Kebaikan dapat berupa apa saja termasuk harta benda. Dari situ kemudian kita akan membantu lebih banyak lagi kepada lebih banyak orang. Begitulah gambaran ‘tunas’ kebaikan yang akan selalu tumbuh dan berkembang. Tentu itu hanya dapat dilakukan dengan niat dan tekat yang kuat.
Makin Banyak Milik, Makin Banyak Beban
Tidak ada yang tahu pasti apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Mungkin ada saatnya akan kita temui masa ketika kita harus mengungsi dari tempat persinggahan. Semuanya akan berjalan menuju tempat kehidupan yang baru, entah dimana. Semua orang berjalan berbondong-bondong membawa barang bawaannya. Yang miskin tak membawa apa-apa, yang kaya membawa barang sebanyak-banyaknya. Yang miskin akan berjalan ringan dan cepat, yang kaya akan berjalan berat dan lambat karena beban bawaannya. Hal itu juga menjadi gambaran pertanggungjawaban hamba kepada Tuhan-Nya di akhirat kelak, saat Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban setiap hamba terhadap apa yang dimilikinya baik harta-benda, ilmu dan sebagainya.
Dengan membantu orang lain, dan memberikan apa yang kita punya, otomatis akan membantu meringankan pertanggungjawaban kita kepada Allah SWT kelak, selain pahala dan kebaikan yang akan kita dapat.
Daya Adaptasi dan Peka Lingkungan
Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk membantu orang lain. Namun, agar tepat sasaran kita harus mampu beradaptasi dan peka terhadap lingkungan. Sebab, setiap orang tidak hanya membutuhkan bantuan dalam materi melainkan juga non materi seperti ilmu, dan sebagainya.
Banyak orang kaya, pandai, cerdas dan pintar, sementara lingkungan sekelilingnya banyak orang miskin, bodoh, dan buta huruf. Hal itu dapat kita pahami sebagai belum adanya pemerataan sosial. Bisa karena pemerintah abai terhadap ketimpangan itu, bisa juga karena tidak adanya semangat kepedulian terhadap sesama. Kurangnya adaptasi dan kepekaan si kaya terhadap kehidupan si miskin menjadi seperti dua tebing yang tidak terhubung oleh jembatan.
Tunas Kemiskinan
Jika ada orang tua yang buta huruf, tak memiliki uang untuk menyekolahkan anaknya, tak mampu mengajari membaca karena ia sendiri tak bisa membaca, lalu bagaimana anaknya bisa lebih baik dari orang tuanya? Ini banyak terjadi di Indonesia kita.
Bagaimana Indonesia ke depan jika masih banyak anak muda ‘tunas’ bangsa tak bisa membaca? Sementara negara ‘abai’ dan si kaya diam saja.
Teringat waktu itu ada seorang anak SMP sedang menghadapi ujian sekolah dalam keadaan memiliki tunggakan pembayaran buku, dan SPP. Sementara, orang tuanya sakit dan tidak bekerja. Bagaimana ia bisa belajar dengan tenang dalam kondisi seperti itu?
Fakta lain pernah muncul dalam sebuah tayangan di televisi, anak sekolah di daerah pedalaman ketika ditanya siapa presidennya, ia tidak tahu. Ini ironis. Dan terjadi di era modern saat ini.
Seperti rumput ketika didiamkan saja akan berkembang menjadi semak-semak yang akan mengganggu pemandangan dan merusak pohon produktif lainnya. Sebagai gambaran ketika ‘tunas’ kemiskinan dan kebodohan di Indonesia di biarkan saja, justru akan menjadi beban negara, penghalang pembangunan dan sebagainya. Semua itu dapat dilihat kasat mata; pedagang kaki lima menjamur, pengemis dan pengamen dimana-mana. Sementara pemerintah hanya memberi solusi dengan penggusuran, penangkapan dan sebagainya. Tentu akan lebih manusiawi ketika mereka dicerdaskan sejak awal dan dihindarkan dari belenggu kemiskinan.
Efek buruk lain adalah meningkatnya tindak kejahatan berupa pencurian, perampokan bahkan berujung pembunuhan. Hal itu dapat dipahami ketika seorang putus asa atas kehidupannya ia dapat melakukan apa saja. Siapa yang menjadi korban? Tentu mereka, kaum yang “berpunya.” Seorang perampok hanya akan merampok sesuatu yang dianggapnya berharga, dan sesuatu yang berharga lebih identik dan dekat dengan orang ‘kaya’.
Padahal kejadian semacam itu dapat dihindari asal saja pemerintah dan masyarakat lebih peka dan peduli terhadap perbaikan kondisi lingkungan dan perbaikan taraf hidup warganegaranya. (Malik/Yudhi)