Berita
Hari Raya Reformasi
Hari-hari ini, 16 tahun lalu, atau tepatnya 21 Mei 1998, merupakan tonggak sejarah mekarnya demokrasi yang ditandai berakhirnya 32 tahun kekuasaan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.
Enam belas tahun silam, pukul 9 pagi waktu itu, seluruh mata rakyat Indonesia tertuju kepada Pak Harto yang terpaksa turun tahta, menyatakan pengunduran dirinya secara terbuka akibat desakan rakyat dan terutama mahasiswa Indonesia.
Setelah 16 tahun berlalu, apakah gerakan reformasi ini sudah membuahkan hasil sesuai dengan apa yang dicita-citakan bersama?
“Reformasi, 16 tahun lalu itu cita-citanya adalah demokrasi dan keadilan,” ujar Judilherry Justam, aktivis PETISI 50, kepada ABI Press via sambungan telepon. Dia menolak anggapan sebagian orang yang menyatakan bahwa perjuangan reformasi telah gagal dan hanya menyisakan ketidak pastian bagi bangsa Indonesia.
Begitu pun, saat kami wawancarai Fadjroel Rachman salah seorang aktivis 98, di sela kehadirannya sebagai pembicara seminar “Upaya Penyelenggaraan Pilpres 2014 Secara Efektif dan Efisien” di UNAS (Universitas Nasional), Jakarta Selatan beberapa waktu lalu. Ada enam cita-cita pokok reformasi, kata Fadjroel, yaitu menurunkan Presiden Soeharto, membatasi masa jabatan presiden, mencabut dwi fungsi ABRI, pembongkaran kejahatan HAM selama Soeharto berkuasa, membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), dan yang terakhir, soal Otonomi Daerah.
Reformasi Kini
Dari enam tuntutan reformasi itu, empat di antaranya telah berhasil terwujud. Namun dua lainnya yang masih belum adalah membongkar kejahatan HAM dan pembentukan KKR, yang hingga kini masih harus terus diperjuangkan.
Selain itu, terkait kasus korupsi yang mengindikasikan keterlibatan Soeharto maupun kroni-kroninya, ditambah kasus BLBI, hingga kini pun masih belum tuntas diusut.
Meski begitu, “Reformasi tidaklah gagal,” tegas Judilherry. Sebab menurutnya, banyak juga hal yang sudah dihasilkan saat ini daripada saat Orde Baru dulu. Misalnya sudah ada batasan masa jabatan bagi presiden. Lalu terbentuknya Mahkamah Konstitusi, dan adanya kebebasan berserikat. Walaupun harus diakui, kemajuan yang sudah dicapai belum sesuai dengan apa yang diharapkan.
Seperti halnya Judilherry, Fadjroel juga memandang dari segi politik, saat ini Indonesia lebih baik dibandingkan dengan era Orde Baru. Namun Fadjroel juga mengakui bahwa dari segi ekonomi, belum ada pemerataan dan itu adalah salah satu cita-cita Reformasi yang juga belum terwujud.
Hari Raya Reformasi
Kepada ABI Press Fadjroel menggambarkan kegembiraannya saat berhasil menurunkan Soeharto 16 tahun yang lalu. Sebab untuk menurunkan Soeharto perlu perjuangan dari tahun 1971 hingga 1998. Kejatuhan Soeharto itulah yang menurut Fadjroel mampu mengubah banyak sekali lembaga negara.
“Tapi yang gagal satu, membubarkan partai Golkar,” kata Fadjroel disusul tawa.
Bagi Fadjroel yang perlu dilakukan saat ini adalah meneruskan dan melanjutkan agenda reformasi, dan menyadari bahwa demokrasi bukan hanya tentang kebebasan berpolitik tapi juga menciptakan kesejahteraan ekonomi untuk kepentingan bersama. Sementara menurut Judilherry, yang dibutuhkan saat ini adalah kedewasaan berdemokrasi bukan demokrasi prosedural, bukan demokrasi yang dipenuhi dengan money politics.
“Itu bukan tujuan kita,” tegas Judilherry terkait maraknya praktik politik uang yang kian marak di Indonesia.
Sebagai hari tumbangnya Orde Baru, dan lahirnya era Reformasi yang ditandai makin matangnya demokrasi, 21 Mei memang layak diperingati sebagai hari raya para pencinta demokrasi dan hari raya kaum Reformis.
“Saya senang sekali hari ini,” ungkap Fadjroel masih dibarengi tawa. “Ini adalah hari raya. Hari untuk merayakan kejatuhan Soeharto 16 tahun lalu,” pungkas Fadjroel. (Lutfi/Yudhi)