Berita
Hancurnya Situs-Situs Islam, Hingga Politisasi Haji Arab Saudi
Sekjen Muslim Student Organisation (MSO) of India, Syujaat Ali, dalam forum seminar internasional di Jakarta, (25/1/18), mengungkapkan keprihatinannya atas rusaknya situs-situs Islam di Arab Saudi. Menurutnya 90 persen situs Islam di sana hancur akibat ulah rezim Saudi yang tidak menghargai peninggalan-peninggalan sejarah Islam. Situs-situs yang dimaksud seperti rumah istri dan anak-anak nabi, makam para sahabat dan keluarga nabi, tempat-tempat di mana nabi mengajar, bahkan seperti terjadi sebuah pengusiran terhadap zuriat (keturunan nabi) yang saat ini lebih banyak tinggal di Yaman dan negara-negara lainnya.
Dalam forum yang sama, intelektual Muslim sekaligus mantan Anggota DPR RI, Ir. Sayuti Asyathri menerangkan, makna dari penghancuran situs-situs Islam adalah upaya untuk menghalangi kemajuan Islam. “Menghancurkan situs tujuannya adalah merusak arsip. Definisi arsip adalah semua rekaman visual, kegiatan manusia. Kalau arsip itu ada, bisa menjadi kekuatan bagi seseorang untuk melakukan verifikasi, objektifikasi, dan ilmu pengetahuan bisa berkembang. Jadi kenapa Islam ini ilmu pengetahuannya lemah? Karena memang tidak diizinkan untuk berkembang; tidak diizinkan ada semangat verifikasi; tidak diizinkan ada semangat objektifikasi; tidak diizinkan ada perbaikan. Hal itu dilakukan dengan cara menghancurkan situs-situs peninggalan sejarahnya,” ungkapnya.
Sekjen Garda Suci Merah Putih, Ir. Mujtahid Hashem, pembicara lain dalam seminar itu mengatakan bahwa konferensi haji pertama menentang Saudi sebagai pengelola haji, dilakukan oleh Al-Azhar. “Al-Azhar dalam konferensi pertama menentang Saudi ketika awal berkuasa yang didukung oleh Inggris. Al-Azhar mengumpulkan kaum Muslimin, dan ulama-ulama. Hasil konferensinya menyatakan bahwasannya Saudi tidak memiliki kapasitas intelektual, tidak mempunyai kapasitas spiritual, dan juga kapasitas keilmuan. Mereka tidak layak mengurus tempat-tempat suci, dan tidak sah mereka mengelola tempat-tempat suci. Akan tetapi karena Saudi didukung oleh pemenang Perang Dunia I dan Perang Dunia II, juga melakukan konferensi internasional (tandingan) mengumpulkan siapa saja yang dianggap ulama untuk menjustifikasi, melegitimasi, bahwasannya Saudi layak mengurus Mekah dan Madinah,” ungkap Mujtahid.
Politisasi haji
Mujtahid mengungkapkan banyak hal terkait politisasi haji yang dilakukan Arab Saudi. Misalnya untuk kasus Syiria. Karena masalah politik yang dilakukan Arab Saudi dan Syiria, kuota haji tidak ditentukan oleh Presiden Bashar Assad tapi ditentukan oleh oposisi yang ada di luar negeri, yang ada di Perancis, yang ada di Inggris, mungkin juga yang ada di Arab Saudi, dan mereka yang menentukan siapa yang berhak melakukan haji. Politisasi haji juga dilakukan terhadap Yaman dan Iran.
Untuk kasus Yaman, Mujtahid melanjutkan, Saudi juga melarang orang-orang Yaman untuk melakukan haji disebabkan karena perang yang terjadi di Yaman. “Kita mengetahui koalisi Arab Saudi melakukan penyerangan ke negara Yaman. Untuk itu Saudi Arabia sangat membatasi dan tidak memberikan visa bagi siapa-siapa saja yang berafiliasi dengan Ansharullah Movement atau Houthi. Dan inilah bagian mayoritas yang ada di Yaman. Tapi Saudi hanya memberikan visa kepada pengikutnya.”
Lebih lanjut dijelaskan, sikap Saudi melarang orang pergi haji adalah jelas bertentangan dengan Islam. “Karena haji adalah perintah Allah swt secara langsung. Undangan dari Allah swt secara langsung kepada setiap orang. Menghalangi orang berhaji sama saja dia melawan Allah. Sama halnya dengan shalat; shalat adalah perintah Allah swt kepada umat manusia, bagi siapa saja yang melarang orang lain untuk melakukan shalat maka pada dasarnya mereka menentang Allah swt.”
Persoalan lain adalah sikap Saudi yang memilih berkoalisi dengan kaum Musyrikin (imperialisme modern, zionisme internasional, yang diwakili Amerika, Israel dan juga Inggris) bertentangan dengan semangat haji itu sendiri. Karena dalam ritual ibadah haji salah satunya adalah berlepas diri dari kaum Musyrikin.
Ditambah lagi soal keamanan. Mujtahid menjelaskan bahwa Saudi Arabia menyerahkan national security, termasuk bandara, kemudian haji di Mekah dan Madinah kepada kontraktor-kontraktor zionis Israel. Ini yang menurutnya jadi problem sampai saat ini di Arab Saudi. Bagi siapa saja yang serius melakukan perlawanan terhadap rezim zionis Israel, maka ketika datang ke haji dan umrah itu bisa membuat dirinya terancam keamanannya.
Seminar internasional dengan tema “Peran Umat Islam dalam Pengelolaan Pelaksanaan Haji dan Menjaga Situs-situs Sejarah Islam” ini rencananya diselenggarakan di UIN Jakarta akan tetapi terjadi perubahan lokasi sehingga terlaksana di Universitas Indonesia.
“Pindahnya kita di sini pun tidak lepas dari tekanan Kedubes Arab Saudi. Dua hari menjelang acara saya dihubungi pihak rektorat (UIN) bahwa acara harus dibatalkan. Saya tanya kenapa? Karena Arab Saudi tidak mau acara ini berlangsung. Saya tidak menyerah, saya akan terus mengadakan acara-acara seperti ini karena ini merupakan kebebasan kita sebagai mahasiswa untuk mengkaji segala ilmu. Dengan sikap seperti itu Arab Saudi telah mencampuri kedaulatan kita sebagai rakyat Indonesia yang merdeka….. Hidup mahasiswa!!!” ungkap Ziyad Abdul Malik, Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jakarta Selatan, selaku penyelenggara acara. Seminar ini terselenggara atas kerja sama HMI, Garda Suci Merah Putih dan Al Haramain Watch. (M/Z)
Artikel terkait: Aksi Massa Tuntut Arab Saudi Akhiri Politisasi Haji